Evaluasi Sirekap Dalam Pilkada 2020

Kamis, 24 Desember 2020 - 05:48 WIB
loading...
Evaluasi Sirekap Dalam Pilkada 2020
Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Foto: Istimewa)
A A A
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Direktur Eksekutif NETGRIT (Network for Democracy and Electoral Integrity)

SISTEM informasi rekapitulasi suara elektronik atau Sirekap untuk pertama kalinya digunakan pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Jika merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19/2020 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil pemilihan, Sirekap dimaknai sebagai perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan.

Artinya, Sirekap berbeda dengan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang digunakan pada pemilu sebelum-sebelumnya sebagai sarana publikasi hasil pemilu saja. Sedangkan Sirekap selain sarana publikasi, ia difungsikan sebagai alat bantu dalam proses penghitungan suara dan rekapitulasi suara berjenjang. Jika dalam Situng formulir C1-KWK sebagai hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) dipindai (scan) kemudian dipublikasikan dalam halaman resmi KPU, Sirekap menggunakan teknologi optical character recognition (OCR) dan optical mark recognition (OMR) di mana formulir C.

Hasil-KWK di TPS didesain untuk dibaca oleh sistem dengan cara memfoto formulir C.Hasil-KWK melalui telepon seluler (ponsel) yang sudah terinstal aplikasi Sirekap. Sehingga setiap anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memiliki kewajiban untuk memfoto hasil penghitungan manual perolehan suara setiap pasangan calon yang dituangkan dalam formulir C.Hasil-KWK melalui ponsel masing-masing.

Setelah difoto, maka Sirekap akan membaca angka-angka yang tertulis dari formulir C. Hasil-KWK mulai dari jumlah pemilih sampai dengan perolehan suara dari masing-masing pasangan calon, untuk dikirimkan ke server KPU yang kemudian digunakan sebagai alat bantu dalam proses rekapitulasi suara di tingkat berikutnya. Dalam hal ini, proses rekapitulasi suara di tingkatan Kecamatan misalnya, akan menggunakan Sirekap untuk menampilkan data-data yang dibaca dan dikirim oleh Sirekap di TPS untuk dicocokan dengan Formulir C.Hasil-KWK.

Dari sini, jika disederhanakan Sirekap memiliki lima fungsi utama: Pertama, membaca perolehan suara di tingkat TPS yang tertuang dalam formulir C.Hasil-KWK. Kedua, sarana untuk mentabulasikan atau menjumlahkan hasil perolehan suara di setiap tingkatan rekapitulasi. Ketiga, sarana untuk mengirimkan hasil perolehan suara di setiap tingkatan mulai dari KPPS ke PPK, PPK ke Kabupaten/Kota, hingga Kabupaten/Kota ke Provinsi. Keempat, untuk mempublikasikan perolehan suara. Dan, kelima, tentunya sebagai alat kontrol serta untuk memotong mata rantai manipulasi rekapitulasi suara yang terjadi secara berjenjang.

Dari sini sesungguhnya penggunaan Sirekap sangat bermanfaat untuk mempercepat proses rekapitulasi suara yang jika dilakukan secara manual memakan waktu yang cukup lama. Sekaligus, mempermudah publik bahkan tim pemenangan pasangan calon untuk melihat hasil pemilu secara real time melalui Sirekap. Namun demikian, pada realitasnya ketika Sirekap digunakan pada hari pemungutan dan penghitungan suara Rabu, 9 Desember lalu, tidak mampu berjalan secara ideal sesuai dengan tujuannya.

Pascaproses penghitungan suara manual dilakukan di TPS usai yang ditandai dengan terisinya angka-angka di formulir C.Hasil-KWK, ketika petugas KPPS akan menggunakan Sirekap, tidak sedikit anggota KPPS yang mengeluhkan kesulitan untuk membuka atau mengakses aplikasi Sirekap di ponselnya. KPPS yang mengalami kendala dengan Sirekap diminta untuk mengirimkan foto formulir hasil suara TPS melalui Whatsapp langsung ke panitia pemilihan kecamatan (PPK). Sehari setelah pemilu, hasil unggahan di Sirekap hanya mencapai 52,8%, jauh di bawah target KPU yang sebesar 90%. Hingga 14 Desember, proses unggahan telah mencapai 82,19%.

Kendala ini tidak semata disebabkan oleh ketiadaan jaringan internet, karena terdapat juga TPS dengan ketersedian jaringan internet yang memadai, akan tetapi tidak juga membuka Sirekap. Selain itu, ketika dalam proses memfoto formulir C.Hasil-KWK, terdapat banyak anggota KPPS yang harus memfoto ulang berkali-kali karena Sirekap belum bisa membaca angka-angka yang tertuang di dalam formulir C.Hasil-KWK. Terdapat juga anggota KPPS yang berhasil memfoto dan Sirekap mampu membaca hasil dengan baik, akan tetapi ketika akan mengirim hasil tidak bisa.

Pada sisi lain, portal publikasi KPU yang berfungsi untuk mempublikasikan perolehan suara di setiap TPS, pada beberapa saat tidak bisa diakses ketika perolehan suara di TPS masih berlangsung. Padahal salah satu tujuan utama dari penggunaan Sirekap ialah untuk mempublikasikan hasil pemilu secara transparan dan real time. Lebih jauh, tidak sedikit juga proses rekapitulasi suara di tingkat Kecamatan yang seharusnya menggunakan aplikasi Sirekap akan tetapi pada akhir menggunakan cara manual karena Sirekap tidak bisa diakses. Hal ini terjadi pada hari pertama proses rekapitulasi tingkat kecamatan pada tanggal 11 Desember, Sirekap Web yang digunakan untuk mencetak formulir rekapitulasi kecamatan tidak dapat diakses sejak pagi hari, petugas diminta untuk melakukan proses rekapitulasi secara manual menggunakan Excel seperti yang dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1356 seconds (0.1#10.140)