Menkominfo Temukan 602 Konten Hoaks Selama Pilkada, Sebanyak 233 Diblokir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 47 isu hoaks dalam 602 konten berita bohong (hoaks) selama Pilkada 2020. Pihaknya juga sudah menurunkan (take down) dan memblokir 233 konten hoaks tersebut selama Pilkada.
Hal ini disampaikan Johnny dalam diskusi 4 Pilar yang bertajuk “Waspada Hoaks Jelang Pilkada 9 Desember” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2020). “Isu-isu sensitif kita yang terkait dengan SARA yang dulu begitu luar biasa dibombardir dan mengisi ruang publik kita, ruang politik kita kali ini di Pilkada Serentak, Pilkada 2020 hal buruk yang dilakukan terus-menerus dan dianggap sebagai kebenaran itu tidak terjadi dan sangat minimal terjadi itu hampir tidak terjadi di ruang digital kita di Pilkada 2020 ini. Dari data yang saya peroleh melalui cyber drone kominfo temuan isu hoaks itu hanya sekitar 47 isu hoaks selama Pilkada 2020 ini. Dan tersebar di 602 sebaran konten pada platform dalam hal ini platform digital dan dari 602 yang sudah di-take down atau diblokir itu 233 konten,” sambungnya. (Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Johnny menjelaskan, isu hoaks yang beredar selama pilkada juga tidak seperti isu-isu pada perhelatan demokrasi sebelumnya, hanya ada 3 kategori saja. Pertama, hoaks mengenai permintaan dana bantuan, pilkada perlu banyak dana dan muncul surat edaran permintaan dana bantuan pengamanan penyelenggaraan pilkada yang diajukan gubernur, bupati dan wakil kota. Dan ini banyak yang tidak betul. (Baca juga: Jelang Pilkada 2020, Menkominfo: Bersihkan Ruang Digital dari Disinformasi dan Hoaks)
Kedua, sambung Johnny, hoaks tentang penyelenggaran pilkada itu sendiri, informasi soal pilkada ditunda kecuali untuk di beberapa daerah tertentu. Hingga hoaks mengenai debat yang tidak disiarkan live dan sebagainya. Ketiga, hoaks kampanye dan dukungan terhadap paslon tertentu, dukungan figur publik seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Prabowo Subianto dan Megawati. “(Hoaks) Ini terjadi di ruang publik kita. Isu hoaks keempat lain-lain,” ujarnya. (Baca juga: Masuk Masa Tenang, DPR Minta Paslon Jaga Kondusivitas Pilkada 2020)
Dia menjelaskan, dalam penanganan isu hoaks ini sudah diatur dalam nota kesepahaman kerja sama Kominfo, KPU dan Bawaslu. Nota kesepahaman aksi yang mengatur tata cara bagaimana penanganan tata cara digital. Aduan konten digital diterima melalui beberapa jalur, patroli siber Kominfo, data KPU-Bawaslu, aduan polri atau institusi lainnya. “Kominfo begitu mendapat aduan tidak serta merta melakukan katagorisasi. Bawaslu melakukan verifikasi dan klarifikasi. Kemudian memberikan rekomendasi mana konten yang melanggar dan tidak ke Kominfo. Kominfo tidak serta merta menerima, hasil rekomendasi Bawalsu diverifikasi lebih lanjut untuk ditindaklanjui konten melanggar dan tidak melanggar. Verifikasi digunakan sebagai tindak lanjut penindakan konten. Di-takedown atau pelanggaran tindak pidana yang ditindaklanjuti Polri,” tambahnya.
Hal ini disampaikan Johnny dalam diskusi 4 Pilar yang bertajuk “Waspada Hoaks Jelang Pilkada 9 Desember” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2020). “Isu-isu sensitif kita yang terkait dengan SARA yang dulu begitu luar biasa dibombardir dan mengisi ruang publik kita, ruang politik kita kali ini di Pilkada Serentak, Pilkada 2020 hal buruk yang dilakukan terus-menerus dan dianggap sebagai kebenaran itu tidak terjadi dan sangat minimal terjadi itu hampir tidak terjadi di ruang digital kita di Pilkada 2020 ini. Dari data yang saya peroleh melalui cyber drone kominfo temuan isu hoaks itu hanya sekitar 47 isu hoaks selama Pilkada 2020 ini. Dan tersebar di 602 sebaran konten pada platform dalam hal ini platform digital dan dari 602 yang sudah di-take down atau diblokir itu 233 konten,” sambungnya. (Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Johnny menjelaskan, isu hoaks yang beredar selama pilkada juga tidak seperti isu-isu pada perhelatan demokrasi sebelumnya, hanya ada 3 kategori saja. Pertama, hoaks mengenai permintaan dana bantuan, pilkada perlu banyak dana dan muncul surat edaran permintaan dana bantuan pengamanan penyelenggaraan pilkada yang diajukan gubernur, bupati dan wakil kota. Dan ini banyak yang tidak betul. (Baca juga: Jelang Pilkada 2020, Menkominfo: Bersihkan Ruang Digital dari Disinformasi dan Hoaks)
Kedua, sambung Johnny, hoaks tentang penyelenggaran pilkada itu sendiri, informasi soal pilkada ditunda kecuali untuk di beberapa daerah tertentu. Hingga hoaks mengenai debat yang tidak disiarkan live dan sebagainya. Ketiga, hoaks kampanye dan dukungan terhadap paslon tertentu, dukungan figur publik seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Prabowo Subianto dan Megawati. “(Hoaks) Ini terjadi di ruang publik kita. Isu hoaks keempat lain-lain,” ujarnya. (Baca juga: Masuk Masa Tenang, DPR Minta Paslon Jaga Kondusivitas Pilkada 2020)
Dia menjelaskan, dalam penanganan isu hoaks ini sudah diatur dalam nota kesepahaman kerja sama Kominfo, KPU dan Bawaslu. Nota kesepahaman aksi yang mengatur tata cara bagaimana penanganan tata cara digital. Aduan konten digital diterima melalui beberapa jalur, patroli siber Kominfo, data KPU-Bawaslu, aduan polri atau institusi lainnya. “Kominfo begitu mendapat aduan tidak serta merta melakukan katagorisasi. Bawaslu melakukan verifikasi dan klarifikasi. Kemudian memberikan rekomendasi mana konten yang melanggar dan tidak ke Kominfo. Kominfo tidak serta merta menerima, hasil rekomendasi Bawalsu diverifikasi lebih lanjut untuk ditindaklanjui konten melanggar dan tidak melanggar. Verifikasi digunakan sebagai tindak lanjut penindakan konten. Di-takedown atau pelanggaran tindak pidana yang ditindaklanjuti Polri,” tambahnya.
(cip)