Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja Tuntut Presiden Terbitkan Perppu
loading...
A
A
A
“RUKN sangat berperan penting penentuan harga listrik karena terkait dengan jenis energi primer yang digunakan dalam pembangkit tenaga listrik, karena harga listrik ditentukan 70 persen dari jenis energi primernya,” bebernya lagi.
Lantaran itu, campur tangan para wakil tangan dalam kebijakan energi primer menjadi sangat penting dalam pembahasan RUKN. Pada ujungnya, tarif listrik akan berdampak juga terhadap ekonomi masyarakat.
Ancaman lainnya terlihat dari kembali dimasukkannya Pasal 10 Ayat (2) terkait Unbundling sektor pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan serta Pasal 11 Ayat (1) yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik untuk kepentingan.
(Baca: Gabungan Serikat Pekerja Minta RUU Ciptaker Tidak Dibawa ke Rapat Paripurna)
Kuncoro menilai ketentuan itu menyalahi keputusan MK berdasarkan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 bahwa Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Padahal, pertimbangan MK bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut menghilangkan fungsi kontrol negara dalam usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat Indonesia dan hilangnya kedaulatan energi bagi negara.
“Munculnya potensi memperburuk kondisi ketenagalistrikan saat ini yang telah mengalami kelebihan pasokan listrik (oversupply) dan besarnya kewajiban pembayaran take or pay kepada pembangkit listrik swasta (TOP IPP),” tukasnya.
Lantaran itu, campur tangan para wakil tangan dalam kebijakan energi primer menjadi sangat penting dalam pembahasan RUKN. Pada ujungnya, tarif listrik akan berdampak juga terhadap ekonomi masyarakat.
Ancaman lainnya terlihat dari kembali dimasukkannya Pasal 10 Ayat (2) terkait Unbundling sektor pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan serta Pasal 11 Ayat (1) yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik untuk kepentingan.
(Baca: Gabungan Serikat Pekerja Minta RUU Ciptaker Tidak Dibawa ke Rapat Paripurna)
Kuncoro menilai ketentuan itu menyalahi keputusan MK berdasarkan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 bahwa Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Padahal, pertimbangan MK bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut menghilangkan fungsi kontrol negara dalam usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat Indonesia dan hilangnya kedaulatan energi bagi negara.
“Munculnya potensi memperburuk kondisi ketenagalistrikan saat ini yang telah mengalami kelebihan pasokan listrik (oversupply) dan besarnya kewajiban pembayaran take or pay kepada pembangkit listrik swasta (TOP IPP),” tukasnya.
(muh)