Kemendagri Beri Catatan PKPU Pungut Hitung dan Penetapan Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) menemukan sejumlah celah terjadinya persoalan di lapangan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU ) Pemungutan dan Perhitungan Suara serta PKPU Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pilkada yang baru saja direvisi KPU.
“Draf PKPU rekapitulasi dan penetapan hasil pilkada, sama seperti pak ketua tadi. Nomenklatur pada hari yang sama ini perlu diberikan catatan-catatan ketika ada kondisi yang tidak sempurna di lapangan,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan Kemendagri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
(Baca: Kemendagri Meminta KPU Memetakan Kerawanan Sirekap)
Akmal menyatakan melihat norma yang mengatur antisipasi kegagalan rekapitulasi di hari yang sama dalam PKPU tersebut. Memang, ada ketentuan dalam Pasal 16A dan 65A tetapi hanya memuat kendala jaringan di tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi saat rekapitulasi.
“Pertanyaannya, apabila tidak bisa dilakukan di hari yang sama apa konsekuensinya? Apa solusi yang ditawarkan di tataran norma dan regulasinya? Kami tidak melihat di PKPU ini,” terangnya.
Sorotan yang sama juga diungkapkan Akmal pada Pasal 8. Ayat 5 pasal ini hanya memuat situasi ketika saksi tidak hadir maka pelaksanaan rapat rekapitulasi tetap dilanjutkan. Dia mempertanyakan apakah hal yang sama berlaku bila panitia pemungutan suara (PPS) atau Sekretaris PPS tidak hadir. Bila salah satu unsur tidak hadir, entah saksi, Panwascam, PPS atau Sekretaris PPS terlambat, apakah diperkenankan untuk hadir di tengah acara tahapan rekapitulasi.
(Baca: Kemendagri dan KPU Targetkan Paritisipasi Pemilih Pilkada 77,5%)
“Ini persoalan implementasi. Apakah jika diperbolehkan ada batasan waktu toleransi waktu keterlambatan. Ini memicu pertanyaan pihaknyg terlibat di kontestasi nanti,” imbuh Akmal.
Akmal juga menyatakan perlu norma untuk menjawab kondisi ketidaksempurnaan sebagaimana tercantum pada Pasal 22 ayat 5 tentang rapat rekapitulasi di kabupaten/kota dan Pasal 37 ayat 4 untuk rekapitulasi di tingkat provinsi.
Akmal menambahkan, Pasal 21A soal berapa banyak jumlah unsur pemantau pemilihan dalam negeri yang menjadi peserta rapat dalam rekapitulasi pemilihan dengan satu paslon ini perlu dipertegas. Ini bisa menjadi persoalan ketika partisipasi pemantauan tinggi sementara tidak diatur berapa yang bisa hadir.
“Demikian juga dengan jumlah unsur pemantau pemilihan dari dalam negeri lebih dari satu, apakah masing-masing unsur pemantau tersebut dapat mengajukan keberatan? Belum ada penegasan dalam Pasal 21E,” tambahnya.
--
“Draf PKPU rekapitulasi dan penetapan hasil pilkada, sama seperti pak ketua tadi. Nomenklatur pada hari yang sama ini perlu diberikan catatan-catatan ketika ada kondisi yang tidak sempurna di lapangan,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan Kemendagri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
(Baca: Kemendagri Meminta KPU Memetakan Kerawanan Sirekap)
Akmal menyatakan melihat norma yang mengatur antisipasi kegagalan rekapitulasi di hari yang sama dalam PKPU tersebut. Memang, ada ketentuan dalam Pasal 16A dan 65A tetapi hanya memuat kendala jaringan di tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi saat rekapitulasi.
“Pertanyaannya, apabila tidak bisa dilakukan di hari yang sama apa konsekuensinya? Apa solusi yang ditawarkan di tataran norma dan regulasinya? Kami tidak melihat di PKPU ini,” terangnya.
Sorotan yang sama juga diungkapkan Akmal pada Pasal 8. Ayat 5 pasal ini hanya memuat situasi ketika saksi tidak hadir maka pelaksanaan rapat rekapitulasi tetap dilanjutkan. Dia mempertanyakan apakah hal yang sama berlaku bila panitia pemungutan suara (PPS) atau Sekretaris PPS tidak hadir. Bila salah satu unsur tidak hadir, entah saksi, Panwascam, PPS atau Sekretaris PPS terlambat, apakah diperkenankan untuk hadir di tengah acara tahapan rekapitulasi.
(Baca: Kemendagri dan KPU Targetkan Paritisipasi Pemilih Pilkada 77,5%)
“Ini persoalan implementasi. Apakah jika diperbolehkan ada batasan waktu toleransi waktu keterlambatan. Ini memicu pertanyaan pihaknyg terlibat di kontestasi nanti,” imbuh Akmal.
Akmal juga menyatakan perlu norma untuk menjawab kondisi ketidaksempurnaan sebagaimana tercantum pada Pasal 22 ayat 5 tentang rapat rekapitulasi di kabupaten/kota dan Pasal 37 ayat 4 untuk rekapitulasi di tingkat provinsi.
Akmal menambahkan, Pasal 21A soal berapa banyak jumlah unsur pemantau pemilihan dalam negeri yang menjadi peserta rapat dalam rekapitulasi pemilihan dengan satu paslon ini perlu dipertegas. Ini bisa menjadi persoalan ketika partisipasi pemantauan tinggi sementara tidak diatur berapa yang bisa hadir.
“Demikian juga dengan jumlah unsur pemantau pemilihan dari dalam negeri lebih dari satu, apakah masing-masing unsur pemantau tersebut dapat mengajukan keberatan? Belum ada penegasan dalam Pasal 21E,” tambahnya.
--
(muh)