Pelaksanaan Pemilu Serentak Perlu Dievaluasi sesuai Putusan MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - DPR perlu meninjau ulang pemaknaan terhadap tujuan Pemilu Serentak sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. DPR juga perlu mengevaluasi Pemilu Serentak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2020.
"Artinya, DPR jangan terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek demi kontestasi persiapan Pilpres 2024 yaitu memperbincangkan nasib Pilkada 2022," ujar Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Aditya Perdana dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (30/1/2021).
Padahal, kata dia, DPR sendiri yang juga menginginkan adanya desain sistem Pemilu serentak yang ajeg dan stabil untuk dapat digunakan selama 20-30 tahun ke depan. Dalam konteks itu, pembahasan revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada harus ditempatkan urgensinya dalam desain sistem yang jauh lebih matang untuk tidak digonta-ganti setiap menjelang Pemilu.
"Oleh karena itu, saya menyayangkan perdebatan terkait dengan tahun Pilkada dalam diskusi revisi RUU tersebut tanpa melihat kepentingan jangka panjang Undang-undang ini dihadirkan," tuturnya.
(Baca: Dukung PDIP, Partai Gelora: Pilkada 2022 dan 2023 Bisa Tingkatkan Covid-19)
Dia menambahkan, kontestasi Pilpres 2024 seharusnya dipersiapkan tim pemenangannya oleh partai politik secara matang dari sekarang, bukan semata-mata mengganti aturan terkait waktu pelaksanaan Pilkada. Siapapun calonnya, lanjut dia, Parpol seharusnya mulai persiapan tersebut tanpa melihat konteks Pilkada karena tentu tujuannya untuk Pilpres.
"Oleh karena itu, calon yang dipersiapkan seharusnya tidak perlu pusing akan situasi pilkada. Konteks ini harus dipahami dalam persiapan Pilpres 2024 yang bisa dilakukan siapapun dan tidak perlu saling menghalangi siapapun yang ingin bertarung," ungkapnya.
Aditya mengatakan urgensi revisi UU Pemilu dan Pilkada terletak pada bagaimana menempatkan konsensus politik yang terkait dengan Pemilu Serentak dalam putusan MK yang sudah disampaikan tahun lalu. "Oleh karena itu, saya pikir DPR dapat segera menyelesaikan naskah tersebut dan membahasnya bersama pemerintah," ungkapnya.
(Baca: Polemik Pilkada, Ini Dua Sikap PDIP yang Dinilai Bertolak Belakang)
Lebih lanjut dia mengatakan, momentum politik tahun 2021-2024 dapat dipahami ada korelasinya dengan situasi pandemi saat ini. Dia melanjutkan bahwa agenda kesehatan (vaksinisasi) dan perbaikan ekonomi yang menjadi fokus utama dari seluruh kekuatan bangsa. "Maka seharusnya hal ini dapat dipahami dalam konteks perdebatan politik yang ada dalam pembahasan RUU Pemilu dan Pilkada," ujarnya.
Dia menuturkan, pengalaman Pilkada 2020 pada masa pandemi tentu mencerminkan situasi kepemiluan kita yang tidak mudah dan perlu kesiapan banyak hal, termasuk regulasinya yang utama. "Artinya, apabila pemilih sudah ada kepastian terkait dengan vaksin dan situasi ekonomi yang jauh lebih memadai, maka tentu pelaksanaan Pemilu 2024 dapat diselenggarakan dengan kondisi yang lebih serius dan matang dibandingkan situasi di tahun 2020 lalu," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pembahasan revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada yang benar-benar jauh lebih matang dan serius adalah keharusan demi menghasilkan sistem Pemilu yang lebih ajeg dan memberi kepastian bagi seluruh pihak, termasuk pemilih. "Serta bagaimana kerangka Pemilu 2024 seharusnya menjadi titik akhir bahwa pemilu aman dan nyaman dapat dilakukan dengan mudah dengan persyaratan dukungan luas publik," pungkasnya.
"Artinya, DPR jangan terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek demi kontestasi persiapan Pilpres 2024 yaitu memperbincangkan nasib Pilkada 2022," ujar Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Aditya Perdana dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (30/1/2021).
Padahal, kata dia, DPR sendiri yang juga menginginkan adanya desain sistem Pemilu serentak yang ajeg dan stabil untuk dapat digunakan selama 20-30 tahun ke depan. Dalam konteks itu, pembahasan revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada harus ditempatkan urgensinya dalam desain sistem yang jauh lebih matang untuk tidak digonta-ganti setiap menjelang Pemilu.
"Oleh karena itu, saya menyayangkan perdebatan terkait dengan tahun Pilkada dalam diskusi revisi RUU tersebut tanpa melihat kepentingan jangka panjang Undang-undang ini dihadirkan," tuturnya.
(Baca: Dukung PDIP, Partai Gelora: Pilkada 2022 dan 2023 Bisa Tingkatkan Covid-19)
Dia menambahkan, kontestasi Pilpres 2024 seharusnya dipersiapkan tim pemenangannya oleh partai politik secara matang dari sekarang, bukan semata-mata mengganti aturan terkait waktu pelaksanaan Pilkada. Siapapun calonnya, lanjut dia, Parpol seharusnya mulai persiapan tersebut tanpa melihat konteks Pilkada karena tentu tujuannya untuk Pilpres.
"Oleh karena itu, calon yang dipersiapkan seharusnya tidak perlu pusing akan situasi pilkada. Konteks ini harus dipahami dalam persiapan Pilpres 2024 yang bisa dilakukan siapapun dan tidak perlu saling menghalangi siapapun yang ingin bertarung," ungkapnya.
Aditya mengatakan urgensi revisi UU Pemilu dan Pilkada terletak pada bagaimana menempatkan konsensus politik yang terkait dengan Pemilu Serentak dalam putusan MK yang sudah disampaikan tahun lalu. "Oleh karena itu, saya pikir DPR dapat segera menyelesaikan naskah tersebut dan membahasnya bersama pemerintah," ungkapnya.
(Baca: Polemik Pilkada, Ini Dua Sikap PDIP yang Dinilai Bertolak Belakang)
Lebih lanjut dia mengatakan, momentum politik tahun 2021-2024 dapat dipahami ada korelasinya dengan situasi pandemi saat ini. Dia melanjutkan bahwa agenda kesehatan (vaksinisasi) dan perbaikan ekonomi yang menjadi fokus utama dari seluruh kekuatan bangsa. "Maka seharusnya hal ini dapat dipahami dalam konteks perdebatan politik yang ada dalam pembahasan RUU Pemilu dan Pilkada," ujarnya.
Dia menuturkan, pengalaman Pilkada 2020 pada masa pandemi tentu mencerminkan situasi kepemiluan kita yang tidak mudah dan perlu kesiapan banyak hal, termasuk regulasinya yang utama. "Artinya, apabila pemilih sudah ada kepastian terkait dengan vaksin dan situasi ekonomi yang jauh lebih memadai, maka tentu pelaksanaan Pemilu 2024 dapat diselenggarakan dengan kondisi yang lebih serius dan matang dibandingkan situasi di tahun 2020 lalu," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pembahasan revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada yang benar-benar jauh lebih matang dan serius adalah keharusan demi menghasilkan sistem Pemilu yang lebih ajeg dan memberi kepastian bagi seluruh pihak, termasuk pemilih. "Serta bagaimana kerangka Pemilu 2024 seharusnya menjadi titik akhir bahwa pemilu aman dan nyaman dapat dilakukan dengan mudah dengan persyaratan dukungan luas publik," pungkasnya.
(muh)