Meski Bipolar Disorder Afina Banyak Prestasi
loading...
A
A
A
Tono Rustiano
Mantan Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
PAK Aqua, saya hanya ingin menggambarkan Afina Syifa Biladina, anak bungsu saya, sebagai sosok gigih yang menyadari keterbatasan dalam dirinya namun ingin berprestasi dan membantu orang lain. Sejak kecil Afina memang agak berbeda dari kedua kakaknya.
Waktu SD psikolog menyebutnya sebagai ketidakseimbangan perkembangan antara fisik, kognitif, dan emosinya. Lalu Afina didampingi psikolog untuk latihan-latihan fisik agar perkembangan kognitif dan emosinya makin seimbang.
Di sekolah memang Afina cenderung tidak mau diam, selalu bergerak, tidak bisa memusatkan perhatian untuk mengikuti pelajaran. Karena itu nilainya selalu paling belakang di kelasnya.
Saya sendiri sangat percaya bahwa Afina tidak bodoh. Walaupun dengan ketertinggalan di antara teman-temannya dia tetap bisa naik kelas.
Saya terharu ketika kelas satu SMP, diam-diam Afina meminta kepada gurunya agar boleh tampil di panggung untuk bicara dalam bahasa Inggris. Dia belajar pada temannya yang paling mahir berbahasa Inggris.
Dia tuliskan sendiri apa yang ingin dia sampaikan. Syukur gurunya mengizinkan. “Walaupun aku bukan anak pintar, tapi aku juga ingin tampil di depan panggung, agar Abah bangga juga padaku,” ucapnya. Waktu itu air mata saya menetes haru.
Keterampilan Afina Melebihi Teman-temannya
Afina memang menyadari bahwa tidak ada prestasi yang menonjol dalam dirinya. Apalagi prestasi akademik. Bahkan cenderung selalu paling belakang. “Tapi aku ingin muhim, aku tetap ingin diperhitungkan,” begitu kata-katanya pada saya.
Ternyata kesukaannya pada bidang komunikasi dan seni dia tumbuhkan sendiri. Kesenangannya pada foto dan video membuatnya punya keterampilan sendiri yang melebihi teman-teman sebayanya.
Pada kelas 2 SMA, Afina bisa memproduksi film pendek yang dia buat sendiri. Mulai menyusun skenario, mencari talen, mengarahkan talen, ambil gambar, isi suara, mengisi ilustrasi musik dan mengeditnya sampai mengubah kelas menjadi bioskop yang berbayar. Semuanya dia lakukan secara otodidak.
Mantan Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
PAK Aqua, saya hanya ingin menggambarkan Afina Syifa Biladina, anak bungsu saya, sebagai sosok gigih yang menyadari keterbatasan dalam dirinya namun ingin berprestasi dan membantu orang lain. Sejak kecil Afina memang agak berbeda dari kedua kakaknya.
Waktu SD psikolog menyebutnya sebagai ketidakseimbangan perkembangan antara fisik, kognitif, dan emosinya. Lalu Afina didampingi psikolog untuk latihan-latihan fisik agar perkembangan kognitif dan emosinya makin seimbang.
Di sekolah memang Afina cenderung tidak mau diam, selalu bergerak, tidak bisa memusatkan perhatian untuk mengikuti pelajaran. Karena itu nilainya selalu paling belakang di kelasnya.
Saya sendiri sangat percaya bahwa Afina tidak bodoh. Walaupun dengan ketertinggalan di antara teman-temannya dia tetap bisa naik kelas.
Saya terharu ketika kelas satu SMP, diam-diam Afina meminta kepada gurunya agar boleh tampil di panggung untuk bicara dalam bahasa Inggris. Dia belajar pada temannya yang paling mahir berbahasa Inggris.
Dia tuliskan sendiri apa yang ingin dia sampaikan. Syukur gurunya mengizinkan. “Walaupun aku bukan anak pintar, tapi aku juga ingin tampil di depan panggung, agar Abah bangga juga padaku,” ucapnya. Waktu itu air mata saya menetes haru.
Keterampilan Afina Melebihi Teman-temannya
Afina memang menyadari bahwa tidak ada prestasi yang menonjol dalam dirinya. Apalagi prestasi akademik. Bahkan cenderung selalu paling belakang. “Tapi aku ingin muhim, aku tetap ingin diperhitungkan,” begitu kata-katanya pada saya.
Ternyata kesukaannya pada bidang komunikasi dan seni dia tumbuhkan sendiri. Kesenangannya pada foto dan video membuatnya punya keterampilan sendiri yang melebihi teman-teman sebayanya.
Pada kelas 2 SMA, Afina bisa memproduksi film pendek yang dia buat sendiri. Mulai menyusun skenario, mencari talen, mengarahkan talen, ambil gambar, isi suara, mengisi ilustrasi musik dan mengeditnya sampai mengubah kelas menjadi bioskop yang berbayar. Semuanya dia lakukan secara otodidak.