Vaksin Covid-19: Efektivitas dan Akseptabilitas
loading...
A
A
A
Kejadian infeksi ulang juga pernah dilaporkan antara lain di Hong Kong, tapi sakit keduanya tidaklah lebih berat dari kejadian pertama. Juga ada laporan dari India, Ekuador, dan Belgia. Fenomena ini masih dikaji mendalam oleh para ahli dan setidaknya tentu akan memengaruhi analisis tentang berapa lama kekebalan akibat vaksinasi akan bertahan.
Ketiga, hal yang ditunggu dari hasil uji klinis fase tiga adalah keamanan. Artinya, jangan sampai ada orang yang disuntik vaksin lalu malah mendapat gangguan kesehatan lain yang serius. Ini hal yang amat penting dan benar-benar harus terjamin. Ini pulalah yang menyebabkan ada beberapa uji klinis kandidat vaksin Covid-19 yang dihentikan sementara beberapa waktu lalu, walaupun memang sesudah analisis mendalam, uji klinis dinyatakan dapat diteruskan karena ternyata tidak ada hubungan antara gangguan kesehatan dengan vaksinasi yang diberikan.
Harus disadari bahwa penghentian sementara uji klinis vaksin memang dapat saja dilakukan. Bahkan, justru ini menunjukkan unsur kehati-hatian yang sangat tinggi dalam menjamin keamanan sebuah vaksin. Tegasnya, keamanan sebuah vaksin adalah hal yang mutlak.
Akseptabilitas Masyarakat
Tersedianya vaksin yang efektif dan aman tentu belum menjamin sepenuhnya bahwa program vaksinasi akan berjalan baik dan memberi hasil maksimal. Selain manajemen distribusi vaksin yang cukup rumit dan harus dipersiapkan dan dikerjakan dengan amat teliti—serta melibatkan sampai jutaan petugas—faktor akseptabilitas masyarakat juga harus ditangani dengan baik dan cermat.
Salah satu faktornya adalah kelompok masyarakat yang karena berbagai alasan menolak divaksin. Fenomena ini sudah lama terjadi untuk vaksin secara umum. Tentu kita perlu mengantisipasi lebih ketat lagi untuk vaksin Covid-19 yang sejak awal memang sudah ramai dibicarakan dari berbagai aspek.
Perlu diketahui juga bahwa perkembangan penolakan vaksin bukan hanya masalah Indonesia, melainkan persoalan dunia yang juga jadi perhatian WHO. Dari berbagai kajian selama ini diketahui bahwa alasan orang menolak dan atau ragu-ragu divaksin dapat amat beragam. Bisa jadi kurangnya informasi tentang perlunya vaksin atau salah persepsi tentang kandungan vaksin, aspek kehalalan, dan pertimbangan pribadi/kelompok tertentu yang mungkin berkembang. Selain juga hal-hal yang lebih spesifik dalam kaitan sosial politik.
Tentu kita perlu menyiapkan program dan komunikasi yang tepat dan menyeluruh untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat. Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan yang mungkin bisa dilakukan untuk membangun pemahaman yang benar tentang vaksinasi ini (vaccine literacy) sehingga masyarakat siap divaksin. Pertama, soal informasi yang jelas dan berbasis ilmiah tentang efektivitas dan keamanan vaksin, seperti sudah dibahas di atas. Jadi, pendekatan pertama lebih ke aspek kesehatan. Kedua, perumusan bentuk komunikasi yang lengkap, benar, dan terarah. Artinya, aspek komunikasi publik yang mencakup apa pesannya, siapa yang menyampaikan, bagaimana media penyampaiannya, siapa sasarannya dll. Dalam hal ini harus diingat bahwa pesan yang perlu disampaikan harus cukup luas, termasuk misalnya mengapa vaksin sudah dapat ditemukan dalam waktu sekitar setahun, sementara vaksin untuk penyakit lain butuh waktu puluhan tahun bahkan lebih dan bahkan ada penyakit yang belum ditemukan vaksinnya sampai sekarang.
Ketiga, pendekatan khusus, termasuk menyelesaikan aspek kehalalan vaksin yang jadi hal penting dan sensitif di negara kita. Aspek lain dari pendekatan khusus ini mungkin saja juga menyangkut sisi keamanan, politis, ekonomi, dan lain-lain.
Ketiga, hal yang ditunggu dari hasil uji klinis fase tiga adalah keamanan. Artinya, jangan sampai ada orang yang disuntik vaksin lalu malah mendapat gangguan kesehatan lain yang serius. Ini hal yang amat penting dan benar-benar harus terjamin. Ini pulalah yang menyebabkan ada beberapa uji klinis kandidat vaksin Covid-19 yang dihentikan sementara beberapa waktu lalu, walaupun memang sesudah analisis mendalam, uji klinis dinyatakan dapat diteruskan karena ternyata tidak ada hubungan antara gangguan kesehatan dengan vaksinasi yang diberikan.
Harus disadari bahwa penghentian sementara uji klinis vaksin memang dapat saja dilakukan. Bahkan, justru ini menunjukkan unsur kehati-hatian yang sangat tinggi dalam menjamin keamanan sebuah vaksin. Tegasnya, keamanan sebuah vaksin adalah hal yang mutlak.
Akseptabilitas Masyarakat
Tersedianya vaksin yang efektif dan aman tentu belum menjamin sepenuhnya bahwa program vaksinasi akan berjalan baik dan memberi hasil maksimal. Selain manajemen distribusi vaksin yang cukup rumit dan harus dipersiapkan dan dikerjakan dengan amat teliti—serta melibatkan sampai jutaan petugas—faktor akseptabilitas masyarakat juga harus ditangani dengan baik dan cermat.
Salah satu faktornya adalah kelompok masyarakat yang karena berbagai alasan menolak divaksin. Fenomena ini sudah lama terjadi untuk vaksin secara umum. Tentu kita perlu mengantisipasi lebih ketat lagi untuk vaksin Covid-19 yang sejak awal memang sudah ramai dibicarakan dari berbagai aspek.
Perlu diketahui juga bahwa perkembangan penolakan vaksin bukan hanya masalah Indonesia, melainkan persoalan dunia yang juga jadi perhatian WHO. Dari berbagai kajian selama ini diketahui bahwa alasan orang menolak dan atau ragu-ragu divaksin dapat amat beragam. Bisa jadi kurangnya informasi tentang perlunya vaksin atau salah persepsi tentang kandungan vaksin, aspek kehalalan, dan pertimbangan pribadi/kelompok tertentu yang mungkin berkembang. Selain juga hal-hal yang lebih spesifik dalam kaitan sosial politik.
Tentu kita perlu menyiapkan program dan komunikasi yang tepat dan menyeluruh untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat. Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan yang mungkin bisa dilakukan untuk membangun pemahaman yang benar tentang vaksinasi ini (vaccine literacy) sehingga masyarakat siap divaksin. Pertama, soal informasi yang jelas dan berbasis ilmiah tentang efektivitas dan keamanan vaksin, seperti sudah dibahas di atas. Jadi, pendekatan pertama lebih ke aspek kesehatan. Kedua, perumusan bentuk komunikasi yang lengkap, benar, dan terarah. Artinya, aspek komunikasi publik yang mencakup apa pesannya, siapa yang menyampaikan, bagaimana media penyampaiannya, siapa sasarannya dll. Dalam hal ini harus diingat bahwa pesan yang perlu disampaikan harus cukup luas, termasuk misalnya mengapa vaksin sudah dapat ditemukan dalam waktu sekitar setahun, sementara vaksin untuk penyakit lain butuh waktu puluhan tahun bahkan lebih dan bahkan ada penyakit yang belum ditemukan vaksinnya sampai sekarang.
Ketiga, pendekatan khusus, termasuk menyelesaikan aspek kehalalan vaksin yang jadi hal penting dan sensitif di negara kita. Aspek lain dari pendekatan khusus ini mungkin saja juga menyangkut sisi keamanan, politis, ekonomi, dan lain-lain.
(bmm)