Budayakan Pakai Masker untuk Redam Penyebaran Covid-19
loading...
A
A
A
Percikan lainnya bisa berwujud partikel besar yang bisa menempel pada benda-benda di sekeliling orang yang sakit. Apabila disentuh orang sehat dan tidak melakukan cuci tangan, langsung menyentuh mulut, hidung, atau mengusap wajah, maka akan menyebabkan penularan secara tidak langsung.
Melihat bahaya tersebut, Ika mengingatkan, selain memakai masker, juga perlu menjaga jarak minimal 1 meter dan mencuci tangan di air mengalir dengan memakai sabun (3M).
Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM) Sigit Pramono mengakui tidak mudah untuk membangun kesadaran masyarakat wajib memakai masker. “Diperlukan ketekunan, disiplin, dan juga tidak boleh bosan. Harus mengingatkan pakai masker, tiap hari, tiap saat,” kata Sigit menceritakan kampanye yang telah dilakukannya.
Gerakan yang dia komandoi ini memprioritaskan sosialisasi pada kluster yang rentan, terutama area populasi padat, mobilitas dan interaksinya antarmanusia yang tinggi seperti pasar rakyat, pesantren, daerah wisata, dan transportasi umum. Ada sepuluh kota terbesar yang menjadi lokasi kampanye, mulai dari Jabodetabek, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar, Semarang, Palembang, Padang, Batam, dan Bandar Lampung. (Baca juga: Marc Marquez Tetap Absen di GP Aragon)
“Di pasar rakyat, penyuluhan sudah mencapai 9.200 pasar dengan jumlah lebih dari 7 juta pedagang. Selain itu, di pesantren sudah mencapai 65 pesantren dengan lebih dari 91.000 santri dan 3.361 guru, termasuk kiai,” terangnya.
Sigit memahami ada banyak jenis masker saat ini. Namun, satu di antaranya tidak dianjurkan pemerintah untuk digunakan adalah jenis masker scuba. Lantaran tak ingin memicu kontroversial, bagi Sigit, yang terpenting adalah masyarakat minimal membiasakan diri menggunakan masker. “Sekarang adalah pakai masker dulu. Nanti kita akan menyesuaikan dan mulai edukasi,” tandasnya.
Dia juga mengungkapkan, tidak semua orang juga bisa memiliki masker, khususnya kalangan masyarakat yang ekonominya rendah. Untuk itu, produksi masker harus ditingkatkan agar harganya kian terjangkau. “Mau harga mahal atau lebih murah, yang penting pakai masker dan gunakan dengan cara benar,” tandasnya.
Saat ini GPM terus melakukan kampanye atau sosialisasi wajib masker ke berbagai wilayah dan tempat. Cara penyampaian juga harus menyesuaikan dengan pemahaman orang. Misalnya, sosialisasi di pesantren akan berbeda dengan cara kampanye di pasar tradisional. (Baca juga: Bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batu Bara Happy)
“Kalau di pesantren biasanya kita bilang itu perintah dari kiai. Kalau di pasar, kita menyadarkan pedagang atau pembeli dan bekerja sama asosiasi pengelola pasar (Asprindo),” jelasnya.
Di pasar selama ini diketahui banyak pedagang tidak menyadari pentingnya memakai masker . Padahal, jika ada satu pedagang positif, maka pasar akan ditutup. “Intinya, kita fokus saja bagaimana mengubah perilaku masyarakat dari tidak pakai masker menjadi pakai masker. Sekarang ini vaksin yang sudah tersedia adalah masker,” tukasnya.
Melihat bahaya tersebut, Ika mengingatkan, selain memakai masker, juga perlu menjaga jarak minimal 1 meter dan mencuci tangan di air mengalir dengan memakai sabun (3M).
Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM) Sigit Pramono mengakui tidak mudah untuk membangun kesadaran masyarakat wajib memakai masker. “Diperlukan ketekunan, disiplin, dan juga tidak boleh bosan. Harus mengingatkan pakai masker, tiap hari, tiap saat,” kata Sigit menceritakan kampanye yang telah dilakukannya.
Gerakan yang dia komandoi ini memprioritaskan sosialisasi pada kluster yang rentan, terutama area populasi padat, mobilitas dan interaksinya antarmanusia yang tinggi seperti pasar rakyat, pesantren, daerah wisata, dan transportasi umum. Ada sepuluh kota terbesar yang menjadi lokasi kampanye, mulai dari Jabodetabek, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar, Semarang, Palembang, Padang, Batam, dan Bandar Lampung. (Baca juga: Marc Marquez Tetap Absen di GP Aragon)
“Di pasar rakyat, penyuluhan sudah mencapai 9.200 pasar dengan jumlah lebih dari 7 juta pedagang. Selain itu, di pesantren sudah mencapai 65 pesantren dengan lebih dari 91.000 santri dan 3.361 guru, termasuk kiai,” terangnya.
Sigit memahami ada banyak jenis masker saat ini. Namun, satu di antaranya tidak dianjurkan pemerintah untuk digunakan adalah jenis masker scuba. Lantaran tak ingin memicu kontroversial, bagi Sigit, yang terpenting adalah masyarakat minimal membiasakan diri menggunakan masker. “Sekarang adalah pakai masker dulu. Nanti kita akan menyesuaikan dan mulai edukasi,” tandasnya.
Dia juga mengungkapkan, tidak semua orang juga bisa memiliki masker, khususnya kalangan masyarakat yang ekonominya rendah. Untuk itu, produksi masker harus ditingkatkan agar harganya kian terjangkau. “Mau harga mahal atau lebih murah, yang penting pakai masker dan gunakan dengan cara benar,” tandasnya.
Saat ini GPM terus melakukan kampanye atau sosialisasi wajib masker ke berbagai wilayah dan tempat. Cara penyampaian juga harus menyesuaikan dengan pemahaman orang. Misalnya, sosialisasi di pesantren akan berbeda dengan cara kampanye di pasar tradisional. (Baca juga: Bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batu Bara Happy)
“Kalau di pesantren biasanya kita bilang itu perintah dari kiai. Kalau di pasar, kita menyadarkan pedagang atau pembeli dan bekerja sama asosiasi pengelola pasar (Asprindo),” jelasnya.
Di pasar selama ini diketahui banyak pedagang tidak menyadari pentingnya memakai masker . Padahal, jika ada satu pedagang positif, maka pasar akan ditutup. “Intinya, kita fokus saja bagaimana mengubah perilaku masyarakat dari tidak pakai masker menjadi pakai masker. Sekarang ini vaksin yang sudah tersedia adalah masker,” tukasnya.