Kalangan Akademisi Diminta Aktif Ikut Waspadai Radikalisme

Rabu, 02 Desember 2020 - 22:01 WIB
loading...
Kalangan Akademisi Diminta...
Silaturahmi kebangsaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara dan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Perguruan tinggi beserta akademisinya diminta untuk aktif menyuarakan kewaspadaan penyebaran paham radikal intoleran . Tidak hanya itu, mereka juga harus memberikan pembelajaran literasi digital kepada mahasiswa dan generasi di lingkungan kampus dan masyarakat.

Langkah tersebut dinilai penting sebagai upaya untuk melindungi mahasiswa dan generasi muda dari penyebaran paham radikal intoleran.

Pernyataan itu diucapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Boy Rafli Amar saat acara Silaturahmi Kebangsaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara dan Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) di Medan, Selasa 1 Desember 2020.

Menurut dia, kampus sebagai pusat pembelajaran generasi muda adalah salah satu tempat paling diincar kelompok radikal intoleran untuk menyebarkan ideologinya.

“Karena itu dengan segala sumber daya yang ada, kami beryakinan dan optimis pada unsur pendidik di UMSU dapat ikut serta menyelamatkan generasi muda di Sumatera Utara ini. Salah satunya dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang bisa terus menyuarakan masalah kewaspadaan penyebaran paham radikalisme intoleran dan juga masalah literasi digital,” tutur Boy Rafli. )

Dia menambahkan, sebagai center of exellent di Sumut, UMSU bisa memberikan pembelajaran penguatan Islam washatiyah, senantiasa berdakwah untuk membangun Ukhuwah Islamiyah serta Ukhuwah Wathoniyah juga Ukhuwah Bashariah.

Hal ini, kata dia, sangat membantu dalam menyelamatkan generasi muda dan masyarakat. Apalagi UMSU memiliki peserta didik sebanyak 22 ribu mahasiswa dan juga keluarga para mahasiswa tersebut.

“Mereka masa depan bangsa Indonesia. Tentunya kami berkeliling ini untuk menyampaikan pesan-pesan agar mereka harus kita selamatkan dari pengaruh kelompok sampai hari ini terus melakukan propaganda radikal intoleran dan kemudian merekrut anak-anak muda ini,” katanya.(Baca juga: Teror di Sigi, IPW Ingatkan Potensi Aksi Terorisme Jelang Akhir Tahun )

Dalam catatan sejarah, kata mantan Kapolda Banten dan Papua ini, pelaku bom bunuh diri umumnya para remaja berusia antara 18-23 tahun. Mereka dipakai para "mentor-mentor" mereka yang bertugas untuk membimbing (cuci otak) dan memberikan target tertentu kepada pihak yang dianggap sebagai musuh.

“Siapa yang dianggap sebagai musuh? Mereka-mereka yang dianggap menghambat aktivitas dan niat kelompok radikal intoleran itu mendirikan negara Islam. Mereka anggap NKRI karena dasarnya konstitusi UUD 45 dianggap tidak sejalan dengan misi mereka, jadi aparat pemerintah termasuk menjadi target. Masyarakat ditargetkan untuk menunjukkan bahwa mereka eksis. Kita tahu kekerasan ini sifatnya anti kemanusiaan dan dilakukan dengan cara tidak beradab,” papar Boy.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1265 seconds (0.1#10.140)