Pilkada 2020, Kemenangan Politik Dinasti Bisa Hambat Demokrasi di Tingkat Lokal

Kamis, 17 Desember 2020 - 08:10 WIB
loading...
Pilkada 2020, Kemenangan Politik Dinasti Bisa Hambat Demokrasi di Tingkat Lokal
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ajang pemungutan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 telah selesai dilaksanakan. Akumulasi sementara dari Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan banyak calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa berhasil memenangkan kontestasi dalam pesta demokrasi 2020.

Pilkada 2020, Kemenangan Politik Dinasti Bisa Hambat Demokrasi di Tingkat Lokal


Beberapa nama calon kepala daerah terpilih dikenal memiliki hubungan dengan penguasa seperti Wali Kota Solo terpilih Gibran Rakabuming yang merupakan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bobby Nasution, Wali Kota Medan terpilih yang merupakan menantu Presiden Jokowi. Hanindhito Himawan Pramana, anak Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung. (Baca:Hadis-hadis Tentang Doa Mustajab)

Di Pilkada Serang, ada Ratu Tatu Chasanah, calon bupati nomor urut 1. Dia adalah adik kandung dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sekaligus ipar dari Wali Kota Tangerang Selatan saat ini, Airin Rachmi Diany. Di Pilkada Tangsel, Pilar Saga Ichsan terpilih sebagai wakil wali kota yang merupakan anak dari Ratu Tatu Chasanah sekaligus keponakan Airin Rachmi Diany.

Selanjutnya, Marlin Agustina yang merupakan istri dari Wali Kota Batam Muhammad Rudi. Di Pilkada Kepulauan Riau, Marlin sebagai calon wakil gubernur unggul sementara dari dua lawannya.

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono tidak menampik jika politik dinasti dalam Pilkada 2020 menjadi instrumen untuk melanggengkan kekuasaan di tingkat lokal. "Ini terlihat dengan status calon kepala daerah yang unggul dalam rekapitulasi sementara merupakan keluarga inti seperti anak, istri, adik dan kakak dari aktor politik yang memiliki sumber daya politik yang kuat di tingkat lokal maupun pusat, seperti kepala daerah yang akan habis masa pemerintahannya, mantan kepala daerah, menteri, dan Presiden,” katanya, kemarin.

Ia pun mengatakan, politik dinasti akan menghadirkan oligarkisme, personalisme, dan klientelisme yang semuanya menghambat proses konsolidasi dan pembangunan demokrasi di tingkat lokal. Praktik itu akan melemahkan institusionalisasi partai politik karena dominasi personal maupun segelintir elite. (Baca juga: Tujuh Buku Biografi yang Direkomendasikan Najwa Shihab)

"Konsekuensi kuatnya pengaruh elite dalam tubuh parpol akan menyebabkan perekrutan politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Hal ini pulalah yang melanggengkan budaya politik dinasti dalam organisasi dan kerja-kerja parpol," katanya.

Persoalan politik dinasti, lanjut Anto, menjadi sorotan dalam laporan tahunan TII yang bertajuk Indonesia Report 2020. Terlepas dari hak konstitusi setiap warga untuk berpartisipasi dalam politik, perlu diakui bahwa politik dinasti terbukti rentan bermasalah dan akan memengaruhi tata kelola pemerintahan, termasuk di tingkat daerah.

"Permasalahan tersebut tentu memengaruhi kinerja pemimpin daerah yang terpilih melalui pilkada dalam menjalankan pembangunan daerah mengingat keterikatan pemimpin yang terpilih dengan politik dinasti terkait, dengan beragam pemangku kepentingan serta relasi dan kepentingan yang berkelindan," ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1760 seconds (0.1#10.140)