Mangkir dari Pemanggilan KPK, Bupati Kaur Bengkulu Diminta Kooperatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bupati Kaur, Bengkulu, Gusril Pausi mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 11 Januari 2021.
Pada hari itu Gusril dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus penetapan izin ekspor benih lobster alias benur untuk tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
"Tidak hadir tanpa ada konfirmasi dan akan diagendakan untuk pemanggilan kembali," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).( )
Ali meminta Gusril untuk datang pada pemeriksaan selanjutnya, karena pemanggilan seseorang sebagai saksi termasuk Gusril sangat dibutuhkan keterangannya untuk penyidikan.
"Pemanggilan seseorang sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan untuk menjadi lebih terangnya dugaan rangkaian perbuatan para tersangka," lanjutnya.( )
Untuk itu KPK mengimbau Gusril dan saksi-saksi lainnya agar datang memenuhi panggilan dan bersikap kooperatif. "KPK mengimbau pihak- pihak yang dipanggil KPK agar bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum tersebut," ungkapnya.
KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri KKP Safri, Staf khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.( )
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Pada hari itu Gusril dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus penetapan izin ekspor benih lobster alias benur untuk tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
"Tidak hadir tanpa ada konfirmasi dan akan diagendakan untuk pemanggilan kembali," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).( )
Ali meminta Gusril untuk datang pada pemeriksaan selanjutnya, karena pemanggilan seseorang sebagai saksi termasuk Gusril sangat dibutuhkan keterangannya untuk penyidikan.
"Pemanggilan seseorang sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan untuk menjadi lebih terangnya dugaan rangkaian perbuatan para tersangka," lanjutnya.( )
Untuk itu KPK mengimbau Gusril dan saksi-saksi lainnya agar datang memenuhi panggilan dan bersikap kooperatif. "KPK mengimbau pihak- pihak yang dipanggil KPK agar bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum tersebut," ungkapnya.
KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri KKP Safri, Staf khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.( )
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
(dam)