Energi Feminitas dan Seni Tutup Tahun
loading...
A
A
A
Bambang Asrini Widjanarko
Penulis Seni dan Esais Isu-isu Sosial dan Budaya
TAHUN 2020 dalam hitungan hari segera akan berakhir. Selama setahun kita dihantam keras wabah COVID-19 yang pada saat sama ancaman perselisihan antar anak bangsa tersebab politik sektarian mengemuka. Sementara kesenjangan ekonomi makin melebar, penegakan hukum dan keadilan masih terakses sangat sedikit oleh yang lemah; juga kerusakan ekologi tersaji di depan mata kita.
Dimanakah kemudian peran seni dalam perspektif lebih luas adalah sebuah proses kerja-kerja kebudayaan kita merespon fenomena-fenomena tersebut? Cemara 6 Galeri-Museum di Jakarta menggagas sebuah acara, menandai akhir tahun yang “hiruk-pikuk ini” dengan helatan rangkaian acara berjuluk: Indonesian Women Artist #3, Infusions into Contemporary Art yang bersumbangsih menguak harap, upaya membasuh luka-luka dengan hadirnya sepuluh perupa perempuan sebagai partisipan acara.
Selama ribuan tahun konsep energi yang feminin, secara mistis dipercaya menjaga kelangsungan kehidupan di bumi. Yang diwakili oleh karakter perempuan bisa kita lihat dalam kajian tentang keperempuanan terkini identik dengan semangat dan simbol-simbol serta marwah kebijaksanaan Timur.
Perempuan secara kodrati memang berbeda dengan lelaki, yang cenderung tak menyukai kekerasan, lebih mengayomi, partisipatif daripada kompetisi, memakai intuisi kelembutan dengan kreatifitas mencari solusi daripada kaku-nya rasionalitas serta dekat pada energi spiritual.
Helatan Indonesian Women Artist #3, Infusions into Contemporary Art adalah aktifitas menyambut tahun 2021 yang penuh asa dengan mengingat pada 8 Maret nanti PBB mendeklarasikan tiap tahun International Women’s Day, dengan tema 2021 sebagai “Kepemimpinan Perempuan: Meraih Kesetaraan di masa depan dalam dunia yang dilanda COVID-19.”
Konteks isu tentang itu, sejak Desember ini, adalah menjenguk ulang kekuatan para seniman perempuan dengan menterjemahkan kesetaraan sebagai daya kekuatan para seniman-seniman kita. Energi feminitas seni kontemporer dipampangkan untuk menguatkan hati dengan capaian-capaian mereka secara personal pun komunal.
Dalam inti karya sepuluh seniman ini, membuka tak hanya tubuh privat perempuan dan kiprah di sektor publiknya serta identitas privat saja; namun semangat bahwa isu perempuan setara dengan isu lingkungan hidup, kesenjangan sosial, kekerasan terstruktur oleh negara, diskriminasi minoritas-mayoritas, serta relasinya dengan kajian-kajian perempuan yang mengulas terma bangsa-bangsa di dunia ke III dikancah global.
Perspektifnya di seni kontemporer, para kurator yang terdiri dari: Carla Bianpoen, Inda C Noerhadi dan Citrasmara Dewi memilih dan memilah sepuluh perupa perempuan yang ditimbang cukup tangguh dan setia pada profesinya selama puluhan tahun. Mereka membuktikan pada publik seni energi luar biasa dalam daya cipta, dengan karya-karya ekspresi artistik mereka dan aktivitasnya selama lebih dari dua dekade.
Sebagian partisipan perupa memiliki latar dan profesi yang beragam tak hanya sebagai perupa profesional. Seperti Astari Rasjid, yang usai menjalankan tugas sebagai Duta Besar di Sofia, Bulgaria 2016-2020 dan menerbitkan buku Art Diplomacy. Ia perupa perempuan pertama selama lima tahun terakhir yang menduduki jabatan politik cukup tinggi.
Penulis Seni dan Esais Isu-isu Sosial dan Budaya
TAHUN 2020 dalam hitungan hari segera akan berakhir. Selama setahun kita dihantam keras wabah COVID-19 yang pada saat sama ancaman perselisihan antar anak bangsa tersebab politik sektarian mengemuka. Sementara kesenjangan ekonomi makin melebar, penegakan hukum dan keadilan masih terakses sangat sedikit oleh yang lemah; juga kerusakan ekologi tersaji di depan mata kita.
Dimanakah kemudian peran seni dalam perspektif lebih luas adalah sebuah proses kerja-kerja kebudayaan kita merespon fenomena-fenomena tersebut? Cemara 6 Galeri-Museum di Jakarta menggagas sebuah acara, menandai akhir tahun yang “hiruk-pikuk ini” dengan helatan rangkaian acara berjuluk: Indonesian Women Artist #3, Infusions into Contemporary Art yang bersumbangsih menguak harap, upaya membasuh luka-luka dengan hadirnya sepuluh perupa perempuan sebagai partisipan acara.
Selama ribuan tahun konsep energi yang feminin, secara mistis dipercaya menjaga kelangsungan kehidupan di bumi. Yang diwakili oleh karakter perempuan bisa kita lihat dalam kajian tentang keperempuanan terkini identik dengan semangat dan simbol-simbol serta marwah kebijaksanaan Timur.
Perempuan secara kodrati memang berbeda dengan lelaki, yang cenderung tak menyukai kekerasan, lebih mengayomi, partisipatif daripada kompetisi, memakai intuisi kelembutan dengan kreatifitas mencari solusi daripada kaku-nya rasionalitas serta dekat pada energi spiritual.
Helatan Indonesian Women Artist #3, Infusions into Contemporary Art adalah aktifitas menyambut tahun 2021 yang penuh asa dengan mengingat pada 8 Maret nanti PBB mendeklarasikan tiap tahun International Women’s Day, dengan tema 2021 sebagai “Kepemimpinan Perempuan: Meraih Kesetaraan di masa depan dalam dunia yang dilanda COVID-19.”
Konteks isu tentang itu, sejak Desember ini, adalah menjenguk ulang kekuatan para seniman perempuan dengan menterjemahkan kesetaraan sebagai daya kekuatan para seniman-seniman kita. Energi feminitas seni kontemporer dipampangkan untuk menguatkan hati dengan capaian-capaian mereka secara personal pun komunal.
Dalam inti karya sepuluh seniman ini, membuka tak hanya tubuh privat perempuan dan kiprah di sektor publiknya serta identitas privat saja; namun semangat bahwa isu perempuan setara dengan isu lingkungan hidup, kesenjangan sosial, kekerasan terstruktur oleh negara, diskriminasi minoritas-mayoritas, serta relasinya dengan kajian-kajian perempuan yang mengulas terma bangsa-bangsa di dunia ke III dikancah global.
Perspektifnya di seni kontemporer, para kurator yang terdiri dari: Carla Bianpoen, Inda C Noerhadi dan Citrasmara Dewi memilih dan memilah sepuluh perupa perempuan yang ditimbang cukup tangguh dan setia pada profesinya selama puluhan tahun. Mereka membuktikan pada publik seni energi luar biasa dalam daya cipta, dengan karya-karya ekspresi artistik mereka dan aktivitasnya selama lebih dari dua dekade.
Sebagian partisipan perupa memiliki latar dan profesi yang beragam tak hanya sebagai perupa profesional. Seperti Astari Rasjid, yang usai menjalankan tugas sebagai Duta Besar di Sofia, Bulgaria 2016-2020 dan menerbitkan buku Art Diplomacy. Ia perupa perempuan pertama selama lima tahun terakhir yang menduduki jabatan politik cukup tinggi.