PK Made Oka Ditolak, USD7,3 Juta Terbukti untuk Kepentingan Setya Novanto
loading...
A
A
A
Majelis hakim agung PK mengungkapkan, ada tiga pertimbangan utama menolak Oka. Di antaranya perbuatan korupsi Oka dan para pihak tersebut dilakukan dengan cara bermula saat konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI) dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek e-KTP. Tapi setelah dilakukan penandatanganan kontrak, ternyata konsorsium PNRI sebagai pemenang tender tidak memiliki modal kerja karena tidak mendapatkan uang muka dari Kemendagri.
Untuk itu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (kini tersangka) dan terpidana Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong meminta bantuan Setya Novanto guna mendapatkan bantuan modal kerja.
Kemudian Setya Novanto memperkenalkan Tannos dan Narogong dengan teman dekatnya yaitu Oka (pemohon PK/terpidana II) dan meminta juga agar fee atas proyek e-KTP yang telah disepakati diberikan melalui Oka.
"Menindaklanjuti permintaan dari Setya Novanto tersebut, Made Oka Masagung lalu menerima fee dari Johannes Marliem untuk kepentingan Setya Novanto yang totalnya berjumlah USD3,8 juta. Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga telah menerima fee untuk kepentingan Setya Novanto yang totalnya berjumlah USD3,5 juta," tegas majelis hakim agung PK dalam pertimbangan putusan, sebagaimana dikutip KORAN SINDO dan MNC News Portal, di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Dengan demikian, menurut majelis hakim agung PK, perbuatan Oka dan Irvanto bersama terpidana lainnya terbukti memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi (tipikor) secara bersama-sama melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.Majelis mengungkapkan, berdasarkan tiga pertimbangan, maka alasan permohonan PK dari Oka tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, permohonan PK tidak termasuk dalam salah satu alasan PK sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a, b, dan c KUHAPidana.
Untuk itu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (kini tersangka) dan terpidana Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong meminta bantuan Setya Novanto guna mendapatkan bantuan modal kerja.
Kemudian Setya Novanto memperkenalkan Tannos dan Narogong dengan teman dekatnya yaitu Oka (pemohon PK/terpidana II) dan meminta juga agar fee atas proyek e-KTP yang telah disepakati diberikan melalui Oka.
"Menindaklanjuti permintaan dari Setya Novanto tersebut, Made Oka Masagung lalu menerima fee dari Johannes Marliem untuk kepentingan Setya Novanto yang totalnya berjumlah USD3,8 juta. Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga telah menerima fee untuk kepentingan Setya Novanto yang totalnya berjumlah USD3,5 juta," tegas majelis hakim agung PK dalam pertimbangan putusan, sebagaimana dikutip KORAN SINDO dan MNC News Portal, di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Dengan demikian, menurut majelis hakim agung PK, perbuatan Oka dan Irvanto bersama terpidana lainnya terbukti memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi (tipikor) secara bersama-sama melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.Majelis mengungkapkan, berdasarkan tiga pertimbangan, maka alasan permohonan PK dari Oka tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, permohonan PK tidak termasuk dalam salah satu alasan PK sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a, b, dan c KUHAPidana.
(mhd)