Penjelasan Pemerintah Soal Tudingan Obral Izin Hutan

Kamis, 28 Januari 2021 - 05:45 WIB
loading...
Penjelasan Pemerintah Soal Tudingan Obral Izin Hutan
Kepala Biro Humas Kementerian LHK, Nunu Anugrah. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) membantah keras tudingan beberapa pihak, perihal obral ijin yang disebut terjadi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri LHK Siti Nurbaya. Informasi yang tidak valid ini memaksa Kementerian LHK harus membuka data demi keadilan informasi di publik.

(Baca juga: Jokowi Wanti-Wanti SK Pengelolaan Hutan Tak Pindah Tangan ke Orang Lain)

''Hal paling terpenting bagi Indonesia sebenarnya adalah langkah-langkah perbaikan lingkungan yang konsisten ke depan. Namun sayangnya di situasi bencana, banyak pihak yang memanfaatkan situasi dengan obral data yang tidak benar ke publik. Kewajiban kami adalah meluruskan informasi tersebut, sehingga publik mendapatkan referensi yang tepat,'' tegas Kepala Biro Humas Kementerian LHK, Nunu Anugrah dalam pernyataan tertulis, Kamis (28/1/2021).

(Baca juga: Istana Sebut UU Ciptaker Beri Akses Pengelolaan Hutan dan Lindungi Masyarakat Adat)

Data Kementerian LHK menunjukkan luas areal pemberian ijin kawasan hutan dari berbagai periode pemerintahan, baik untuk kebun, HPH, HTI ataupun tambang/IPPKH (ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Data ini penting disampaikan karena banyak dikaitkan dengan sumber penyebab terjadinya bencana alam akhir-akhir ini.

(Baca juga: Perbaiki Pengelolaan Hutan, Kementerian LHK Terbitkan PIPPIB 2020 Periode I)

Dijelaskan bahwa, selama periode 1984-2020 terdapat izin kebun melalui pelepasan kawasan hutan seluas 7,3 juta hektare, di mana 746 izin seluas 6,7 juta hektare, atau lebih 91%-nya diberikan sebelum Presiden Jokowi memulai pemerintahan pada akhir Oktober 2014.

Di era Presiden Jokowi hingga tahun 2020, ada izin 113 unit seluas lebih dari 600 ribu hektare, di mana 27 lokasi tersebut dengan luas lebih dari 195 ribu hektare telah memperoleh persetujuan prinsip diantara tahun 2012-2014.

''Dengan demikian sebetulnya selama Presiden Jokowi, hanya 5,6% izin kebun dikeluarkan. Jadi lebih dari 91% pelepasan kawasan hutan, atau seluas lebih dari 6,7 juta hektare, selama 36 tahun terakhir, berasal dari era sebelum Pak Jokowi dan Ibu Siti Nurbaya menjabat,'' ungkap Nunu.

Sementara itu data HTI (Hutan Tanaman Industri),antara tahun 1992-2020, tercatat izin dikeluarkan lebih dari 10 juta hektare. Khusus untuk di era Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya, izin dikeluarkan sebanyak 892 ribu hektare atau hanya 8,8% dari keseluruhan izin yang diberikan sebelumnya.

''Itupun dari izin tersebut, hampir 590 ribu ha sebenarnya telah memperoleh persetujuan prinsip dari menteri tahun 2011-2014. Jadi sebenarnya ijin yang dikeluarkan di era Presiden Jokowi hanya seluas 300 ribu ha lebih, atau hampir 3% izin HTI yang telah diberikan selama 28 tahun terakhir,'' jelas Nunu.

Sedangkan hutan alam atau HPH tercatat izin seluas 16,4 juta hektare yang diberikan selama 1997-2020. Selama 2015 2020 era pemerintahan Presiden Jokowi, dikeluarkan izin seluas 400 ribu hektare atau setara dengan di bawah 2,5% dari luas total yang diberikan selama 23 tahun terakhir. Artinya lebih dari 97% izin HPH sudah ada di era sebelum Presiden Jokowi.

Khusus untuk izin tambang/IPPKH yang diberikan dalam kawasan hutan, totalnya lebih kurang 590 ribu hektare sejak orde baru hingga tahun 2020. Sementara di tahun 2015-2020, izin yang keluar seluas 131 ribu ha atau lebih dari 22%. Artinya izin tambang terbesar, lebih dari 300 ribu ha, atau lebih dari 50% diberikan selama periode 2004-2014.

''Dari izin seluas 131 ribu Ha izin IPPKH selama era Presiden Jokowi, seluas 14.410 Ha atau sebanyak 147 unit izin, adalah untuk prasarana fisik umum seperti untuk jalan, bendungan, menara seluler dll. Sedangkan izin tambang dalam rangka ketahanan energi nasional listrik 35.000 MW dan batubara, seluas lebih kurang 117 ribu ha,'' ungkapnya.

Seluruh IPPKH yang diterbitkan Kementerian LHK, jelas Nunu, telah sesuai ketentuan teknis dan hukum, serta dilengkapi dengan ijin Sektor (IUP/KK/PKP2B/IUPTL, Dokumen Lingkungan (Amdal/UKL-UPL), dan rekomendasi Gubernur.

Terhadap kegiatan pertambangan mineral dan batubara, Kementerian LHK juga sudah memberlakukan pengendalian penggunaan kawasan hutan. Antara lain dengan tidak menerbitkan IPPKH baru pada areal kawasan hutan yg masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian ijin Baru (PIPPIB) moratorim hutan primer dan gambut, serta pada area dalam Peta Indikatif TORA dan pada areal ijin Perhutanan Sosial.

Selain itu dilakukan pembatasan kegiatan minerba dengan kuota maksimal 10% dari luas areal izin pemanfaatan atau pengelolaan hutan. Menteri LHK Siti Nurbaya juga membatasi luasan IPPKH untuk kegiatan minerba paling luas untuk 1(satu) IPPKH adalah 1.000 Ha.

''Secara umum luas areal izin tambang dalam kawasan hutan jauh lebih kecil dibanding dengan izin-izin yang diterbitkan oleh Pemda/instansi terkait di luar kawasan hutan, termasuk illegal mining operations yang telah berjalan bertahun-tahun hingga puluhan tahun sebelum era Presiden Jokowi,'' jelas Nunu.

''Oleh karena itu kebijakan pemulihan lingkungan dan law enforcement menjadi komitmen kuat yang dijalankan pada pemerintahan ini. Gakkum KLHK yang baru terbentuk di 2015 bekerja sangat keras, melakukan hal yang mungkin hampir tidak terdengar sebelumnya,'' ujar Nunu.

Tidak hanya menghentikan obral ijin dan melakukan penegakan hukum lingkungan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi juga terus menggeser penguasan izin untuk swasta, dan lebih berpihak ke masyarakat.

Sebelum tahun 2015, izin dikuasai perusahaan hingga mencapai 95,76 %. Sementara izin untuk masyarakat hanya mendapatkan alokasi 4,14 %. Kondisi miris ini kemudian perlahan berubah mulai dari tahun 2015 sampai dengan memasuki tahun 2021.

''Alokasi izin untuk masyarakat melalui program Perhutanan Sosial dan TORA, saat ini telah meningkat hingga mencapai 18,4%. Per Desember 2020, realisasi ijin hutan sosial untuk masyarakat mencapai 4.417.937,72 ha, dengan penerima manfaat sekitar 895.769 KK. Terdapat 6.798 unit SK yang diberikan kepada rakyat, bukan pada korporasi. Angka ini akan terus meningkat dan berpihak kepada rakyat,'' jelas Nunu.

Pelibatan masyarakat juga menjadi salah satu kunci Kementerian LHK dalam melakukan rehabilitasi atau pemulihan lingkungan. Di antaranya melalui program Kebun Bibit Desa, Kebun Bibit Rakyat, dan berbagai program padat karya lainnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1529 seconds (0.1#10.140)