Ini Alasan DPR Tidak Memasukan Revisi UU ITE di Prolegnas Prioritas
loading...
A
A
A
"DPR sendiri paham sekali bagaimana dinamika di DPR, ada 9 fraksi ada 9 kepala, jangankan membahas sebuah produk perundang-undangan yang sudah pasti dibahas. Menyusun draf saja itu setahun belum tentu selesai, baru draf itu," katanya.
Sebelumnya, ia juga sempat menyingung alasan wacana revisi UU ITE kembali ramai diperbincangkan dan mencuat ke publik. Menurutnya, ketika kita bicara revisi UU ITE ini, bermula dari pernyataan Presiden Jokowi.
"Padahal kalau kita cermati dari kalimat yang disampaikan itu ada kata kalau dalam implementasinya tidak menimbulkan masalah keadilan dan seterusnya, maka kami tidak akan segan mengajukan revisi kepada DPR," katanya.
Awik menyebut sebagai politikus bisa mencermati bahasa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait bahasa jika memenuhi prasyarat kalau dalam implementasinya menimbulkan masalah. Namun kalau dalam implementasinya sesuai harapan tidak perlu.
"Apapun itu paling tidak kita mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah dalam hal ini sudah membentuk tim revisinya UU ITE maupun tim interpretasi yang merupakan istilah baru di pemerintah untuk membuat tim menerjemahkan ketentuan UU ITE," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyebutkan pihaknya hanya meminta, seluruh aparat penegak hukum mencermati atas materi muatan norma yang katanya masih multitafsir itu.
"Itu kan solusinya gampang, bisa buat pedoman, petunjuk pelaksanaan, kesepahaman bersama. Sebab pada praktiknya ini sering kita lakukan pada saat kita membicarakan mengenai rezim hukum pilkada," katanya.
Menurutya, saat ini UU ITE memang masih menunggu dimasukan ke dalam Prolegnas jangka menengah tapi belum prioritas. Arteria malah menilai dan meminta kepada semua pihak termasuk juga pemerintah, tidak begitu reaksioner dalam revisi UU ITE ini.
"Jangan atas nama demokrasi, atas nama desakan publik, belakangan ada kasus-kasus yang menimpa beberapa nama itu, sehingga kita tersentak atau tersadarkan bahwa UU ITE ini harus direvisi," katanya.
Sebelumnya, ia juga sempat menyingung alasan wacana revisi UU ITE kembali ramai diperbincangkan dan mencuat ke publik. Menurutnya, ketika kita bicara revisi UU ITE ini, bermula dari pernyataan Presiden Jokowi.
"Padahal kalau kita cermati dari kalimat yang disampaikan itu ada kata kalau dalam implementasinya tidak menimbulkan masalah keadilan dan seterusnya, maka kami tidak akan segan mengajukan revisi kepada DPR," katanya.
Awik menyebut sebagai politikus bisa mencermati bahasa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait bahasa jika memenuhi prasyarat kalau dalam implementasinya menimbulkan masalah. Namun kalau dalam implementasinya sesuai harapan tidak perlu.
"Apapun itu paling tidak kita mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah dalam hal ini sudah membentuk tim revisinya UU ITE maupun tim interpretasi yang merupakan istilah baru di pemerintah untuk membuat tim menerjemahkan ketentuan UU ITE," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyebutkan pihaknya hanya meminta, seluruh aparat penegak hukum mencermati atas materi muatan norma yang katanya masih multitafsir itu.
"Itu kan solusinya gampang, bisa buat pedoman, petunjuk pelaksanaan, kesepahaman bersama. Sebab pada praktiknya ini sering kita lakukan pada saat kita membicarakan mengenai rezim hukum pilkada," katanya.
Menurutya, saat ini UU ITE memang masih menunggu dimasukan ke dalam Prolegnas jangka menengah tapi belum prioritas. Arteria malah menilai dan meminta kepada semua pihak termasuk juga pemerintah, tidak begitu reaksioner dalam revisi UU ITE ini.
"Jangan atas nama demokrasi, atas nama desakan publik, belakangan ada kasus-kasus yang menimpa beberapa nama itu, sehingga kita tersentak atau tersadarkan bahwa UU ITE ini harus direvisi," katanya.