Tangkal Radikalisme dengan Perkuat Komunikasi dengan Ulama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persoalan radikalisme dan terorisme di Indonesia harus terus dibendung secara bersama-sama. Upaya tersebut tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah. Perlu dukungan banyak pihak agar itu terwujud. Salah satu caranya dengan melibatkan pondok pesantren.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Nasionalisme Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafly Amar saat bersilaturahim dengan Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGB HM Zainul Majdi beserta Dewan Mustasyar, di Pondok Pesantren Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan, Pancor, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu 11 November 2020.
”Kita sharing informasi dalam upaya-upaya penanggulangan terorisme dan paham radikal intoleransi ini kita perlu meningkatkan komunikasi dengan unsur-unsur alim ulama, para Tuan Guru yang ada di NTB ini. Kita sama-sama untuk saling berbagi informasi, berbagi harapan dan upaya-upaya yang kita sinergikan lagi di lapangan terutama untuk mengeliminasi berkembangnya paham-paham radikal intoleransi,” tuturnya.( )
Menurut dia, semua memiliki tujuan bersama-sama ingin agar generasi muda tidak mudah terpapar pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dilihat dari data statistik, kata dia, kelompok radikal terorisme mencoba mengajak anak-anak remaja atau muda untuk ikut dalam pergerakan aksi-aksi kejahatan teror yang seolah-olah sedang melaksanakan misi tertentu.
”Kita harapkan pengaruh pengaruh negatif itu bisa kita tiadakan. Jangan lagi ada generasi muda Indonesia dari berbagai kalangan itu harus berhubungan dengan hukum yang berkaitan dengan kejahatan terorisme,” katanya.( )
Dia menjelaskan, sebelum datang ke Pulau Lombok, pihaknya beserta jajarannya sudah datang ke Kota Bima dan Kabupaten Dompu, NTB untuk berjumpa dengan mantan narapidana terorisme (napiter) dan membangun fasilitas di pondok pesantren setempat.
”Di mana sesuai dengan Undang-Undang Penanggulangan terorisme, langkah yang dilakukan oleh BNPT dengan melakukan Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi," tandasnya.
Dia menjelaskan, Kesiapsiagaan Nasional ini dilakukan karena terorisme masuk dalam extraordinary crime (kejahatan luar biasa), mengusung ideologi kekerasan. Sikap daya tangkal dan daya cegah bertujuan untuk bisa dicermati masyarakat.
Ikut memperhatikan fenomena di masyarakat supaya diantisipasi ruang geraknya, sehingga tidak bebas. "Berbagai agama menjadi korban, lintas profesi dan tata sosial. Sifat kejahatannya destruktif dan berpotensi memunculkan ketakutan yang luas. Apalagi banyak anak muda yang direkrut kelompok terorisme," sambungnya.
Sementara itu, lanjut dia, kontra-radikalisasi di era keterbukaan informasi begitu kuat. Warga internet Indonesia termasuk yang dijadikan sasaran kelompok jaringan terorisme, digunakan menyebarkan paham yang diyakini benar. ”Karena kelompok mereka ini juga memanfaatkan teknologi menyebarkan teror, ini cara yang efektif,” kata mantan Kapolda Papua ini.
Dia mengatakan, informasi di dunia maya begitu banyak. Bahkan, digunakan anak muda Indonesia sebagai dasar menyiapkan aksi teror. Mulai dari membuat bom, termasuk menyerang dengan sebilah pisau.
Disebutkannya, saat ini pengguna internet lebih dari 100 juta. Pengguna media sosial akan bertambah, terlebih anak muda yang sedang mencari jati diri. Bila salah arah dan tanpa embinaan bisa ikut aksi terorisme.
"Kami kemudian membuat duta damai dunia maya dan pusat media damai. Yang mana mereka ini berbicara mengenai budi pekerti, budaya, dan jatidiri Indonesia,” alumni Akpol tahun 1988 ini..
Untuk itu, sambung dia, perlunya mendorong anak muda untuk melakukan bela negara. Langkah ini adalah sebuah kehormatan untuk menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme. "Kita tidak menginginkan anak Indonesia terdampar, Nahdlatul Wathan bisa mengajak untuk waspada perjuangan atas nama agama namun destruktif," tandasnya.
Sementara itu, TGB HM Zainul Majdi berkisah, lokasi acara dikenal dengan Musala Al Abror, tempat pendiri Nahdlatul Wathan Maulanasyaikh TGKH M Zainuddin Abdul Madjid untuk perjuangan dan mendidik ilmu. ”Ini tempat penting perjalanan Nahdlatul Wathan, tidak hanya mendidik agama. Keislaman dan kebangsaan dua sisi dari satu mata uang. Menjadi muslim yang baik akan membangun negara,” katanya.
Murid-murid Maulanasyaikh, kata dia, bersemangat untuk meneruskan perjuangan. Diantaranya dengan mengokohkan Islam Wasathiyah, moderasi Islam, beragama yang proporsional. "Dalam perjalanan Nahdlatul Wathan ada budaya lokal diadopsi untuk mengokohkan nilai-nilai kebaikan," ujar mantan Gubernur NTB ini
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Nasionalisme Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafly Amar saat bersilaturahim dengan Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGB HM Zainul Majdi beserta Dewan Mustasyar, di Pondok Pesantren Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan, Pancor, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu 11 November 2020.
”Kita sharing informasi dalam upaya-upaya penanggulangan terorisme dan paham radikal intoleransi ini kita perlu meningkatkan komunikasi dengan unsur-unsur alim ulama, para Tuan Guru yang ada di NTB ini. Kita sama-sama untuk saling berbagi informasi, berbagi harapan dan upaya-upaya yang kita sinergikan lagi di lapangan terutama untuk mengeliminasi berkembangnya paham-paham radikal intoleransi,” tuturnya.( )
Menurut dia, semua memiliki tujuan bersama-sama ingin agar generasi muda tidak mudah terpapar pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dilihat dari data statistik, kata dia, kelompok radikal terorisme mencoba mengajak anak-anak remaja atau muda untuk ikut dalam pergerakan aksi-aksi kejahatan teror yang seolah-olah sedang melaksanakan misi tertentu.
”Kita harapkan pengaruh pengaruh negatif itu bisa kita tiadakan. Jangan lagi ada generasi muda Indonesia dari berbagai kalangan itu harus berhubungan dengan hukum yang berkaitan dengan kejahatan terorisme,” katanya.( )
Dia menjelaskan, sebelum datang ke Pulau Lombok, pihaknya beserta jajarannya sudah datang ke Kota Bima dan Kabupaten Dompu, NTB untuk berjumpa dengan mantan narapidana terorisme (napiter) dan membangun fasilitas di pondok pesantren setempat.
”Di mana sesuai dengan Undang-Undang Penanggulangan terorisme, langkah yang dilakukan oleh BNPT dengan melakukan Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi," tandasnya.
Dia menjelaskan, Kesiapsiagaan Nasional ini dilakukan karena terorisme masuk dalam extraordinary crime (kejahatan luar biasa), mengusung ideologi kekerasan. Sikap daya tangkal dan daya cegah bertujuan untuk bisa dicermati masyarakat.
Ikut memperhatikan fenomena di masyarakat supaya diantisipasi ruang geraknya, sehingga tidak bebas. "Berbagai agama menjadi korban, lintas profesi dan tata sosial. Sifat kejahatannya destruktif dan berpotensi memunculkan ketakutan yang luas. Apalagi banyak anak muda yang direkrut kelompok terorisme," sambungnya.
Sementara itu, lanjut dia, kontra-radikalisasi di era keterbukaan informasi begitu kuat. Warga internet Indonesia termasuk yang dijadikan sasaran kelompok jaringan terorisme, digunakan menyebarkan paham yang diyakini benar. ”Karena kelompok mereka ini juga memanfaatkan teknologi menyebarkan teror, ini cara yang efektif,” kata mantan Kapolda Papua ini.
Dia mengatakan, informasi di dunia maya begitu banyak. Bahkan, digunakan anak muda Indonesia sebagai dasar menyiapkan aksi teror. Mulai dari membuat bom, termasuk menyerang dengan sebilah pisau.
Disebutkannya, saat ini pengguna internet lebih dari 100 juta. Pengguna media sosial akan bertambah, terlebih anak muda yang sedang mencari jati diri. Bila salah arah dan tanpa embinaan bisa ikut aksi terorisme.
"Kami kemudian membuat duta damai dunia maya dan pusat media damai. Yang mana mereka ini berbicara mengenai budi pekerti, budaya, dan jatidiri Indonesia,” alumni Akpol tahun 1988 ini..
Untuk itu, sambung dia, perlunya mendorong anak muda untuk melakukan bela negara. Langkah ini adalah sebuah kehormatan untuk menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme. "Kita tidak menginginkan anak Indonesia terdampar, Nahdlatul Wathan bisa mengajak untuk waspada perjuangan atas nama agama namun destruktif," tandasnya.
Sementara itu, TGB HM Zainul Majdi berkisah, lokasi acara dikenal dengan Musala Al Abror, tempat pendiri Nahdlatul Wathan Maulanasyaikh TGKH M Zainuddin Abdul Madjid untuk perjuangan dan mendidik ilmu. ”Ini tempat penting perjalanan Nahdlatul Wathan, tidak hanya mendidik agama. Keislaman dan kebangsaan dua sisi dari satu mata uang. Menjadi muslim yang baik akan membangun negara,” katanya.
Murid-murid Maulanasyaikh, kata dia, bersemangat untuk meneruskan perjuangan. Diantaranya dengan mengokohkan Islam Wasathiyah, moderasi Islam, beragama yang proporsional. "Dalam perjalanan Nahdlatul Wathan ada budaya lokal diadopsi untuk mengokohkan nilai-nilai kebaikan," ujar mantan Gubernur NTB ini
(dam)