Tentang Kepemimpinan di Masa Pandemi Berkepanjangan
loading...
A
A
A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital
TINGGAL satu kuartal lagi pandemi akan berumur satu tahun. Belum ada tanda-tanda yang secara signifikan menunjukkan abnormalitas ini akan berangsur-angsur pulih. Secara ekonomi, sudah jelas gambarannya. Resesi menjadi masalah yang dihadapi oleh banyak bangsa, tak terkecuali Indonesia. Rantai pasok hancur berantakan dan sedang berada pada titik yang paling dalam, akibat perubahan metode kerja, perilaku, dan kegiatan ekonomi pada skala mikro maupun makro.
Secara sosial, setiap kelompok masyarakat juga terdampak. Berbeda dengan abnormalitas yang disebabkan oleh gelombang ekonomi atau gelombang politik yang mengakibatkan krisis pada setiap rentang waktu dan di berbagai belahan bumi, perubahan sosial yang diakibatkan oleh pandemi memiliki skala yang berpuluh-puluh kali lipat dibandingkan dengan yang pernah terjadi dalam sejarah manusia dan peradaban modern.
Secara politik, pandemi juga menimbulkan gejolak di beberapa negara tertentu yang menimbulkan kompleksitas baru. Terutama di beberapa negara yang pada rentang waktu pandemi ini menyelenggarakan proses politik seperti pemilu.
Menguatnya Kepemimpinan Multidimensi
Kepemimpinan pada level negara maupun pada level organisasi bisnis selama setahun belakangan memperlihatkan adanya perubahan corak kepemimpinan yang paling dibutuhkan oleh setiap organisasi, yaitu menguatnya pemimpin-pemimpin yang yang memiliki kapabilitas multidimensi. Di level negara, kita bisa melihat kemunculan pemimpin dengan kapasitas yang multidimensi seperti pemimpin Jerman, Selandia Baru, China, sampai dengan pemimpin di negara-negara Skandinavia. Demikian juga kepemimpinan pada level organisasi bisnis yang secara umum terlihat menonjol dalam mengelola dan menghadapi masalah yang muncul akibat pandemi.
Pertanyaannya, adakah kesamaan antara pemimpin-pemimpin tersebut sehingga kita dapat mengenali dimensi-dimensi yang paling dibutuhkan dalam menghadapi situasi pandemi?
Pertama, yang paling utama adalah kemampuan merencanakan dan melakukan manuver perubahan yang dapat diikuti oleh seluruh individu di dalam organisasi. Mereka adalah pemimpin yang dapat menjelaskan apa rencana yang akan mereka buat, dan apa saja yang harus disiapkan menghadapi setiap perubahan-perubahan yang terjadi sewaktu-waktu. Kemampuan merencanakan memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang lengkap tentang bagaimana organisasi dalam sistem bekerja, sehingga ia dapat memastikan bahwa setiap perencanaan dapat diterjemahkan sampai dengan level paling rinci.
Kedua, adalah pemimpin yang mampu berkomunikasi lebih sering dengan hasil yang efektif. Setiap masalah kecil, dalam abnormalitas, dapat menimbulkan efek kejut yang tidak disangka-sangka. Dia bisa membelokkan situasi kepada arah yang paling tidak diinginkan, tetapi juga sekaligus bisa mempercepat rencana yang sudah disusun dapat dijalankan secara efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi vital, dan sistem komunikasi yang dibangun harus mampu memberikan ruang kepada pemimpin-pemimpin tersebut untuk menginformasikan lebih sering dan lebih dini tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Ketiga adalah pemimpin yang berbela rasa tinggi. Pemimpin dengan sifat atau karakteristik berbela rasa tinggi sangat dibutuhkan dalam situasi krisis seperti pandemi yang kita hadapi hari ini. Sebagaimana dinyatakan di atas, perubahan yang terjadi secara ekonomi, sosial, dan politik, memerlukan sensitivitas yang tinggi untuk dapat dikelola dengan baik. Pemimpin dengan kemampuan berbela rasa yang tinggi akan cenderung mengambil keputusan dari sisi kepentingan kelompok masyarakat yang paling menderita, warga yang paling terdampak, ketimbang memikirkan kelompok-kelompok yang lainnya.
Keempat adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memberikan arah bagaimana kita akan memasuki situasi normal setelah pandemi berakhir. Bagaimanapun, pandemi tidak akan tidak berakhir. Yang menjadi masalah adalah, pandemi ini belum terlihat ujungnya ada di mana. Yang sudah memberikan secercah harapan adalah bahwa pendekatan atau upaya di sisi medis dengan mencari vaksin yang tepat, mencari pengobatan yang cocok, meningkatkan imunitas tubuh, memberikan harapan yang relatif baik. Itu ditandai dengan makin banyaknya orang yang sembuh setelah pandemi berlangsung selama hampir setahun ini.
Tidaklah mudah mencari sosok pemimpin yang memiliki kepemimpinan multidimensi seperti prasyarat-prasyarat di atas. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak akan muncul pemimpin-pemimpin yang sekurang-kurangnya memiliki prasyarat paling lengkap dari empat prasyarat di atas. Pada setiap organisasi, baik bisnis maupun birokrasi, bahkan pemimpin pada level negara-bangsa, mereka yang dapat menunjukkan kapasitas tersebut di ruang publik akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemimpin besar ketika pandemi sudah berangsur-angsur normal.
Pemerhati Human Capital
TINGGAL satu kuartal lagi pandemi akan berumur satu tahun. Belum ada tanda-tanda yang secara signifikan menunjukkan abnormalitas ini akan berangsur-angsur pulih. Secara ekonomi, sudah jelas gambarannya. Resesi menjadi masalah yang dihadapi oleh banyak bangsa, tak terkecuali Indonesia. Rantai pasok hancur berantakan dan sedang berada pada titik yang paling dalam, akibat perubahan metode kerja, perilaku, dan kegiatan ekonomi pada skala mikro maupun makro.
Secara sosial, setiap kelompok masyarakat juga terdampak. Berbeda dengan abnormalitas yang disebabkan oleh gelombang ekonomi atau gelombang politik yang mengakibatkan krisis pada setiap rentang waktu dan di berbagai belahan bumi, perubahan sosial yang diakibatkan oleh pandemi memiliki skala yang berpuluh-puluh kali lipat dibandingkan dengan yang pernah terjadi dalam sejarah manusia dan peradaban modern.
Secara politik, pandemi juga menimbulkan gejolak di beberapa negara tertentu yang menimbulkan kompleksitas baru. Terutama di beberapa negara yang pada rentang waktu pandemi ini menyelenggarakan proses politik seperti pemilu.
Menguatnya Kepemimpinan Multidimensi
Kepemimpinan pada level negara maupun pada level organisasi bisnis selama setahun belakangan memperlihatkan adanya perubahan corak kepemimpinan yang paling dibutuhkan oleh setiap organisasi, yaitu menguatnya pemimpin-pemimpin yang yang memiliki kapabilitas multidimensi. Di level negara, kita bisa melihat kemunculan pemimpin dengan kapasitas yang multidimensi seperti pemimpin Jerman, Selandia Baru, China, sampai dengan pemimpin di negara-negara Skandinavia. Demikian juga kepemimpinan pada level organisasi bisnis yang secara umum terlihat menonjol dalam mengelola dan menghadapi masalah yang muncul akibat pandemi.
Pertanyaannya, adakah kesamaan antara pemimpin-pemimpin tersebut sehingga kita dapat mengenali dimensi-dimensi yang paling dibutuhkan dalam menghadapi situasi pandemi?
Pertama, yang paling utama adalah kemampuan merencanakan dan melakukan manuver perubahan yang dapat diikuti oleh seluruh individu di dalam organisasi. Mereka adalah pemimpin yang dapat menjelaskan apa rencana yang akan mereka buat, dan apa saja yang harus disiapkan menghadapi setiap perubahan-perubahan yang terjadi sewaktu-waktu. Kemampuan merencanakan memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang lengkap tentang bagaimana organisasi dalam sistem bekerja, sehingga ia dapat memastikan bahwa setiap perencanaan dapat diterjemahkan sampai dengan level paling rinci.
Kedua, adalah pemimpin yang mampu berkomunikasi lebih sering dengan hasil yang efektif. Setiap masalah kecil, dalam abnormalitas, dapat menimbulkan efek kejut yang tidak disangka-sangka. Dia bisa membelokkan situasi kepada arah yang paling tidak diinginkan, tetapi juga sekaligus bisa mempercepat rencana yang sudah disusun dapat dijalankan secara efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi vital, dan sistem komunikasi yang dibangun harus mampu memberikan ruang kepada pemimpin-pemimpin tersebut untuk menginformasikan lebih sering dan lebih dini tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Ketiga adalah pemimpin yang berbela rasa tinggi. Pemimpin dengan sifat atau karakteristik berbela rasa tinggi sangat dibutuhkan dalam situasi krisis seperti pandemi yang kita hadapi hari ini. Sebagaimana dinyatakan di atas, perubahan yang terjadi secara ekonomi, sosial, dan politik, memerlukan sensitivitas yang tinggi untuk dapat dikelola dengan baik. Pemimpin dengan kemampuan berbela rasa yang tinggi akan cenderung mengambil keputusan dari sisi kepentingan kelompok masyarakat yang paling menderita, warga yang paling terdampak, ketimbang memikirkan kelompok-kelompok yang lainnya.
Keempat adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memberikan arah bagaimana kita akan memasuki situasi normal setelah pandemi berakhir. Bagaimanapun, pandemi tidak akan tidak berakhir. Yang menjadi masalah adalah, pandemi ini belum terlihat ujungnya ada di mana. Yang sudah memberikan secercah harapan adalah bahwa pendekatan atau upaya di sisi medis dengan mencari vaksin yang tepat, mencari pengobatan yang cocok, meningkatkan imunitas tubuh, memberikan harapan yang relatif baik. Itu ditandai dengan makin banyaknya orang yang sembuh setelah pandemi berlangsung selama hampir setahun ini.
Tidaklah mudah mencari sosok pemimpin yang memiliki kepemimpinan multidimensi seperti prasyarat-prasyarat di atas. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak akan muncul pemimpin-pemimpin yang sekurang-kurangnya memiliki prasyarat paling lengkap dari empat prasyarat di atas. Pada setiap organisasi, baik bisnis maupun birokrasi, bahkan pemimpin pada level negara-bangsa, mereka yang dapat menunjukkan kapasitas tersebut di ruang publik akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemimpin besar ketika pandemi sudah berangsur-angsur normal.
(bmm)