Lawan Konten Radikal, Tokoh Moderat Disarankan Banyak Tampil Beri Pencerahan

Minggu, 07 Maret 2021 - 08:11 WIB
loading...
Lawan Konten Radikal, Tokoh Moderat Disarankan Banyak Tampil Beri Pencerahan
Penguatan paham kebangsaan dan keagamaan yang moderat juga perlu diintensifkan untuk generasi milenial. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat Harlah Nahdlatul Ulama (NU) ke-98, Minggu 28 Februari lalu terkait penutupan media dan akun media sosial yang menyebar fitnah dan hoaks dinilai cukup beralasan.

Menurut Instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdatul Ulama (PKPNU) Nasional Adnan Anwar, jika media-media semacam itu dibiarkan berkembang dan tidak ditutup dapat merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ideologi Pancasila.

”Konten-konten itu menurut saya sudah mengarah kepada ‘membakar rumput dipadang ilalang’. Yang mana ancaman ini menggunakan strategi propaganda dan ghaswatul fikr atau perang pemikiran,” ujar Adnan Anwar di Jakarta, Jumat 5 Maret 2021.

Tokoh Pemuda NU itu berpendapat apabila upaya persuasif,pembinaan dan dialog dianggap menemui jalan buntu, harusnya pemerintah lebih tegas. Pelarangan harus dijalankan dan jangan takut untuk melakukan tindakan penutupan.



Hal tersebut, menurur dia, diawali dari membid'ahkan kelompok lain lalu kemudian yang berbeda ini dicap kafir dan dianggap sudah keluar dari ajaran Islam. Padahal perbedaan yang ada ini sudah ada sejak zaman sahabat Rasul 1.400 tahun silam. Oleh karena itu, menurutnya, berbahaya kalau masyarakat tidak paham lalu termakan propaganda yang disebar oleh kelompok itu.

”Bangsa kita bisa terpecah kalau pemerintah masih membiarkan dan masyarakat termakan isu hoaks. Jadi pemerintah jangan ragu dan masyarakat sendiri pasti mendukung kalau media-media yang dibuat kelompok-kelompok ini diberangus,” tegas Adnan.

Oleh sebab itu, Mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU ini menyarankan agar jangan sampai dikasih ruang sedikit pun. Karena pertaruhannya adalah masa depan bangsa dan negara Indonesia. Menurut dia, jika bibit-bibit virus media atau akun-akun seperti ini dibiarkan, tentunya akan sangat membahayakan masa depan negara Indonesia.

”Proporsi konten positif jumlahnya harus lebih banyak, minimal 80 persen. Kontennya tentunya juga yang bersumber dari keberhasilan program pemerintah yang sudah dijalankan dan inovasi program masyarakat itu juga harus didengungkan,” tuturnya.



Menurut dia, jangan sampai kita malah kalah dari kelompok mereka yang gencar sekali melakukan propagada dengan konten hoaksnya. Menurut Adnan, untuk mengatasi hal tersebut tokoh-tokoh moderat juga harus sering tampil untuk bicara memberikan pencerahan dan pemahaman yang benar.

”Ini yang kadang menjadi kelemahan kita, mereka-mereka yang moderat dan tokoh pemuda atau tokoh masyarakat ini seperti banyak diam,” ujar pria yang juga Direktur Panata Dipantara yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Idiologi dari paham Radikal Terorisme ini

Mantan peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini juga berpendapat generasi milenial sebagai generasi penerus perlu bimbingan, pendampingan dan arahan yang sistematis agar mereka bisa berpikir positif dan inovatif. Penguatan paham kebangsaan dan keagamaan yang moderat juga perlu diintensifkan.

”Karena generasi milenial ini harus memperkuat jati diri ke Indonesiaan, bahwa Indonesia ini memiliki peradaban sangat maju. Sehingga ada kebanggaan nasional terhadap negara kita dan terhadap bangsa kita ini,” tuturnya.

Apalagi, lanjut dia, sebagai negara besar, Indonesia juga punya sejarah yang besar dimana kita memiliki toleransi yang sangat besar dan bisa mengelola perbedaan serta bisa mengelola berbagai macam tantangan.

Dia berpendapat bahwa hal dapat disebut sebagai kebanggaan nasional juga. Sehingga para generasi muda tidak usah lagi punya imajinasi liar seperti misalnya ingin mnedirikan negara Islam.

”Hal itu sudah terbukti gagal di banyak negara. Dan agak sulit untuk membuktikan bahwa negara Islam yang dipaksakan itu akan menghasilkan kesejahteran. Beri pemahaman dan contoh bagaimana negara yang hancur seperti di Timur Tengah itu telah gagal dalam mengelola generasi mudanya karena negaranya terus berkonflik,” tutur pria yang pernah menempuh pendidikan Master bidang Hubungan Internasional di Jerman

Adnan meminta agar sumber-sumber sejarah yang otentik seperti karya-karya ulama, tokoh nasional ataupun tokoh bangsa ketika mereka menyosialisasikan berdirinya negara Indonesia ini harus di reproduksi ulang.

Dengan disosialisasikan dalam bentuk yang baru diharapkan hal ini bisa menyentuh generasi milenial. Tetapi kontennya adalah tentang nasionalisme Indonesia, nasionalisme Islam, tentang Pancasila, tentang NKRI.

”Mungkin harus dikemas dalam bentuk baru, karena generasi milenial ini menyukai bentuk-bentuk yang lebih aktual atau lebih moden. Ini supaya anak-anak milenial itu tidak punya keinginan mengakses konten-konten radikal yang mana mereka itu tidak tahu kalau bisa terpengaruh paham radikal itu,” ujarnya mengakhiri.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2364 seconds (0.1#10.140)