Quo Vadis Bahasa Gaul

Rabu, 28 Oktober 2020 - 06:17 WIB
loading...
A A A
Bahasa Indonesia memang terbuka menerima sumbangsih bahasa daerah yang memperkaya kosakata. Hal ini dapat dimaklumi mengingat penutur jati memiliki bahasa ibu sebagai bahasa pertama mereka. Perihal keunikan kosakata, bahasa kita juga diperumit dengan hadirnya bahasa gaul yang produktif dan tren perubahannya sangat cepat. Pemakaian bahasa gaul dianggap sangat liar dan tanpa aturan karena penuturnya aktif menggunakan bahasa ini dalam forum tidak resmi bahkan dalam forum resmi di perkantoran, forum rapat bahkan seminar-seminar. Hal ini membuat penutur asing angkat tangan.

Kecepatan bahasa gaul mengembangkan dirinya tak lepas dari peran penuturnya yang kebanyakan berasal dari kalangan muda. Bahasa gaul dianggap mudah dipelajari dan tidak rumit. Kesederhanaan inilah yang menyebabkan pemakainya semakin banyak. Keproduktifan bahasa gaul sering mengerdilkan posisi bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mirisnya, pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar sering dituding kaku dan kurang “asyik”. Di dalam kelas-kelas perkuliahan, sering ditemukan adanya pembiaran mahasiswa menggunakan bahasa gaul saat presentasi dan diskusi. Hal pembiaran seperti itu sering juga terjadi di instansi pemerintahan maupun swasta dalam forum seminar, rapat, diskusi, dan lain-lain. Tak mengherankan bahasa gaul berkembang pesat merangsek posisi bahasa Indonesia. Akankah posisi bahasa Indonesia yang baik dan benar terkalahkan?

Fenomena beberapa bahasa daerah yang punah karena minimnya penutur. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mencatat kurang lebih ada 15 bahasa daerah di Maluku dan Papua yang punah. Penyebab punahnya bahasa daerah tersebut karena hilangnya penutur aktif akibat adanya kawin campur bahkan UNESCO mencatat bahwa bahasa daerah di Indonesia setiap harinya punah sebanyak 15 bahasa.

Penggunaan bahasa gaul yang semakin marak di kalangan remaja merupakan ancaman bagi eksistensi bahasa Indonesia. Ironisnya, penyebar bahasa gaul tersebut tidak bermaksud merusak tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan berbahasa Indonesia baku yang tanpa disadari telah menyebar virus ke dalam bahasa Indonesia. Sering kali kita mendengar alasan atau sanggahan bahwa yang terpenting dalam berkomunikasi adanya kesepakatan pengertian. Bahasa adalah media pengantar sementara umpan balik menjadi hal yang paling penting.

Kepopuleran bahasa gaul sesungguhnya refleksi dari ketidaktahuan dan ketidakmengertian. Bagi Anda yang paham berbahasa baik dan benar sebaiknya menolak terbawa arus gelombang yang salah tersebut. Alih-alih berlapang dada membiarkan diri terseret dalam penggunaan bahasa gaul yang jelas-jelas salah akan lebih bermanfaat dan konstruktif bila melakukan pemupukan dan pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap kita perlu mengenang ke masa sembilan puluh dua tahun lalu, pada 1928, saat para pendahulu berjuang menyatukan bangsa dengan menciptakan satu bahasa bersama.

Akankah perjuangan para pendahulu yang telah berjuang memartabatkan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa tergerus oleh bahasa gaul? Akankah penutur asing menyerah belajar bahasa Indonesia karena kaburnya identitas bahasa Indonesia formal? Sebagai penutur jati mari kita mengingat kembali perjuangan para pendahulu kita pada momentum Sumpah Pemuda 1928.

Selamat 92 tahun bahasaku, bahasa Indonesia.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1101 seconds (0.1#10.140)