MK Pastikan Pasal 28 UU Otsus Papua Bukan untuk Pendirian Parpol Lokal
loading...
A
A
A
Namun, tutur Arief, Papua dalam posisi sebagai salah satu daerah yang diberi status otonomi khusus, dalam hal apabila terdapat kesempatan untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang partai politik pada masa mendatang, maka pembentuk undang-undang dapat saja memberikan pengaturan khusus pengelolaan partai politik di Papua yang memungkinkan warga negara yang merupakan penduduk Papua memiliki kesempatan lebih besar untuk terlibat mengelola partai politik nasional yang berada di Papua.
"Bahkan, sebagai bagian dari demokratisasi partai politik, pengaturan khusus dimaksud dapat menjadi model percontohan desentralisasi pengelolaan partai politik nasional di daerah," katanya.
Dalam batas penalaran yang wajar, kesempatan lebih luas untuk terlibat mengelola partai politik akan memberikan ruang lebih luas kepada warga negara penduduk Papua untuk mengisi jabatan-jabatan politik yang merupakan hasil kontestasi politik yang melibatkan partai politik. Namun demikian, jika pembentukan partai politik lokal akan dijadikan sebagai bagian dari kekhususan Papua, maka pembentuk undang-undang dapat melakukan dengan cara merevisi UU Nomor 21 Tahun 2001.
"Sepanjang penentuannya diberikan sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan nyata Papua serta tetap dimaksudkan sebagai bagian dari menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Arief.
Ketua MK Anwar Usman menyatakan, ada tiga kesimpulan (konklusi) yang diambil Mahkamah berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan putusan. Masing-masing yakni Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, dan pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman.
Anwar mengungkapkan, putusan ini diputus dalam dua Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan
hakim konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Suhartoyo, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota. RPH pertama pada Selasa, 21 Juli 2020 dan RPH kedua pada Kamis, 15 Oktober 2020. Putusan diucapkan dalam Sidang Pleno MK terbuka untuk umum pada Senin (26/10/2020).
"Bahkan, sebagai bagian dari demokratisasi partai politik, pengaturan khusus dimaksud dapat menjadi model percontohan desentralisasi pengelolaan partai politik nasional di daerah," katanya.
Dalam batas penalaran yang wajar, kesempatan lebih luas untuk terlibat mengelola partai politik akan memberikan ruang lebih luas kepada warga negara penduduk Papua untuk mengisi jabatan-jabatan politik yang merupakan hasil kontestasi politik yang melibatkan partai politik. Namun demikian, jika pembentukan partai politik lokal akan dijadikan sebagai bagian dari kekhususan Papua, maka pembentuk undang-undang dapat melakukan dengan cara merevisi UU Nomor 21 Tahun 2001.
"Sepanjang penentuannya diberikan sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan nyata Papua serta tetap dimaksudkan sebagai bagian dari menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Arief.
Ketua MK Anwar Usman menyatakan, ada tiga kesimpulan (konklusi) yang diambil Mahkamah berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan putusan. Masing-masing yakni Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, dan pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman.
Anwar mengungkapkan, putusan ini diputus dalam dua Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan
hakim konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Suhartoyo, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota. RPH pertama pada Selasa, 21 Juli 2020 dan RPH kedua pada Kamis, 15 Oktober 2020. Putusan diucapkan dalam Sidang Pleno MK terbuka untuk umum pada Senin (26/10/2020).
(abd)