Perjuangan Tanpa Lelah Relawan Covid-19 Bantu Masyarakat Hadapi Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mobil ambulans Daihatsu Gran Max berkelir putih dengan logo Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di pintu, dan bertuliskan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 di badan mobil itu melesat cepat membelah kemacetan ibukota, mengangkut pasien dari Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Utara. Suara sirinenya meraung-raung meminta kepada para pengguna jalan untuk menepi sejenak.
Pengemudinya yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berkonsentrasi penuh memacu mobil dengan kapasitas mesin 1.300 cc 4 silinder bertenaga 87 hp dan torsi 115 Nm itu. Meski bermesin bensin, Daihatsu Gran Max memang dikenal memiliki performa tangguh. Mobil ini memiliki beberapa varian dan kerap digunakan untuk mengangkut barang. Tak ada yang menyangka sosok dibalik kemudi mobil yang bergerak lincah itu adalah Ika Dewi Maharani. Seorang relawan Satgas Covid-19. Tujuan ambluans itu adalah Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tempat rujukan perawatan pasien Covid-19.
(Baca Juga : Tantangan Para Relawan COVID-19, Satgas: Mengajak Menerapkan Protokol Kesehatan )
Sejatinya Ika bukanlah pengemudi ambulans, dia adalah perawat. Namun, saat mendaftar sebagai relawan pada Maret 2020 silam, Ika mendapat tugas tambahan, menyopiri ambulans. Tanpa memberikan protes sedikitpun, Ika menerima tugas itu, karena niatnya membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19, tanpa pamrih. Setiap hari, Ika harus menjemput pasien Covid-19 dari puskesmas, rumah sakit, hingga rumah pasien. Jika pada awal masa pandemi Ika hanya menjemput beberapa pasien di Jakarta, namun belakangan seiring dengan bertambahnya kasus positif Covid-19, yang dijemput Ika untuk diantar ke RSD Wisma Atlet pun bertambah.
“Sekarang bisa 15 orang sehari dan tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga dari Bogor, Tangerang dan daerah lainnya,”ungkapnya kepada SINDOnews, kemarin. Banyaknya pasien dari luar Jakarta yang harus dirujuk ke Wisma Atlet lantaran di daerah itu kapasitas rumah sakit sudah tidak memungkinkan untuk menampung pasien baru. “Sehingga rujukannya ke Wisma Atlet. Bisa dua hingga tiga kali dalam satu hari menjemput pasien ke Bogor,”tegasnya. Ika pun harus bekerja ekstra keras menaklukkan kemacetan di kawasan Parung, Cibinong, Dramaga, hingga Ciangsana di wilayah Gunung Putri, Bogor. Apalagi mobil ambulans yang dikemudikannya tidak dilengkapi dengan fitur power steering.
Meski menggunakan ambulans dengan logo BNPB, namun bukan berarti proses penjemputan dan pengantaran pasien ke Wisma Atlet selalu berlangsung lancar. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan Ika saat melintas di ruas jalan di dalam kota Jakarta, bahkan jalan tol sekalipun. “Dulu saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jalanan sepi. Sekarang kondisinya sudah seperti saat kondisi normal. Saya sudah nyalakan sirine plus klakson. Tapi ada pengendara yang kadang bersikap bodo amat. Di lampu merah pun kadang ada kendaraan dari arah berlawanan yang tidak memberikan jalan,”ungkapnya.
Padahal, Ika harus bergegas mengantarkan pasien ke RSD Wisma Atlet dan langsung menjemput pasien lainnya. Namun, karena terlatih sebagai tenaga medis, Ika pun menyikapinya dengan penuh kesabaran. Mengemudikan ambulans dengan intensitas hingga 15 trip per hari bukanlah perkara mudah bagi seorang perempuan. Waktu bertugasnya pun bisa dibilang cukup lama, dari jam 09:00 WIB pagi hingga 21:00 WIB malam. Saat mendaftar sebagai relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Ika yang masih berumur 26 tahun itu berpikiran akan ditugaskan sebagai perawat seperti halnya petugas medis di National Command Center (NCC)119, dimana perempuan hanya bertugas melayani pasien di ambulans.
(Baca Juga : Ikut Pelatihan, Relawan Covid-19 di Sulsel Bertambah 1.000 Orang )
Namun, tugas yang diberikan kepada Ika lebih dari sekadar perawat lantaran perempuan asal Ternate itu bisa mengemudi, memiliki Surat ijin Mengemudi (SIM), dan mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR). “Ternyata jadi driver juga, jadi punya double job sebagai perawat dan sebagai sopir, karena partner saya sebelumnya tidak bisa menyetir,”ujarnya. Tak hanya itu, Ika pun memiliki tugas yang sejatinya harus dilakukan oleh seorang mekanik.
Misalnya, melakukan inspeksi kendaraan sebelum digunakan seperti melakukan pengecekan sirine, kondisi mesin, air radiator, peralatan oksigen di kabin pasien, bahkan mengganti sendiri ban mobilnya saat bocor. “Kalau untuk isi freon maupun service bawa sendiri ke bengkel, jadi seperti merawat mobil pribadi, tapi sebenarnya mobil Satgas dan biayanya semua yang tanggung mereka,”urainya. Saat ini, Satgas Penanganan Covid-19 memiliki 15 ambulans, dan dioperasikan secara bergantian. Setiap hari ada 8 unit ambulans yang beroperasi, termasuk yang dikemudikan Ika, sisanya baru beroperasi keesokan harinya.
Menaklukkan Berbagai Tantangan
Tantangan yang dihadapi Ika lainnya yakni mengemudikan ambulans dengan menggunakan APD lengkap. Juga terbatasnya jarak pandang karena kabin pengemudi dengan kabin pasien terhalang sekat sehingga Ika hanya mengandalkan spion kanan dan kiri mobil untuk memantau kondisi lalu lintas di belakangnya.
Dengan pakaian yang tertutup rapat dari ujung kepala hingga ujung kaki, plus sepatu boot berukuran besar, terkadang Ika merasa tidak nyaman, meskipun pendingin udara di kabin sudah diputar maksimal. “Bahkan, pernah saat injak rem ketuker injak kopling,”ungkap Ika yang lulus D3 Perawat di salah satu perguruan tinggi di Surabaya pada 2014 silam itu. Tak hanya itu, dengan menggunakan handscoon, face shield ditambah kacamata google, dengan pandangan yang terbatas dan lingkar kemudi yang licin karena tak bisa digenggam dengan erat, Ika harus jeli mencari celah jalan saat membelah kemacetan.
“Jadi memang harus fokus dan jeli mengemudikan mobil dengan kondisi badan dibungkus rapat dan pandangan yang terbatas,”tuturnya. Meskipun demikian, Ika mengaku tak pernah ada masalah serius di Daihatsu Gran Max yang dikemudikannya. Masalah yang pernah timbul yakni sirine yang tak mengeluarkan bunyi. Namun, Ika mengaku menikmati pekerjaan yang dilakoninya selama hampir sembilan bulan dan penuh tantangan itu. Sekarang, dengan adanya partner, Ika mengaku cukup terbantu untuk mengetahui kondisi lalu lintas disekitarnya.
(Baca Juga : Relawan Covid-19, Bergerak Tanpa Berkumpul )
Tetapi, apabila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk ditinggal sendirian dan harus mendapatkan pendampingan, misalnya pasien harus mendapatkan bantaun pernafasan dari selang oksigen, infus, maupun diperlukan obeservasi, tetap saja Ika harus sendirian di ruang kemudi. Tak jarang pula, Ika harus berangkat lebih pagi jika lokasi pasien yang dijemput cukup jauh.
Mengakhiri tugas pun terkadang hingga larut malam, melebihi jadwal yang ditetapkan. Beruntung, sekarang Ika mendapatkan partner yang bisa mengemudikan kendaraan. “Dulu sendirian, karena rekan tidak bisa nyopir. Sekarang bisa bergantian,”ujar peraih anugerah SATU Indonesia Award untuk kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19 dari PT Astra International, Tbk. itu.
Meskipun menghadapi beragam tantangan, namun Ika merasa bersyukur bisa mengantarkan pasien ke Wisma Atlet untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Ika baru bisa beristirahat setelah semua pasien yang dijemputnya diantar ke RSD Wisma Atlet dan dirinya serta mobil yang dikemudikannya sudah melalui prosedur dekontaminasi. Ika pun mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya, terutama ibunya untuk terus melaksanakan tugasnya sebagai relawan.
Meskipun pada awalnya, sang ibu kaget saat Ika mengabarkan kepada orangtuanya bahwa dirinya menjadi relawan penanganan Covid-19 di Jakarta. “Saat akan bergabung sebagai relawan kebetulan saya di Surabaya, ibu di Ternate. Lalu saya telpon untuk meminta ijin ke Jakarta sebagai relawan. Orangtua kaget dan bilang kamu sudah gila kah disana kan banyak Covid. Lalu saya jawab, aku mau melayani bagaimanapun kondisi pasien kita layani tidak boleh pilih-pilih. Dari situ akhirnya orang tua memberikan restu dan terus support. Malah sekarang bangga saya bisa bantu banyak orang,”urainya.
Ditengah kerja kerasnya untuk menjemput dan mengantar pasien ke RSD Wisma Atlet, Ika pun tetap menjaga kesehatannya. Satgas Covid-19 juga memberikan waktu libur kepada para relawannya. Ika pun memanfaatkan waktu istirahatnya untuak menjaga kondisinya. Salah satu yang rutin dilakukannya adalah minum susu dan vitamin apabila dia merasa badannya kurang prima.
“Istirahat kadang di mess rumah sakit di Cempaka Putih, kadang di mess RS UI Depok,”katanya. Ika pun berpesan kepada masyarakat untuk selalu menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Karena pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman nyata di tengah masyarakat, dimanapun. Apalagi virus Covid-19 tak bisa dilihat dengan mata.
Karenanya, masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk di lingkungan keluarganya. Karena sebagian besar pasien yang dijemput Ika, terpapar dari keluarganya. “Menerapkan protokol kesehatan saja tidak cukup, harus tetap harus waspada. Masyarakat harus punya niat untuk mengakhiri ini semua. Jaga jarak, jangan berkerumun, karena kita tidak tahu sedang membawa virus atau tidak. Kita bisa menularkan ke orang lain terutama keluarga,”paparnya.
Sama halnya seperti masyarakat Indonesia, sebagai tenaga medis, Ika pun berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Sehingga masyarakat bisa kembali hidup normal. “Hampir satu tahun kita menghadapi pandemi. Kami tenaga medis memakai APD bukan hal yang mudah, sangat tidak nyaman, tetapi kami ikhlas demi masyarakat. Jika masyarakat tidak menjaga diri atau tidak mau menerapkan protokol pencegahan Covid-19, kami akan terus seperti ini,”kata Ika. Dia juga berharap kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan semakin meningkat pada tahun 2021 esok.
Wujud Kepedulian Kepada Sesama
Tak hanya Ika yang memberikan perhatian dan kepedulian cukup besar untuk membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi Covid 19. Hal yang sama juga dilakukan oleh Arya Ananda Indrajaya Lukmana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) angkatan 2018. Bersama delapan temannya dari FKUI dan delapan lagi dari Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI, Arya menciptakan aplikasi EndCorona.
Aplikasi yang saat ini bisa diunduh di Google Playstore dan IOS itu sudah diunduh di 50 negara di dunia. Arya, yang pernah berpartisipasi di kontes robotik di Beijing, China itu mengatakan, pengembangan aplikasi EndCorona dilakukan sebelum virus Covid-19 masuk ke Indonesia. ‘’Kami kembangkan sejak Februari 2020, karena virus sudah menyebar ke banyak negara dan kami perkirakan masuk juga ke Indonesia,’’tegasnya kepada SINDOnews. Prediksi Arya tepat, pada awal Maret 2020 pemerintah mengumumkan kasus pertama Covid-19. Arya dan kawan-kawannya pun mempercepat peluncuran aplikasi itu.
Dia mengatakan, aplikasi yang dikembangkan bisa membantu masyarakat melakukan asesmen dan mengelompokkan sesuai kerentanannya terpapar Covid-19. Dalam aplikasi itu, akan diketahui apakah seseorang masuk ke dalam kategori risiko rendah, hati-hati, rentan, atau sangat rentan. Menurut Arya, fitur yang ada di dalam EndCorona terdiri dari asesmen kerentanan Covid-19, hotline lengkap rumah sakit di Indonesia dan Dinas Kesehatan (Dinkes) daerah se-Indonesia.
Juga helpline FKUI, konten edukasi dan berita terpercaya, statistik harian, dan data tracking untuk penelitian. “Platform ini menggunakan teknologi Cloud sehingga akan cepat dengan downtime hampir tidak ada. Kami berharap melalui aplikasi ini, masyarakat dapat menyadari akan risiko mereka terpapar Covid-19 dan bertindak sesuai dengan kerentanan masing-masing,”ujar pemuda yang juga meraih anugerah SATU Indonesia Award itu.
Sebagai inisiator, Arya yang juga mendalami teknologi robotik ini mengatakan, dirinya berharap EndCorona bisa membantu orang berpikir lebih jernih, tidak takut berlebihan dan mendapatkan informasi yang aktual dan faktual. Pengembangan aplikasi EcndCorona itu kini juga melibatkan banyak dokter spesialis. Bahkan, EndCorona bisa diakses masyarakat selama 24 jam. Didalamnya terdapat juga informasi mengenai fasilitas kesehatan hingga ke daerah yang bisa dijadikan rujukan masyarakat apabila merasa memiliki gejala terpapar Covid-19.
“Kami juga bekerjasama dengan pihak lain agar tercipta ekosistem untuk mengatasi masalah pandemi ini secara bersama-sama,”tuturnya. Bersama teman-temannya Arya pun tanpa henti menyempurnakan aplikasi yang dikembangkan. Termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat di kawasan tempat tinggalnya di Cilegon, Banten. “Kami terus melakukan sosialisasi agar masyarakat semakin memiliki kepedulian. Edukasi dan sosialisasi kami lakukan termasuk dengan melakukan bhakti sosial di beberapa wilayah,”ungkap Arya.
Proses edukasi melalui e-book yang melibatkan belasan dokter spesialis dan berkolaborasi dengan lembaga sosial lainnya terus dilakukan. Juga melakukan kolaborasi dengan pemerintah. Bersama sejumlah kawannya yang berkuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Arya gencar mengedukasi masyarakat Cilehon untuk menerapkan pola hidup sehat, mematuhi protokol kesehatan dan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menjadi penyebaran virus Covid-19.
Arya pun menaruh harapan besar kepada masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan. Jika terpaksa harus keluar rumah, Arya meminta kepada masyarakat untuk selalu menggunakan masker, dan menjaga jarak satu dengan lainnya. Apalagi, pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir. ”Kita masih akan berdampingan dengan Covid-19. Kami juga berharap masyarakat memanfaatkan aplikasi yang kami kembangkan ini. Semoga apa yang kami ciptakan ini bisa digunakan secara maksimal oleh masyarakat ataupun pihak lain,’’paparnya.
Aplikasi EndCorona diharapkan mampu menjadi salah satu solusi dan upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. “Pada situasi dan kondisi saat ini masyarakat membutuhkan informasi mengenai penyakit Covid-19. Mudah-mudahan aplikasi ini bisa menjadi salah satu solusi dan upaya bagi masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19,”ujar Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB.
Dekan Fasilkom UI, Dra. Mirna Adriani, Ph.D, menambahkan, EndCorona dapat menjadi contoh kerja sama multidisiplin antar fakultas serta menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi tulang punggung masyarakat untuk membantu meredam kegelisahan masyarakat. “Diharapkan melalui aplikasi ini, UI turut berkontribusi membantu negara di dalam menyelesaikan permasalahan terkait wabah Covid-19,”tegasnya.
Banyak pihak yang memberikan apresiasi dan dukungan atas ketulusan anak-anak muda tersebut dalam berjuang mengatasi pandemi Covid-19. Salah satunya melalui Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards yang pada tahun ini berusia 11 tahun.
"Sebagian dari kita mungkin selama ini menganggap berbagi hanya bisa dilakukan saat kita punya uang. Tapi ternyata banyak yang dilakukan anak-anak muda dalam memerangi COVID-19 bemanfaat bagi masyarakat sekitanya. Kami yakin di luar sana banyak anak muda berjuang tanpa pamrih seperti mereka. Pada akhirnya kita tahu berbagi tak diukur dari nominal melainkan soal ketulusan hati,” ujar Chief of Corporate Affairs Astra Riza Deliansyah.
Pengemudinya yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berkonsentrasi penuh memacu mobil dengan kapasitas mesin 1.300 cc 4 silinder bertenaga 87 hp dan torsi 115 Nm itu. Meski bermesin bensin, Daihatsu Gran Max memang dikenal memiliki performa tangguh. Mobil ini memiliki beberapa varian dan kerap digunakan untuk mengangkut barang. Tak ada yang menyangka sosok dibalik kemudi mobil yang bergerak lincah itu adalah Ika Dewi Maharani. Seorang relawan Satgas Covid-19. Tujuan ambluans itu adalah Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tempat rujukan perawatan pasien Covid-19.
(Baca Juga : Tantangan Para Relawan COVID-19, Satgas: Mengajak Menerapkan Protokol Kesehatan )
Sejatinya Ika bukanlah pengemudi ambulans, dia adalah perawat. Namun, saat mendaftar sebagai relawan pada Maret 2020 silam, Ika mendapat tugas tambahan, menyopiri ambulans. Tanpa memberikan protes sedikitpun, Ika menerima tugas itu, karena niatnya membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19, tanpa pamrih. Setiap hari, Ika harus menjemput pasien Covid-19 dari puskesmas, rumah sakit, hingga rumah pasien. Jika pada awal masa pandemi Ika hanya menjemput beberapa pasien di Jakarta, namun belakangan seiring dengan bertambahnya kasus positif Covid-19, yang dijemput Ika untuk diantar ke RSD Wisma Atlet pun bertambah.
“Sekarang bisa 15 orang sehari dan tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga dari Bogor, Tangerang dan daerah lainnya,”ungkapnya kepada SINDOnews, kemarin. Banyaknya pasien dari luar Jakarta yang harus dirujuk ke Wisma Atlet lantaran di daerah itu kapasitas rumah sakit sudah tidak memungkinkan untuk menampung pasien baru. “Sehingga rujukannya ke Wisma Atlet. Bisa dua hingga tiga kali dalam satu hari menjemput pasien ke Bogor,”tegasnya. Ika pun harus bekerja ekstra keras menaklukkan kemacetan di kawasan Parung, Cibinong, Dramaga, hingga Ciangsana di wilayah Gunung Putri, Bogor. Apalagi mobil ambulans yang dikemudikannya tidak dilengkapi dengan fitur power steering.
Meski menggunakan ambulans dengan logo BNPB, namun bukan berarti proses penjemputan dan pengantaran pasien ke Wisma Atlet selalu berlangsung lancar. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan Ika saat melintas di ruas jalan di dalam kota Jakarta, bahkan jalan tol sekalipun. “Dulu saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jalanan sepi. Sekarang kondisinya sudah seperti saat kondisi normal. Saya sudah nyalakan sirine plus klakson. Tapi ada pengendara yang kadang bersikap bodo amat. Di lampu merah pun kadang ada kendaraan dari arah berlawanan yang tidak memberikan jalan,”ungkapnya.
Padahal, Ika harus bergegas mengantarkan pasien ke RSD Wisma Atlet dan langsung menjemput pasien lainnya. Namun, karena terlatih sebagai tenaga medis, Ika pun menyikapinya dengan penuh kesabaran. Mengemudikan ambulans dengan intensitas hingga 15 trip per hari bukanlah perkara mudah bagi seorang perempuan. Waktu bertugasnya pun bisa dibilang cukup lama, dari jam 09:00 WIB pagi hingga 21:00 WIB malam. Saat mendaftar sebagai relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Ika yang masih berumur 26 tahun itu berpikiran akan ditugaskan sebagai perawat seperti halnya petugas medis di National Command Center (NCC)119, dimana perempuan hanya bertugas melayani pasien di ambulans.
(Baca Juga : Ikut Pelatihan, Relawan Covid-19 di Sulsel Bertambah 1.000 Orang )
Namun, tugas yang diberikan kepada Ika lebih dari sekadar perawat lantaran perempuan asal Ternate itu bisa mengemudi, memiliki Surat ijin Mengemudi (SIM), dan mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR). “Ternyata jadi driver juga, jadi punya double job sebagai perawat dan sebagai sopir, karena partner saya sebelumnya tidak bisa menyetir,”ujarnya. Tak hanya itu, Ika pun memiliki tugas yang sejatinya harus dilakukan oleh seorang mekanik.
Misalnya, melakukan inspeksi kendaraan sebelum digunakan seperti melakukan pengecekan sirine, kondisi mesin, air radiator, peralatan oksigen di kabin pasien, bahkan mengganti sendiri ban mobilnya saat bocor. “Kalau untuk isi freon maupun service bawa sendiri ke bengkel, jadi seperti merawat mobil pribadi, tapi sebenarnya mobil Satgas dan biayanya semua yang tanggung mereka,”urainya. Saat ini, Satgas Penanganan Covid-19 memiliki 15 ambulans, dan dioperasikan secara bergantian. Setiap hari ada 8 unit ambulans yang beroperasi, termasuk yang dikemudikan Ika, sisanya baru beroperasi keesokan harinya.
Menaklukkan Berbagai Tantangan
Tantangan yang dihadapi Ika lainnya yakni mengemudikan ambulans dengan menggunakan APD lengkap. Juga terbatasnya jarak pandang karena kabin pengemudi dengan kabin pasien terhalang sekat sehingga Ika hanya mengandalkan spion kanan dan kiri mobil untuk memantau kondisi lalu lintas di belakangnya.
Dengan pakaian yang tertutup rapat dari ujung kepala hingga ujung kaki, plus sepatu boot berukuran besar, terkadang Ika merasa tidak nyaman, meskipun pendingin udara di kabin sudah diputar maksimal. “Bahkan, pernah saat injak rem ketuker injak kopling,”ungkap Ika yang lulus D3 Perawat di salah satu perguruan tinggi di Surabaya pada 2014 silam itu. Tak hanya itu, dengan menggunakan handscoon, face shield ditambah kacamata google, dengan pandangan yang terbatas dan lingkar kemudi yang licin karena tak bisa digenggam dengan erat, Ika harus jeli mencari celah jalan saat membelah kemacetan.
“Jadi memang harus fokus dan jeli mengemudikan mobil dengan kondisi badan dibungkus rapat dan pandangan yang terbatas,”tuturnya. Meskipun demikian, Ika mengaku tak pernah ada masalah serius di Daihatsu Gran Max yang dikemudikannya. Masalah yang pernah timbul yakni sirine yang tak mengeluarkan bunyi. Namun, Ika mengaku menikmati pekerjaan yang dilakoninya selama hampir sembilan bulan dan penuh tantangan itu. Sekarang, dengan adanya partner, Ika mengaku cukup terbantu untuk mengetahui kondisi lalu lintas disekitarnya.
(Baca Juga : Relawan Covid-19, Bergerak Tanpa Berkumpul )
Tetapi, apabila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk ditinggal sendirian dan harus mendapatkan pendampingan, misalnya pasien harus mendapatkan bantaun pernafasan dari selang oksigen, infus, maupun diperlukan obeservasi, tetap saja Ika harus sendirian di ruang kemudi. Tak jarang pula, Ika harus berangkat lebih pagi jika lokasi pasien yang dijemput cukup jauh.
Mengakhiri tugas pun terkadang hingga larut malam, melebihi jadwal yang ditetapkan. Beruntung, sekarang Ika mendapatkan partner yang bisa mengemudikan kendaraan. “Dulu sendirian, karena rekan tidak bisa nyopir. Sekarang bisa bergantian,”ujar peraih anugerah SATU Indonesia Award untuk kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19 dari PT Astra International, Tbk. itu.
Meskipun menghadapi beragam tantangan, namun Ika merasa bersyukur bisa mengantarkan pasien ke Wisma Atlet untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Ika baru bisa beristirahat setelah semua pasien yang dijemputnya diantar ke RSD Wisma Atlet dan dirinya serta mobil yang dikemudikannya sudah melalui prosedur dekontaminasi. Ika pun mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya, terutama ibunya untuk terus melaksanakan tugasnya sebagai relawan.
Meskipun pada awalnya, sang ibu kaget saat Ika mengabarkan kepada orangtuanya bahwa dirinya menjadi relawan penanganan Covid-19 di Jakarta. “Saat akan bergabung sebagai relawan kebetulan saya di Surabaya, ibu di Ternate. Lalu saya telpon untuk meminta ijin ke Jakarta sebagai relawan. Orangtua kaget dan bilang kamu sudah gila kah disana kan banyak Covid. Lalu saya jawab, aku mau melayani bagaimanapun kondisi pasien kita layani tidak boleh pilih-pilih. Dari situ akhirnya orang tua memberikan restu dan terus support. Malah sekarang bangga saya bisa bantu banyak orang,”urainya.
Ditengah kerja kerasnya untuk menjemput dan mengantar pasien ke RSD Wisma Atlet, Ika pun tetap menjaga kesehatannya. Satgas Covid-19 juga memberikan waktu libur kepada para relawannya. Ika pun memanfaatkan waktu istirahatnya untuak menjaga kondisinya. Salah satu yang rutin dilakukannya adalah minum susu dan vitamin apabila dia merasa badannya kurang prima.
“Istirahat kadang di mess rumah sakit di Cempaka Putih, kadang di mess RS UI Depok,”katanya. Ika pun berpesan kepada masyarakat untuk selalu menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Karena pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman nyata di tengah masyarakat, dimanapun. Apalagi virus Covid-19 tak bisa dilihat dengan mata.
Karenanya, masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk di lingkungan keluarganya. Karena sebagian besar pasien yang dijemput Ika, terpapar dari keluarganya. “Menerapkan protokol kesehatan saja tidak cukup, harus tetap harus waspada. Masyarakat harus punya niat untuk mengakhiri ini semua. Jaga jarak, jangan berkerumun, karena kita tidak tahu sedang membawa virus atau tidak. Kita bisa menularkan ke orang lain terutama keluarga,”paparnya.
Sama halnya seperti masyarakat Indonesia, sebagai tenaga medis, Ika pun berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Sehingga masyarakat bisa kembali hidup normal. “Hampir satu tahun kita menghadapi pandemi. Kami tenaga medis memakai APD bukan hal yang mudah, sangat tidak nyaman, tetapi kami ikhlas demi masyarakat. Jika masyarakat tidak menjaga diri atau tidak mau menerapkan protokol pencegahan Covid-19, kami akan terus seperti ini,”kata Ika. Dia juga berharap kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan semakin meningkat pada tahun 2021 esok.
Wujud Kepedulian Kepada Sesama
Tak hanya Ika yang memberikan perhatian dan kepedulian cukup besar untuk membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi Covid 19. Hal yang sama juga dilakukan oleh Arya Ananda Indrajaya Lukmana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) angkatan 2018. Bersama delapan temannya dari FKUI dan delapan lagi dari Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI, Arya menciptakan aplikasi EndCorona.
Aplikasi yang saat ini bisa diunduh di Google Playstore dan IOS itu sudah diunduh di 50 negara di dunia. Arya, yang pernah berpartisipasi di kontes robotik di Beijing, China itu mengatakan, pengembangan aplikasi EndCorona dilakukan sebelum virus Covid-19 masuk ke Indonesia. ‘’Kami kembangkan sejak Februari 2020, karena virus sudah menyebar ke banyak negara dan kami perkirakan masuk juga ke Indonesia,’’tegasnya kepada SINDOnews. Prediksi Arya tepat, pada awal Maret 2020 pemerintah mengumumkan kasus pertama Covid-19. Arya dan kawan-kawannya pun mempercepat peluncuran aplikasi itu.
Dia mengatakan, aplikasi yang dikembangkan bisa membantu masyarakat melakukan asesmen dan mengelompokkan sesuai kerentanannya terpapar Covid-19. Dalam aplikasi itu, akan diketahui apakah seseorang masuk ke dalam kategori risiko rendah, hati-hati, rentan, atau sangat rentan. Menurut Arya, fitur yang ada di dalam EndCorona terdiri dari asesmen kerentanan Covid-19, hotline lengkap rumah sakit di Indonesia dan Dinas Kesehatan (Dinkes) daerah se-Indonesia.
Juga helpline FKUI, konten edukasi dan berita terpercaya, statistik harian, dan data tracking untuk penelitian. “Platform ini menggunakan teknologi Cloud sehingga akan cepat dengan downtime hampir tidak ada. Kami berharap melalui aplikasi ini, masyarakat dapat menyadari akan risiko mereka terpapar Covid-19 dan bertindak sesuai dengan kerentanan masing-masing,”ujar pemuda yang juga meraih anugerah SATU Indonesia Award itu.
Sebagai inisiator, Arya yang juga mendalami teknologi robotik ini mengatakan, dirinya berharap EndCorona bisa membantu orang berpikir lebih jernih, tidak takut berlebihan dan mendapatkan informasi yang aktual dan faktual. Pengembangan aplikasi EcndCorona itu kini juga melibatkan banyak dokter spesialis. Bahkan, EndCorona bisa diakses masyarakat selama 24 jam. Didalamnya terdapat juga informasi mengenai fasilitas kesehatan hingga ke daerah yang bisa dijadikan rujukan masyarakat apabila merasa memiliki gejala terpapar Covid-19.
“Kami juga bekerjasama dengan pihak lain agar tercipta ekosistem untuk mengatasi masalah pandemi ini secara bersama-sama,”tuturnya. Bersama teman-temannya Arya pun tanpa henti menyempurnakan aplikasi yang dikembangkan. Termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat di kawasan tempat tinggalnya di Cilegon, Banten. “Kami terus melakukan sosialisasi agar masyarakat semakin memiliki kepedulian. Edukasi dan sosialisasi kami lakukan termasuk dengan melakukan bhakti sosial di beberapa wilayah,”ungkap Arya.
Proses edukasi melalui e-book yang melibatkan belasan dokter spesialis dan berkolaborasi dengan lembaga sosial lainnya terus dilakukan. Juga melakukan kolaborasi dengan pemerintah. Bersama sejumlah kawannya yang berkuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Arya gencar mengedukasi masyarakat Cilehon untuk menerapkan pola hidup sehat, mematuhi protokol kesehatan dan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menjadi penyebaran virus Covid-19.
Arya pun menaruh harapan besar kepada masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan. Jika terpaksa harus keluar rumah, Arya meminta kepada masyarakat untuk selalu menggunakan masker, dan menjaga jarak satu dengan lainnya. Apalagi, pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir. ”Kita masih akan berdampingan dengan Covid-19. Kami juga berharap masyarakat memanfaatkan aplikasi yang kami kembangkan ini. Semoga apa yang kami ciptakan ini bisa digunakan secara maksimal oleh masyarakat ataupun pihak lain,’’paparnya.
Aplikasi EndCorona diharapkan mampu menjadi salah satu solusi dan upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. “Pada situasi dan kondisi saat ini masyarakat membutuhkan informasi mengenai penyakit Covid-19. Mudah-mudahan aplikasi ini bisa menjadi salah satu solusi dan upaya bagi masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19,”ujar Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB.
Dekan Fasilkom UI, Dra. Mirna Adriani, Ph.D, menambahkan, EndCorona dapat menjadi contoh kerja sama multidisiplin antar fakultas serta menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi tulang punggung masyarakat untuk membantu meredam kegelisahan masyarakat. “Diharapkan melalui aplikasi ini, UI turut berkontribusi membantu negara di dalam menyelesaikan permasalahan terkait wabah Covid-19,”tegasnya.
Banyak pihak yang memberikan apresiasi dan dukungan atas ketulusan anak-anak muda tersebut dalam berjuang mengatasi pandemi Covid-19. Salah satunya melalui Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards yang pada tahun ini berusia 11 tahun.
"Sebagian dari kita mungkin selama ini menganggap berbagi hanya bisa dilakukan saat kita punya uang. Tapi ternyata banyak yang dilakukan anak-anak muda dalam memerangi COVID-19 bemanfaat bagi masyarakat sekitanya. Kami yakin di luar sana banyak anak muda berjuang tanpa pamrih seperti mereka. Pada akhirnya kita tahu berbagi tak diukur dari nominal melainkan soal ketulusan hati,” ujar Chief of Corporate Affairs Astra Riza Deliansyah.
(ton)