Salah Sasaran Tudingan Pak Din Radikalis

Selasa, 16 Februari 2021 - 14:36 WIB
loading...
Salah Sasaran Tudingan Pak Din Radikalis
Sunanto, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Sunanto
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah

TUDINGAN radikalis oleh Gerakan Anti Radikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung ( GAR-ITB ) yang disematkan pada Prof Muhammad Sirajuddin Syamsuddin ( Din Syamsuddin ) telah menyita perhatian publik dan organisasi kami keluarga besar Muhammadiyah. Tuduhan yang sangat serius karena beliau ayahanda yang biasa kami panggil Pak Din adalah tokoh yang sejak awal concern pada gerakan dakwah dengan corak moderasi agama.

Kiprah Pak Din tidak hanya masyhur di dalam negeri. Di level dunia misalnya Pak Din sangat sentral peranannya dalam Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendikiawan Muslim Dunia yang menghasilkan Bogor Message tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat. Produk yang kemudian menjadi legacy bagi peradaban Islam. Belum lagi kiprahnya di Asian Conference of Religion for Peace (ACRP), dan co-president of World Religion for Peace (WCRP) dan tentu masih banyak sekali apa yang telah beliau jalankan.

Hemat saya, kiprah Pak Din selama ini senantiasa meneguhkan posisinya sebagai negarawan yang konsisten dalam mengamalkan berbagai doktrin ajaran dan jihad keumatan. Sosok yang menjadi persenyawaan dari perserikatan Muhammadiyah . Di Muhammadiyah kami semua mengenal beliau sebagai perintis tentang gagasan konsep Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah.

Konsep tersebut didasarkan bahwa Negara Pancasila merupakan hasil konsesus nasional (dar al-ahdi) dan ruang pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah). Muara dari konsep itu adalah untuk menjadikan Indonesia yang senantiasa maju, makmur dan memiliki kedaulatan utuh dengan ridho Allah azza wajalla.

Keputusan penting Muhammdiyah ini menjadi kesepakatan Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar silam. Lagi-lagi keputusan ini dilakukan oleh Muhammadiyah diujung kepemimpinan Pak Din sebelum kemudian digantikan oleh Prof Haedar Nashir.

Pak Din Kritis Bukan Radikal
Mengapa tulisan saya sengaja mengawali dengan berbagai kiprah dan jejak negarawan Pak Din? Saya ingin tegaskan bahwa keriuhan publik soal tudingan radikal pada Pak Din adalah logical fallacy. Sesat dan sangat menyesatkan. Saya sangat menyayangkan tindakan gerombolan berbasis alumni dari kampus ternama, GAR ITB yang nampak mengabaikan fakta dan data tentang apa saja yang dijalani Pak Din untuk Umat, Muhammadiyah, Indonesia dan dunia. Padahal kalau mau dibaca dengan jernih, Pak Din merupakan tokoh moderasi dunia.

Integritas dan komitmennya sangat tinggi dalam membangun peradaban yang damai dan pokok pikiran yang moderat. Laku hidupnya yang pernah mempromosikan Islam Wasathiyah kepada dunia adalah sebuah prestasi luhur. Belum tentu pula bisa dilakukan oleh mereka yang menuduh Pak Din radikal. Tuduhan serius dan menyakitkan bagi kami anak didiknya di Persyerikatan Muhammadiyah.

Dari kiprah beliau, kami semua di Muhammadiyah diajarkan untuk senantiasa sadar akan tanggung jawab menjaga eksistensi bangsa Indonesia. Pak Din adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode sejak tahun 2005-2015.

Selama kami berinteraksi dengan beliau, Pak Din mengajarkan kami untuk responsif terhadap berbagai tantangan global. Menjadi seorang negarawan yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).

Tuduhan Radikal GAR ITB
Laporan GAR ITB terhadap Pak Din karena soal dugaan pelanggaran etik sebagai PNS sebenarnya tidak perlu dibuat gaduh di publik. Karena ada jalurnya, proses dan tata aturan untuk mengatakan apakah Pak Din melanggar atau tidak sudah jelas. Apalagi Pak Din adalah seorang akademisi yang juga punya hak untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang intelektual. Tinggal dikawal prosesnya, jika benar melanggar aturan nantinya pasti ada keputusan gamblang dari otoritas terkait.

Secara khusus saya ingin mengatakan bahwa tudingan radikal yang disematkan pada Pak Din tentu salah sasaran. Bacaan saya apa yang dilakukan Pak Din hanyalah menjalankan panggilan iman dan ilmunya sebagai seorang muslim, sebagai kader Muhammadiyah dan orang yang memiliki kedalaman ilmu pengetahuan.

Pandangan saya, tudingan GAR ITB ini harus telisik lebih dalam. Meski kemudian telah membantah tidak menuding radikal faktanya tindaklanjut laporan GAR ITB kemudian dikirim ke Menkominfo Jhonny G Plate selaku Koordinator Tim Satgas Penanganan Radikalisme. Termasuk Kemenag sebagai institusi tempat bernaung Pak Din selaku dosen di UIN Syarif Hidayatullah.

Agar tidak mencoreng nama baik ITB, keabsahan kelompok GAR ITB juga perlu di-clear-kan. Siapa sesungguhnya GAR ITB? Apakah murni gerakan alumni atau ada kepanjangan tangan pengausa? Lebih-lebih ada orang Istana yang disinyalir juga menjadi bagian dari GAR ITB.

Kejelasan elemen yang menuding Pak Din radikal menjadi penting. Tujuannya untuk mendudukkan persoalan apakah memang tudingan radikal ini berangkat dari pandangan objektif atau aktivitas politis jangka pendek yang dapat mengoyak persatuan dan rentan memecah belah negara.

Tuduhan serius GAR ITB ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat. Jangan mudah kemudian memberikan label radikal pada orang atau sekelompok orang yang berbeda sikap dan kritis pada pemerintahan Joko Widodo.

Kami sebagai elemen angkatan muda Muhammadiyah , memberi perhatian serius atas tudingan GAR ITB . Sebagaimana sedang kami kaji saat ini, apabila tindakan GAR ITB pada ujungnya tidak benar adanya, tentunya ada konsekuensi hukum atas tudingan yang telah disematkan pada Pak Din.

Menyudahi Labeling Radikal
Label radikalis yang kerap dilontarkan pada kelompok yang berbeda pandangan dengan pemerintah harus disudahi sesegara mungkin. Saat ini masyarakat terkesan kerap dibenturkan dengan mereka radikalis dan kelompok lainnya sebagai pancasilais. Tanpa ada ruang dialog yang harusnya dijalankan secara simultan.

Mereka kelompok yang berbeda pandangan politis dan ideologi gerakannya harus duduk bersama mencari banyak kesamaannya sebagai anak bangsa. Ketimbang memperlebar jarak perbedaan yang berakibat dapat memicu jurang konflik dan kegaduhan sosial.

Pemerintah pun juga tidak boleh bersikap ganda. Harapannya pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa Pak Din bukan radikalis didasari sikap politik pemerintahan Jokowi. Jangan sampai kemudian, di pihak lain ada orang Istana yang lain yang kemudian menjadi “aktor” di balik pelaporan Pak Din ke KASN dan BKN.

Sikap jujur dan transparan dari pemerintah menjadi salah satu jalan terbaik untuk menyudahi kebiasaan kelompok masyarakat yang kerap melabeli mereka yang berbeda sikap sebagai radikalis.

Pendek kata, saya dan seluruh masyarakat tentu harus punya kesadaran yang sama, memperbanyak dialog tentu akan memperkokoh persatuan dan kesatuan sebagai entitas bangsa. Saat ini situasi bangsa sedang mengalami kesulitan yang kompleks. Ketimbang melakukan labelisasi radikal pada kritikus, seluruh anak bangsa harus fokus pada upaya membangun negara bangsa yang berkemajuan, adil, makmur serta memiliki kedaulatan total dalam segala bidang.

Akhir kata, tudingan pada Pak Din seharusnya justru memberi hikmah pada kita semua, bahwa memperlebar jarak persatuan dengan label radikalis itu hanya akan memperkeruh suasana. Kebiasaan label radikalis pada yang berbeda akan menjauhkan kita semua dari upaya pencapaian cita-cita negara yang tengah diamanahkan oleh para pendiri bangsa. Sepatutnya kita akhiri. Wallahu’alam bishowab.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1061 seconds (0.1#10.140)