Sektor Pertanian: Harapan Pemulihan?
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
Di tengah terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi, sektor pertanian pada triwulan II/2020 justru dapat menjadi pengungkit yang membantu pertumbuhan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kontribusi pertanian ke perekonomian meningkat pada kuartal II/2020 sebesar 15,46%, dari tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 13,57%.
Selain itu, data BPS juga menunjukkan bahwa di antara segelintir sektor yang mampu meraih pertumbuhan positif pada kuartal II/2020, pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu tumbuh sebesar 2,19% (yoy). Adapun sektor selain pertanian yang juga tumbuh positif pada kuartal II/2020 adalah informasi dan komunikasi sebesar 3,44% (yoy), dan pengadaan air sebesar 1,28% (yoy). (Baca: Inilah Pintu-Pintu Surga untuk Perempuan)
Pertanian memiliki peranan penting karena sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga dalam struktur ekonomi Indonesia. Selama pandemi, resiliensi sektor pertanian tak lain karena sektor tersebut berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia terhadap makanan sehingga masih akan dibutuhkan dan berproduksi. Sementara itu ditinjau dari sisi epidemiologi, wabah Covid-19 mayoritas menyebar di perkotaan atau kawasan padat penduduk. Artinya, pertanian yang mayoritas tidak berada di perkotaan relatif lebih aman.
Problematika Sektor Pertanian
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, terutama pada bidang pertanian. Sayang, di balik fakta tersebut ternyata pertanian Indonesia masih memiliki berbagai masalah besar dari hulu hingga hilir yang menghambat kemajuan pertanian Indonesia.
Pertanian yang merupakan salah satu sektor vital dalam menghadapi perkembangan populasi manusia di Indonesia, utamanya penyedia pangan serta lapangan pekerjaan, memiliki permasalahan serius antara lain terkait lahan, irigasi, benih, pupuk, alat mesin pertanian, penyuluh lapangan (sumber daya petani), tenaga kerja, hingga permasalahan tata niaga pertanian yang tak kunjung usai.
Pada sisi tenaga kerja, petani di Indonesia masih didominasi oleh generasi tua yang rata-rata berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan data sensus pada 2010, usia rata-rata petani di Indonesia adalah 52 tahun. Selanjutnya pada 2013, hasil Sensus Pertanian juga menunjukkan bahwa mayoritas petani di Indonesia merupakan kelompok masyarakat dengan usia 45–54 tahun. Hal itu kian diperkuat dengan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menunjukkan bahwa hampir tidak ada anak petani yang ingin menjadi petani.
Hanya sekitar 4% pemuda di Indonesia dengan usia 15–35 tahun yang berminat menjadi petani. Sisanya, sebagian besar cenderung untuk memilih bekerja di sektor industri. Artinya, jumlah petani yang berganti ke okupasi ke luar sektor pertanian lebih besar dibanding anak muda yang bersedia menekuni usaha pertanian. (Baca juga: Pilkada di Masa Pandemi, Perlu Ada Jaminan dari Penyelenggara Pemilu)
Penurunan minat generasi muda di sektor pertanian menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mencari solusi atas masalah tersebut. Berkurangnya jumlah petani akan berimplikasi pada penurunan ketersediaan produk dalam negeri serta tergerusnya lapangan pekerjaan. Pasalnya, pertanian merupakan sektor yang berkontribusi menyediakan 40% lapangan pekerjaan. Selain itu, target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 akan sulit terealisasi jika permasalahan regenerasi petani terus dibiarkan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
Di tengah terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi, sektor pertanian pada triwulan II/2020 justru dapat menjadi pengungkit yang membantu pertumbuhan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kontribusi pertanian ke perekonomian meningkat pada kuartal II/2020 sebesar 15,46%, dari tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 13,57%.
Selain itu, data BPS juga menunjukkan bahwa di antara segelintir sektor yang mampu meraih pertumbuhan positif pada kuartal II/2020, pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu tumbuh sebesar 2,19% (yoy). Adapun sektor selain pertanian yang juga tumbuh positif pada kuartal II/2020 adalah informasi dan komunikasi sebesar 3,44% (yoy), dan pengadaan air sebesar 1,28% (yoy). (Baca: Inilah Pintu-Pintu Surga untuk Perempuan)
Pertanian memiliki peranan penting karena sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga dalam struktur ekonomi Indonesia. Selama pandemi, resiliensi sektor pertanian tak lain karena sektor tersebut berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia terhadap makanan sehingga masih akan dibutuhkan dan berproduksi. Sementara itu ditinjau dari sisi epidemiologi, wabah Covid-19 mayoritas menyebar di perkotaan atau kawasan padat penduduk. Artinya, pertanian yang mayoritas tidak berada di perkotaan relatif lebih aman.
Problematika Sektor Pertanian
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, terutama pada bidang pertanian. Sayang, di balik fakta tersebut ternyata pertanian Indonesia masih memiliki berbagai masalah besar dari hulu hingga hilir yang menghambat kemajuan pertanian Indonesia.
Pertanian yang merupakan salah satu sektor vital dalam menghadapi perkembangan populasi manusia di Indonesia, utamanya penyedia pangan serta lapangan pekerjaan, memiliki permasalahan serius antara lain terkait lahan, irigasi, benih, pupuk, alat mesin pertanian, penyuluh lapangan (sumber daya petani), tenaga kerja, hingga permasalahan tata niaga pertanian yang tak kunjung usai.
Pada sisi tenaga kerja, petani di Indonesia masih didominasi oleh generasi tua yang rata-rata berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan data sensus pada 2010, usia rata-rata petani di Indonesia adalah 52 tahun. Selanjutnya pada 2013, hasil Sensus Pertanian juga menunjukkan bahwa mayoritas petani di Indonesia merupakan kelompok masyarakat dengan usia 45–54 tahun. Hal itu kian diperkuat dengan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menunjukkan bahwa hampir tidak ada anak petani yang ingin menjadi petani.
Hanya sekitar 4% pemuda di Indonesia dengan usia 15–35 tahun yang berminat menjadi petani. Sisanya, sebagian besar cenderung untuk memilih bekerja di sektor industri. Artinya, jumlah petani yang berganti ke okupasi ke luar sektor pertanian lebih besar dibanding anak muda yang bersedia menekuni usaha pertanian. (Baca juga: Pilkada di Masa Pandemi, Perlu Ada Jaminan dari Penyelenggara Pemilu)
Penurunan minat generasi muda di sektor pertanian menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mencari solusi atas masalah tersebut. Berkurangnya jumlah petani akan berimplikasi pada penurunan ketersediaan produk dalam negeri serta tergerusnya lapangan pekerjaan. Pasalnya, pertanian merupakan sektor yang berkontribusi menyediakan 40% lapangan pekerjaan. Selain itu, target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 akan sulit terealisasi jika permasalahan regenerasi petani terus dibiarkan.