Konsumsi Rumah Tangga Melambat
loading...
A
A
A
PREDIKSI pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2020 melenceng jauh. Sebelumnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berada pada kisaran 4,5% hingga 4,6%, sedangkan BI memprediksi pada angka sebesar 4,4%.
Faktanya, sebagaimana publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata pertumbuhan ekonomi hanya mencapai sebesar 2,97% pada kuartal pertama atau terjadi kontraksi sekitar -2,41% bila dibandingkan kuartal keempat pada tahun lalu. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpangkas tajam itu masih lebih baik dibandingkan sejumlah negara yang mencatatkan pertumbuhan negatif.
Tercatat tingkat konsumsi rumah tangga menjadi biang utama pelambatan pertumbuhan ekonomi. Selama ini motor utama pertumbuhan ekonomi berasal konsumsi rumah tangga yang hampir mencapai sekitar 60%, tepatnya di kisaran 58%. Adapun konsumsi rumah tangga dalam situasi pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) hanya bertumbuh sekitar 2,84% atau nyaris terpangkas 50% bila dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang tercatat tumbuh sebesar 5,02%. Lalu, kontribusi terbesar kedua selama ini berasal dari investasi pada kisaran 32% ternyata hanya tumbuh 1,70% pada triwulan pertama 2020, padahal periode yang sama tahun lalu berada di level 5,3%.
Sebelumnya BPS merilis perekonomian Indonesia hanya bertumbuh 2,97% secara tahunan. Selain tingkat konsumsi rumah tangga yang melorot tajam, komponen lain yang ikut terkontraksi adalah penjualan eceran sekitar 2,22%, penjualan homesale untuk mobil penumpang tercatat 4,51%, dan penjualan sepeda motor terkontraksi 17,25%. Adapun konsumsi pemerintah tumbuh 3,74%, namun masih lebih rendah dibanding kuartal pertama 2019 yang tercatat 5,22%. Konsumsi pemerintah sedikit berotot karena didongkrak realisasi belanja bantuan sosial dan belanja pegawai.
Lalu, sejauh mana pertumbuhan perekonomian nasional pada kuartal kedua tahun ini? Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI via virtual menegaskan secara singkat dan padat bahwa harus ada antisipasi lebih dalam agar tidak jatuh lebih dalam. Pasalnya, Sri Mulyani yang masih mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam masa pemerintahan periode kedua memprediksi tingkat konsumsi rumah tangga merosot tajam. Indikatornya berasal dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kian meluas. Pada kuartal pertama pemberlakuan PSBB hanya seputaran Jabodetabek dampaknya pada pertumbuhan ekonomi terpangkas tajam.
Lebih jauh Sri Mulyani Indrawati yang pernah menjadi petinggi Bank Dunia itu menilai realisasi pertumbuhan ekonomi nasional dalam tiga bulan pertama tahun ini membuat pemerintah harus bersiap menghadapi skenario pertumbuhan ekonomi yang sangat berat, yakni pertumbuhan minus pada level -0,4% hingga akhir tahun ini.
Terbukti, pelaksanaan PSBB menjadi satu di antara penyebab utama penurunan tingkat konsumsi rumah tangga. Lebih memprihatinkan apabila pada semester kedua perekonomian nasional belum membaik sementara penerapan PSBB tidak berhasil memutus mata rantai penularan pandemi Covid-19.
Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi negara lain? Apabila melihat pertumbukan ekonomi nasional masih bisa merayap pada level 2,97%, tentu patut disyukuri. Kenapa? Sejumlah negara ekonominya bertumbuh negatif di antaranya China minus 6,85%, Singapura minus 2,2%, serta Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan sedikit lebih baik masing-masing tumbuh 0,3% dan 1,3%.
Untuk kawasan Asia, mengutip pernyataan Steve Cochrane, ekonom dari Moody’s Analytics bahwa perekonomian Jepang dan Singapura dipandang parah terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah Singapura telah memperpanjang kebijakan lockdown parsial, sedangkan Pemerintah Jepang mengumumkan keadaan darurat untuk mendorong masyarakat agar tetap tinggal di rumah.
Meski pertumbuhan ekonomi nasional masih lebih baik dari sejumlah negara, namun ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri tidak yakin bakal pulih lebih cepat. Pasalnya, ekonom yang rajin mengkritisi kebijakan pemerintah itu menilai penanganan wabah virus mematikan itu tidak sigap misalnya pemberlakuan PSBB baru dimulai pada awal April lalu cukup terlambat.
Walau demikian, Faisal Basri memprediksi perekonomian Indonesia dan sejumlah negara lainnya akan pulih secara bertahap mulai 2021. Sementara itu, prediksi Gubernur BI Pery Warjiyo lebih optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi akan tembus 6% untuk tahun depan. Dengan catatan apabila pola ekonomi pulih, reformasi struktural berjalan baik, dan pandemi Covid-19 bisa diatasi segera.
Faktanya, sebagaimana publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata pertumbuhan ekonomi hanya mencapai sebesar 2,97% pada kuartal pertama atau terjadi kontraksi sekitar -2,41% bila dibandingkan kuartal keempat pada tahun lalu. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpangkas tajam itu masih lebih baik dibandingkan sejumlah negara yang mencatatkan pertumbuhan negatif.
Tercatat tingkat konsumsi rumah tangga menjadi biang utama pelambatan pertumbuhan ekonomi. Selama ini motor utama pertumbuhan ekonomi berasal konsumsi rumah tangga yang hampir mencapai sekitar 60%, tepatnya di kisaran 58%. Adapun konsumsi rumah tangga dalam situasi pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) hanya bertumbuh sekitar 2,84% atau nyaris terpangkas 50% bila dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang tercatat tumbuh sebesar 5,02%. Lalu, kontribusi terbesar kedua selama ini berasal dari investasi pada kisaran 32% ternyata hanya tumbuh 1,70% pada triwulan pertama 2020, padahal periode yang sama tahun lalu berada di level 5,3%.
Sebelumnya BPS merilis perekonomian Indonesia hanya bertumbuh 2,97% secara tahunan. Selain tingkat konsumsi rumah tangga yang melorot tajam, komponen lain yang ikut terkontraksi adalah penjualan eceran sekitar 2,22%, penjualan homesale untuk mobil penumpang tercatat 4,51%, dan penjualan sepeda motor terkontraksi 17,25%. Adapun konsumsi pemerintah tumbuh 3,74%, namun masih lebih rendah dibanding kuartal pertama 2019 yang tercatat 5,22%. Konsumsi pemerintah sedikit berotot karena didongkrak realisasi belanja bantuan sosial dan belanja pegawai.
Lalu, sejauh mana pertumbuhan perekonomian nasional pada kuartal kedua tahun ini? Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI via virtual menegaskan secara singkat dan padat bahwa harus ada antisipasi lebih dalam agar tidak jatuh lebih dalam. Pasalnya, Sri Mulyani yang masih mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam masa pemerintahan periode kedua memprediksi tingkat konsumsi rumah tangga merosot tajam. Indikatornya berasal dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kian meluas. Pada kuartal pertama pemberlakuan PSBB hanya seputaran Jabodetabek dampaknya pada pertumbuhan ekonomi terpangkas tajam.
Lebih jauh Sri Mulyani Indrawati yang pernah menjadi petinggi Bank Dunia itu menilai realisasi pertumbuhan ekonomi nasional dalam tiga bulan pertama tahun ini membuat pemerintah harus bersiap menghadapi skenario pertumbuhan ekonomi yang sangat berat, yakni pertumbuhan minus pada level -0,4% hingga akhir tahun ini.
Terbukti, pelaksanaan PSBB menjadi satu di antara penyebab utama penurunan tingkat konsumsi rumah tangga. Lebih memprihatinkan apabila pada semester kedua perekonomian nasional belum membaik sementara penerapan PSBB tidak berhasil memutus mata rantai penularan pandemi Covid-19.
Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi negara lain? Apabila melihat pertumbukan ekonomi nasional masih bisa merayap pada level 2,97%, tentu patut disyukuri. Kenapa? Sejumlah negara ekonominya bertumbuh negatif di antaranya China minus 6,85%, Singapura minus 2,2%, serta Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan sedikit lebih baik masing-masing tumbuh 0,3% dan 1,3%.
Untuk kawasan Asia, mengutip pernyataan Steve Cochrane, ekonom dari Moody’s Analytics bahwa perekonomian Jepang dan Singapura dipandang parah terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah Singapura telah memperpanjang kebijakan lockdown parsial, sedangkan Pemerintah Jepang mengumumkan keadaan darurat untuk mendorong masyarakat agar tetap tinggal di rumah.
Meski pertumbuhan ekonomi nasional masih lebih baik dari sejumlah negara, namun ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri tidak yakin bakal pulih lebih cepat. Pasalnya, ekonom yang rajin mengkritisi kebijakan pemerintah itu menilai penanganan wabah virus mematikan itu tidak sigap misalnya pemberlakuan PSBB baru dimulai pada awal April lalu cukup terlambat.
Walau demikian, Faisal Basri memprediksi perekonomian Indonesia dan sejumlah negara lainnya akan pulih secara bertahap mulai 2021. Sementara itu, prediksi Gubernur BI Pery Warjiyo lebih optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi akan tembus 6% untuk tahun depan. Dengan catatan apabila pola ekonomi pulih, reformasi struktural berjalan baik, dan pandemi Covid-19 bisa diatasi segera.
(thm)