Benar Salah soal Sanksi Terbang ke Daerah

Kamis, 31 Desember 2020 - 06:00 WIB
loading...
Benar Salah soal Sanksi Terbang ke Daerah
Kebijakan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji yang menyetop penerbangan maskapai Batik Air dan AirAsia memicu pro dan kontra. (Ilustrasi: KORAN SINDO/Tyud)
A A A
PRO dan kontra atas kebijakan kontroversial Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji yang menyetop penerbangan maskapai Batik Air dan AirAsia belum juga usai. Sepekan berselang sejak menerbitkan sanksi itu Sutarmidji tetap kukuh dengan pendiriannya. Beragam dalih yang dilontarkan para penentangnya pun tak membuat luluh. Bagi Sutarmidji, adanya penumpang Batik Air dan AirAsia yang positif Covid-19 adalah fakta tak terbantahkan.

Lolosnya penumpang positif virus korona ini jelas membuktikan ada ketidakberesan dalam prosedur penerbangan. Sebagai ketua Satgas Covid-19 di daerah, Sutarmidji pantas marah. Lebih-lebih bila tidak ada penjelasan memadai dari Angkasa Pura maupun Kantor Kesehatan Pelabuhan soal lolosnya penumpang yang terinfeksi itu.

Di sisi lain, maskapai, asosiasi maskapai berpenumpang (INACA), dan Kementerian Perhubungan juga seolah tak berdaya. Kendati memiliki peranti dan regulasi cukup kuat, nyatanya modal itu tak mempan. Rute Batik Air ke Pontianak tetap dinonaktifkan sepihak 10 hari, terhitung sejak Senin (28/12/2020) hingga Rabu (6/1/2021). AirAsia beruntung karena hanya diberi sanksi dua hari. Mulai kemarin AirAsia diizinkan mendarat ke Pontianak lagi.

Situasi pelik ini tentu sangat tidak produktif bagi semua pihak. Bahkan, masyarakatlah yang akan banyak dirugikan. Polemik yang menimbulkan berbagai kerugian ini semestinya diselesaikan secepatnya. Langkah paling strategis untuk merumuskan solusi terbaik tentu bertemu. Dengan bertemu, pasti akan ada titik temu. Kalaupun belum berhasil mendapat titik temu, setidaknya para pihak akan memperoleh gambaran utuh atas kekisruhan yang sebenarnya. Dengan begitu, tidak ada lagi kesalahan informasi dan lain halnya sehingga mempercepat lahirnya solusi efektif bagi pihak-pihak yang awalnya bersitegang.

Pertemuan itu penting karena hingga kini masing-masing pihak merasa pada jalur yang benar. Gubernur sebagai pemimpin tertinggi wilayah provinsi merasa bertanggung jawab atas keselamatan jiwa rakyatnya. Soal tanggung jawab ini, Sutarmidji tentu berpegang teguh pada sumpah janji jabatannya. Bagi masyarakat Kalbar, Sutarmidji juga sosok pemimpin yang tegas. Ketegasannya sudah banyak terlihat saat dia memimpin Kota Pontianak sebelumnya. Di sisi lain, maskapai juga tak bisa berbuat banyak karena menilai bukan ranahnya untuk mengetahui validitas hasil tes korona.

Fenomena di Kalbar ini makin menunjukkan bahwa saat pandemi ini kebijakan antara pusat dan daerah banyak yang tidak nyambung, bahkan kontraproduktif. Lolosnya penumpang positif Covid-19 hingga masuk pesawat jelas akibat tidak terkoneksinya regulasi atau peranti protokol kesehatan satu dengan yang lain.

Melihat begitu banyaknya tumpang tindih kebijakan selama ini, sangat mungkin kasus lolosnya penumpang positif Covid-19 ke transportasi massal tidak kali ini saja terjadi. Temuan di Pontianak pun hasil pemeriksaan acak. Artinya jika dilakukan secara menyeluruh, boleh jadi akan mendapatkan hasil lebih mengejutkan lagi. Pekan lalu, ratusan penumpang kapal di Surabaya juga diketahui mengantongi rapid test palsu.

Hal yang membuat kita makin prihatin, polemik soal larangan terbang ini seolah dibiarkan berlarut-larut. Pada situasi ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan semestinya bertindak cepat ketika melihat kebuntuan komunikasi. Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, menyelesaikan masalah dengan cepat adalah sebuah keniscayaan. Kian tertangani, persoalan kian bisa diantisipasi. Setidaknya tidak melebar hingga bercampur dengan kepentingan lain seperti politik dan ekonomi. Saat pandemi ini pun, harus disadari, hal yang perlu diutamakan bukan egoisme diri, namun kolaborasi dan sinergi.

Saatnya kini mengesampingkan mana yang benar dan mana yang salah. Sebab, jika larut pada situasi, yang terjadi malah memicu masalah tak berkesudahan. Benang merah fenomena ini adanya ketidaksinkronan kebijakan berikut pengawasan yang menimbulkan banyak lubang di sana sini. Bagi daerah yang aware seperti Kalbar, lubang-lubang ini dianggap sangat membahayakan. Namun, bagi daerah lain, lubang-lubang itu bisa jadi seolah menjadi kelumrahan. Sulit ditahan sekaligus sulit dihilangkan.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1615 seconds (0.1#10.140)