Moeldoko Temui Keluarga Korban Dugaan Pelanggaran HAM Masa Lalu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wanma Yetti, anak korban Peristiwa Tanjung Priok 1984 mengharapkan kehidupan lebih baik saat memasuki usia senja. Wanma datang menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama delapan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
"Memasuki usia tua, saya hanya mengharapkan kehidupan yang tenang. Terlebih, kami sebagai keluarga korban kasus HAM masa lalu yang terus berusaha hidup dengan berbagai usaha juga ikut terdampak pandemi COVID-19," kata Wanma Yetti.
Sembilan keluarga korban kasus HAM masa lalu datang bertepatan dengan Peringatan Hari HAM se-dunia. Mereka mengapresiasi berbagai langkah yang sedang ditempuh oleh pemerintah dalam mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk penyelesaian kasus melalui jalur di luar pengadilan atau non yudisial. (
)
Pernyataan senada disampaikan Paian Siahaan, keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Paian bersyukur dengan alternatif penyelesaian kasus melalui jalur non yudisial. "Saya merasa, jalur non yudisial merupakan sesuatu yang kami tunggu setelah 22 tahun berjuang, untuk melengkapi jalur yudisial yang jalannya tersendat. Saya kira usulan membantu korban melalui jalur non yudisial menjadi angin segar bagi kami," kata Paian.
Pada intinya, kata Paian, pihaknya sangat senang bisa bertemu Moeldoko dan mendengar langkah yang akan dilakukan untuk penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Yang jelas, Paian berharap, apapun yang akan dilaksanakan merupakan jalan yang tepat, dan benar-benar dijalankan pemerintah.
Sementara itu, Utomo Raharjo, ayah dari Petrus Bima Anugerah sebagai korban penghilangan paksa di 1998 menghargai langkah yang disampaikan Moeldoko. Dia pun menegaskan, dirinya ingin menikmati sisa hidup dengan kenyamanan dan keamanan. "Sehingga saya harap ada solusi yang akan indah pada waktunya," kata Utomo. ( )
Pertemuan Moeldoko dengan keluarga korban dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu sejalan dengan hari HAM 10 Desember 2020. Melalui pertemuan ini, Moeldoko menyampaikan, dalam mencari solusi penyelesaian kasus HAM harus berani melangkah dan jangan terfokus pada penyelesaian secara yudisial. Apalagi, kata Moeldoko, selama ini pun Pemerintah sudah ikut memperjuangkan penyelesaian kasus HAM berat masa lalu. "Dengan pertemuan ini, saya pun akan bekerja lebih keras lagi," ujar Moeldoko.
Kepada sembilan keluarga korban HAM yang hadir, Moeldoko juga menyampaikan, pihaknya punya program KSP Mendengar yang menjadi forum untuk menerima berbagai pengaduan dari beragam kalangan. Bahkan, kata dia, KSP harus menjadi rumah terakhir pengaduan bagi masyarakat. Dia pun menegaskan, KSP akan menindaklanjuti harapan para keluarga korban HAM, sehingga menghasilkan solusi terbaik.
Moeldoko menambahkan, dirinya bersyukur bisa bertemu para keluarga korban HAM masa lalu, sekaligus ikut merasakan persoalan yang dihadapi. "Karena kalau bukan kami, siapa lagi yang bisa ditemui. Maka harus terus menjaga silaturahmi agar komunikasi tetap berjalan. Pada intinya, pemerintah tetap mendengar persoalan di masyarakat," kata Moeldoko.
"Memasuki usia tua, saya hanya mengharapkan kehidupan yang tenang. Terlebih, kami sebagai keluarga korban kasus HAM masa lalu yang terus berusaha hidup dengan berbagai usaha juga ikut terdampak pandemi COVID-19," kata Wanma Yetti.
Sembilan keluarga korban kasus HAM masa lalu datang bertepatan dengan Peringatan Hari HAM se-dunia. Mereka mengapresiasi berbagai langkah yang sedang ditempuh oleh pemerintah dalam mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk penyelesaian kasus melalui jalur di luar pengadilan atau non yudisial. (
Baca Juga
Pernyataan senada disampaikan Paian Siahaan, keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Paian bersyukur dengan alternatif penyelesaian kasus melalui jalur non yudisial. "Saya merasa, jalur non yudisial merupakan sesuatu yang kami tunggu setelah 22 tahun berjuang, untuk melengkapi jalur yudisial yang jalannya tersendat. Saya kira usulan membantu korban melalui jalur non yudisial menjadi angin segar bagi kami," kata Paian.
Pada intinya, kata Paian, pihaknya sangat senang bisa bertemu Moeldoko dan mendengar langkah yang akan dilakukan untuk penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Yang jelas, Paian berharap, apapun yang akan dilaksanakan merupakan jalan yang tepat, dan benar-benar dijalankan pemerintah.
Sementara itu, Utomo Raharjo, ayah dari Petrus Bima Anugerah sebagai korban penghilangan paksa di 1998 menghargai langkah yang disampaikan Moeldoko. Dia pun menegaskan, dirinya ingin menikmati sisa hidup dengan kenyamanan dan keamanan. "Sehingga saya harap ada solusi yang akan indah pada waktunya," kata Utomo. ( )
Pertemuan Moeldoko dengan keluarga korban dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu sejalan dengan hari HAM 10 Desember 2020. Melalui pertemuan ini, Moeldoko menyampaikan, dalam mencari solusi penyelesaian kasus HAM harus berani melangkah dan jangan terfokus pada penyelesaian secara yudisial. Apalagi, kata Moeldoko, selama ini pun Pemerintah sudah ikut memperjuangkan penyelesaian kasus HAM berat masa lalu. "Dengan pertemuan ini, saya pun akan bekerja lebih keras lagi," ujar Moeldoko.
Kepada sembilan keluarga korban HAM yang hadir, Moeldoko juga menyampaikan, pihaknya punya program KSP Mendengar yang menjadi forum untuk menerima berbagai pengaduan dari beragam kalangan. Bahkan, kata dia, KSP harus menjadi rumah terakhir pengaduan bagi masyarakat. Dia pun menegaskan, KSP akan menindaklanjuti harapan para keluarga korban HAM, sehingga menghasilkan solusi terbaik.
Moeldoko menambahkan, dirinya bersyukur bisa bertemu para keluarga korban HAM masa lalu, sekaligus ikut merasakan persoalan yang dihadapi. "Karena kalau bukan kami, siapa lagi yang bisa ditemui. Maka harus terus menjaga silaturahmi agar komunikasi tetap berjalan. Pada intinya, pemerintah tetap mendengar persoalan di masyarakat," kata Moeldoko.
(abd)