Kuasa Hukum Beberkan Kronologi Tewasnya ABK Indonesia di Kapal China
loading...
A
A
A
Jasad Awal Kapal yang Meninggal Selama Pelayaran Aakan Dibuang ke Laut
Long Xing 629 telah beroperasi sejak 15 Februari 2019, dan selama lebih dari 13 bulan beroperasi di Perairan Samoa (tepatnya di wilayah RFMO Western & Central Pacific Fisheries Commission). Kapal terus berada di tengah laut tanpa pernah bersandar di daratan atau pulau.
Pada Desember 2019, dua orang ABK bernama Sepri, Alfatah meninggal disebabkan oleh penyakit misterius yang memiliki ciri-ciri sama, yakni badan membengkak, sakit pada bagian dada, dan sesak nafas.
Sepri dan Alfatah mengalami sakit selama 45 hari sebelum meninggal. Selanjutnya pada Maret 2020, Ari mengalami sakit yang sama selama 17 hari sebelum akhirnya meninggal pada 30 Maret 2020.
Selama sakit, kapten kapal hanya memberikan obat-obat yang tidak dapat dipahami ABK Indonesia karena tertulis dalam bahasa China, juga diduga telah kadaluarsa.
Kapten juga menolak permintaan para ABK Indonesia untuk membawa temannya yang sakit ke rumah sakit di Samoa. Pada masa kritis itu, Alfatih dipindahkan ke Kapal Long Xing 802, dan Sepri ke Long Xing 629. Mereka meninggal di kedua kapal tersebut.
Para ABK Indonesia telah meminta agar jenazah rekan mereka disimpan di tempat pendingin agar dapat dibawa pulang ke Indonesia. Namun kapten kapal menolak dan justru melarung jenazah tersebut ke tengah laut.
Kemudian, setelah kapal berlabuh di Busan untuk menjalani karantina 14 hari di Hotel Ramada, ABK Effendi Pasaribu mengalami sakit misterius yang sama dengan rekan-rekan terdahulu.
Sayangnya Effendi tidak langsung dibawa ke rumah sakit padahal gejala badan bengkak dan sesak nafas sudah dirasakan Effendi Pasaribu sejak Februari 2020, atau 2 bulan sebelum berlabuh di Busan.
Baru pada 26 April malam Effendi dibawa ke UGD Busan Medical Centre karena kondisinya yang semakin kritis. Namun akhirnya Effendi meninggal pada 27 April 2020 pagi waktu Busan.
Selain peristiwa meninggalnya empat ABK dengan penyakit misterius, ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 juga mengalami eksploitasi dan menjadi korban perdagangan orang dengan detail sebagai berikut:
Long Xing 629 telah beroperasi sejak 15 Februari 2019, dan selama lebih dari 13 bulan beroperasi di Perairan Samoa (tepatnya di wilayah RFMO Western & Central Pacific Fisheries Commission). Kapal terus berada di tengah laut tanpa pernah bersandar di daratan atau pulau.
Pada Desember 2019, dua orang ABK bernama Sepri, Alfatah meninggal disebabkan oleh penyakit misterius yang memiliki ciri-ciri sama, yakni badan membengkak, sakit pada bagian dada, dan sesak nafas.
Sepri dan Alfatah mengalami sakit selama 45 hari sebelum meninggal. Selanjutnya pada Maret 2020, Ari mengalami sakit yang sama selama 17 hari sebelum akhirnya meninggal pada 30 Maret 2020.
Selama sakit, kapten kapal hanya memberikan obat-obat yang tidak dapat dipahami ABK Indonesia karena tertulis dalam bahasa China, juga diduga telah kadaluarsa.
Kapten juga menolak permintaan para ABK Indonesia untuk membawa temannya yang sakit ke rumah sakit di Samoa. Pada masa kritis itu, Alfatih dipindahkan ke Kapal Long Xing 802, dan Sepri ke Long Xing 629. Mereka meninggal di kedua kapal tersebut.
Para ABK Indonesia telah meminta agar jenazah rekan mereka disimpan di tempat pendingin agar dapat dibawa pulang ke Indonesia. Namun kapten kapal menolak dan justru melarung jenazah tersebut ke tengah laut.
Kemudian, setelah kapal berlabuh di Busan untuk menjalani karantina 14 hari di Hotel Ramada, ABK Effendi Pasaribu mengalami sakit misterius yang sama dengan rekan-rekan terdahulu.
Sayangnya Effendi tidak langsung dibawa ke rumah sakit padahal gejala badan bengkak dan sesak nafas sudah dirasakan Effendi Pasaribu sejak Februari 2020, atau 2 bulan sebelum berlabuh di Busan.
Baru pada 26 April malam Effendi dibawa ke UGD Busan Medical Centre karena kondisinya yang semakin kritis. Namun akhirnya Effendi meninggal pada 27 April 2020 pagi waktu Busan.
Selain peristiwa meninggalnya empat ABK dengan penyakit misterius, ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 juga mengalami eksploitasi dan menjadi korban perdagangan orang dengan detail sebagai berikut: