DPR Minta Pemerintah Perkuat Sektor Perikanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta memperkuat grand design pengembangan sektor perikanan dan hasil laut agar potensi yang ada bisa digarap secara optimal untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan sekaligus memperkuat ketahanan pangan. Langkah ini menjadi sangat penting karena sektor ini mempunyai potensi kontribusi yang besar untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascawabah Covid-19.
“Potensi sektor perikanan kita sangat besar, menurut data bisa mencapai lebih 60 juta ton per tahun, baik dari penangkapan maupun budi daya. Namun, selama ini belum tergarap secara optimal sehingga industri perikanan terpaksa impor untuk memenuhi bahan bakunya,” tegas Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (KORINBANG) Rachmat Gobel di Jakarta kemarin. (Baca: Perkuat Sektor Perikanan lewat Nelaya Go Online)
Sebagai satu di antara negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia mempunyai potensi perikanan sampai 67 juta ton per tahun, baik yang berasal dari ikan tangkap maupun ikan budi daya. Potensi produksi lestari Maximum Sustainable Yield (MSY) mencapai 10 juta ton per tahun, di mana potensi tangkap laut sekitar 9 juta ton dan perikanan tangkap di perairan darat (danau, sungai, waduk, dan rawa) sekitar 1 juta ton per tahun. Sisanya, sekitar 57 juta ton per tahun, adalah potensi perikanan budi daya, baik budi daya laut (marineculture), budi daya perairan payau (tambak), maupun budi daya perairan tawar (darat).
“Dengan potensi tersebut, sektor perikanan harus bisa menjadi salah satu tumpuan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, baik melalui proses peningkatan nilai tambah hasil produksi nelayan maupun lewat penyerapan lapangan kerja,” katanya.
Namun, lanjut Rachmat, dari pengamatan dan data yang ada, sektor ini masih menghadapi banyak masalah sehingga potensi ekonominya tidak bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Satu di antaranya ketidakmampuan melakukan kegiatan perikanan yang lestari. (Baca juga: Pemerintah Tegaskan Tak Akan Ada Pelonggaran Dalam Dua Pekan mendatang)
“Kondisi dan peraturan saat ini belum mendorong sepenuhnya pelaku di sektor ini untuk taat asas dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan zonasi tata ruang. Dampaknya, terjadi pencemaran lingkungan di kawasan lindung dan melanggar batasan zona penangkapan ikan,” ungkapnya.
Hal itu terjadi antara lain karena zonasi pelaku perikanan dan nelayan masih terkonsentrasi di satu titik, khususnya Jawa. Karena itu, harus ada kebijakan migrasi bagi pelaku sektor perikanan dari zona jenuh ke wilayah yang lebih luas dan besar potensi tangkapnya.
“Tidak mudah, namun harus dilakukan dengan kebijakan yang taktis dan strategis. Artinya, migrasi dilakukan dengan mengeliminir potensi konflik etnis dan kelompok,” ucap Rachmat. (Anton C)
“Potensi sektor perikanan kita sangat besar, menurut data bisa mencapai lebih 60 juta ton per tahun, baik dari penangkapan maupun budi daya. Namun, selama ini belum tergarap secara optimal sehingga industri perikanan terpaksa impor untuk memenuhi bahan bakunya,” tegas Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (KORINBANG) Rachmat Gobel di Jakarta kemarin. (Baca: Perkuat Sektor Perikanan lewat Nelaya Go Online)
Sebagai satu di antara negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia mempunyai potensi perikanan sampai 67 juta ton per tahun, baik yang berasal dari ikan tangkap maupun ikan budi daya. Potensi produksi lestari Maximum Sustainable Yield (MSY) mencapai 10 juta ton per tahun, di mana potensi tangkap laut sekitar 9 juta ton dan perikanan tangkap di perairan darat (danau, sungai, waduk, dan rawa) sekitar 1 juta ton per tahun. Sisanya, sekitar 57 juta ton per tahun, adalah potensi perikanan budi daya, baik budi daya laut (marineculture), budi daya perairan payau (tambak), maupun budi daya perairan tawar (darat).
“Dengan potensi tersebut, sektor perikanan harus bisa menjadi salah satu tumpuan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, baik melalui proses peningkatan nilai tambah hasil produksi nelayan maupun lewat penyerapan lapangan kerja,” katanya.
Namun, lanjut Rachmat, dari pengamatan dan data yang ada, sektor ini masih menghadapi banyak masalah sehingga potensi ekonominya tidak bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Satu di antaranya ketidakmampuan melakukan kegiatan perikanan yang lestari. (Baca juga: Pemerintah Tegaskan Tak Akan Ada Pelonggaran Dalam Dua Pekan mendatang)
“Kondisi dan peraturan saat ini belum mendorong sepenuhnya pelaku di sektor ini untuk taat asas dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan zonasi tata ruang. Dampaknya, terjadi pencemaran lingkungan di kawasan lindung dan melanggar batasan zona penangkapan ikan,” ungkapnya.
Hal itu terjadi antara lain karena zonasi pelaku perikanan dan nelayan masih terkonsentrasi di satu titik, khususnya Jawa. Karena itu, harus ada kebijakan migrasi bagi pelaku sektor perikanan dari zona jenuh ke wilayah yang lebih luas dan besar potensi tangkapnya.
“Tidak mudah, namun harus dilakukan dengan kebijakan yang taktis dan strategis. Artinya, migrasi dilakukan dengan mengeliminir potensi konflik etnis dan kelompok,” ucap Rachmat. (Anton C)
(ysw)