Naskah Khutbah Jumat, Memperkaya Literasi atau Asumsi Negatif

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 08:01 WIB
loading...
A A A
Legislator Dapil Banten II ini menambahkan, komisinya juga tidak mau kalau rencana membuat materi khutbah ini dilandasi sebuah kecurigaan dengan menuduh bahwa materi khutbah yang disampaikan para khatib selama ini cenderung atau bahkan mengembangkan radikalisme. "Sekali lagi, stempel radikalisme itu ditempelkan kepada Islam atau kepada penceramah, itu pasti kami tolak," katanya. (Baca juga: Konsumsi Kedelai Bisa Mengurangi Resiko Kanker)

Tapi, kata Wakil Ketua Umum PAN itu, kalau Kemenag melalui Ditjen Bimas Islam ingin memperkaya literasi, literatur yang berkaitan dengan materi khutbah dan bukan sebuah kewajiban, Komisi VIII DPR tentu tak masalah dan mendukung itu. “Kami meyakini bahwa apa yang disampaikan Kemenag itu telah melalui kajian tokoh masyarakat, agama, ormas, maupun para akademisi," ucapnya.

Politikus PAN ini melanjutkan, saat ini sudah banyak buku khutbah kontemporer yang bisa menjadi bahan referensi ulama, dai, dan para khatib untuk menyampaikan khutbah. Bahkan Yandri sendiri menjadikan buku-buku tersebut sebagai referensi sebelum berkhotbah. “Artinya, materi-materi yang tersedia sekarang atau literatur yang berkaitan dengan khutbah Jumat sudah banyak. Dan itu bisa sangat mudah dipahami oleh yang menyampaikan dan yang mendengarkan," ujarnya.

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengingatkan agar program tersebut tidak berangkat dari asumsi negatif bahwa para khatib selama ini menyebarkan radikalisme. "Kalau tentang materi khutbah itu sifatnya membantu para dai dan penceramah, bagus. Tapi, kalau berangkat dari tendensi bahwa khatib inilah yang menjadi penyebab radikalisme dan menjadi penyebab tindakan-tindakan yang melanggar konstitusi, saya kira itu yang perlu dikoreksi. Jangan sampai hanya sebagai bentuk untuk membenturkan anak bangsa," katanya. (Baca juga: Pandemi Covid-19 Momentum Indonesia untuk Mandiri)

Bukhori berpandangan, meskipun bekerja sama dengan ormas Islam dan akademisi, dia yakin itu hanya dari kalangan tertentu. Jika berangkat dari tujuan itu, tentu program ini bukan cara yang efektif untuk melakukan kontraradikalisme, bahkan justru memicu radikalisme yang lebih dalam karena ada pihak-pihak yang merasa ditekan dan dicurigai.

“Apa yang dilakukan Kemenag itu tentu tidak sekadar ngarang. Kemenag tentu punya data. Tetapi, Kemenag harus paham data itu sumbernya dari mana dan arahnya itu ke mana. Dan kita harus tahu, yang disebut sebagai big picture-nya situasi sekarang ini," ungkapnya.

Legislator Dapil Jawa Tengah I ini melihat, Kemenag terlalu didominasi oleh pandangan tertentu dan tidak melihat dari semua sisi, jadi yang dilihat hanya soal radikalisme. Jika pendekatan terus seperti itu, Kemenag hanya akan menimbulkan luka yang makin dalam, sementara masyarakat Indonesia semakin pintar. (Baca juga: Pengembangan Ekonomi Hijau Butuh Terobosan Sains)

"Saya kasih contoh saja, dulu di awal 1990-an pemerintah sangat represif terhadap perempuan yang menggunakan jilbab dan kasus anak-anak SMA negeri yang dikeluarkan hanya karena memakai jilbab. Bukan hanya satu atau dua orang, dan yang membela hanya beberapa ulama tertentu, tidak ada yang bisa memberikan pembelaan yang memadai, semua dikunci, semua diberi stigma," tuturnya.

Kemudian faktanya sekarang jilbab tidak lagi menjadi sebuah persoalan karena itu sebuah ajaran Islam, ajaran Islam yang murni, yang digali. Makin pintar masyarakat pakai sendiri. “Sekarang akhirnya jilbab menjadi sebuah budaya bangsa, ini kan kecelek (salah) artinya," ujar Bukhori.

Menurut anggota Badan Legislasi DPR ini, ketika cara memerangi atau mengendalikan radikalisme dengan cara-cara yang tidak komprehensif, bahkan terkesan itu semacam pesan dari pihak-pihak tertentu, masyarakat akan mengingatnya. Para pejabat yang membuat itu pasti akan diingat oleh masyarakat, sementara jabatan itu tidak selamanya dan bekas pejabat pun akhirnya akan turun ke masyarakat.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1426 seconds (0.1#10.140)