Perlukah Investigasi Independen Covid-19?

Rabu, 06 Mei 2020 - 07:08 WIB
loading...
Perlukah Investigasi Independen Covid-19?
Dinna Prapto Raharja PhD, Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Dinna Prapto Raharja PhD
Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional
@Dinna_PR

INDONESIA telah mengatakan berada dalam posisi memantau posisi Australia dalam perang kata dengan China terkait dengan usulan penyelidikan independen terkait asal muasal wabah Covid-19. Indonesia secara diplomatis memilih untuk fokus kepada pemulihan pasien dan dampak negatifnya kepada ekonomi dan sosial.

Indonesia memang saat ini bekerja sama dengan beberapa negara dalam riset untuk mencari vaksin Covid-19. Namun, apakah ada posisi politik luar negeri Indonesia yang dapat dilakukan daripada sekadar memantau, terutama bila terkait dengan pekerjaan rumah di dalam negeri sendiri untuk segera mencari vaksin yang dapat melawan virus Covid-19 ini?

Para ahli virus dan epidemologi Indonesia secara sains memang butuh informasi yang lebih banyak tentang virus Covid-19 ini agar mereka dapat segera memikirkan strategi medis apa yang harus dilakukan demi menghambat penularan virus ini di tengah masyarakat. Pernyataan PM Australia Scott Morrison dan jajaran kabinetnya yang menyatakan perlunya penyelidikan independen tentang virus korona yang berbasis sains yang sahih.

Keraguan bahwa China masih belum terbuka sepenuhnya tentang asal usul virus ini tidak lepas dari sistem politik di China sendiri yang diakui oleh dunia masih tertutup, penuh sensor, dan rahasia. China secara ekonomi memang terbuka, tetapi dalam kehidupan politiknya masih tertutup rapat. Negara masih mengontrol kebebasan berpendapat warganya termasuk informasi yang boleh dan tidak boleh disampaikan ke publik.

Meski demikian, cara Australia menyampaikan gagasan tersebut memang tidak bisa dibenarkan dalam situasi wabah yang masih membutuhkan kerja sama dan mengurangi sebisa mungkin rasa curiga yang dapat menghambat kerja sama tersebut. Australia dapat terlihat jelas ingin mengambil keuntungan diplomatis dalam situasi di mana warga di seluruh dunia ingin segera mendapatkan kembali kehidupan normal mereka.

Australia sama tidak sensitifnya dengan Amerika Serikat (AS) yang sedang memolitisasi wabah virus ini untuk tetap mendapatkan keuntungan politik di dalam negerinya menjelang pemilu presiden pada 3 November 2020.

Terlepas suka atau tidaknya kita dengan sistem politik yang berlaku saat ini di China, kerja sama untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, lebih transparan, dan lebih berkualitas harus dilakukan dengan pendekatan yang berbeda apabila berhubungan dengan China. Kita tetap harus berpegang teguh pada prinsip bahwa kedaulatan sebuah wilayah bukan cuma masalah garis batas secara fisik, tetapi juga cara hidup, politik, dan budaya negara tersebut.

Pada titik ini, pendekatan diplomasi yang lebih mengedepankan sikap saling menghormati tetap harus dikedepankan dan Indonesia dalam titik ini bisa memainkan aksi diplomasi yang lebih nyata dan konkret.

Kita tidak bisa memaksa sebuah negara untuk tunduk kepada otoritas negara lain. Kita tentu juga akan marah apabila ada satu negara meminta seluruh negara di Asia Tenggara untuk membentuk tim penyelidikan independen atas kebakaran hutan yang asapnya menyebar ke wilayah udara negara tetangga.

Ajakan semacam itu tentu akan memancing kemarahan warga dan justru membuat upaya untuk mencegah kebakaran hutan jadi terhambat. Demikian pula dengan kasus Covid-19 ini.

Indonesia dapat berperan untuk menjembatani upaya mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih mendalam dari China sambil tetap fokus dalam mencegah penyebaran virus ini lebih meluas di dalam negeri. Peranan ini justru lebih bermakna secara politis daripada menghabiskan energi di lembaga multilateral atau sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB atau anggota Dewan HAM.

Jauh-jauh hari sebelumnya saya sudah mengatakan posisi di lembaga multilateral tersebut memang baik untuk citra diplomasi kita. Tetapi, sedikit manfaat politiknya untuk memperkuat posisi Indonesia.

Lembaga multilateral di PBB saat ini justru tidak menarik bagi negara-negara lain karena mengalami defisit secara keuangan dan defisit secara politik lantaran minimnya dukungan dari negara besar seperti AS. Jangan sampai sumber daya diplomat kita yang terbatas terkuras untuk ihwal yang output-nya tidak jelas.

Saya melihat dalam kasus Covid-19 ini, Indonesia dapat berperan jauh lebih bermanfaat bagi politik di luar negeri dan dalam negeri tanpa membahayakan hubungan baik dengan negara-negara lain, terutama antara AS dan China. Tugas diplomasi kita adalah meyakinkan negara-negara di dunia untuk sementara waktu berhenti saling mencari kambing hitam dan membangun keinginan politik bersama yang saat ini sudah tidak bisa dijalankan oleh lembaga multilateral.

Kita tidak perlu berharap terlalu banyak untuk menjadi pahlawan dunia. Tetapi, minimal meredakan ketegangan di kawasan Asia Tenggara saja sudah sangat baik.

Sebabnya, setelah wabah ini selesai, Asia Tenggara akan menjadi satu di antara tujuan investasi alternatif sebagai upaya strategi investor dunia agar tidak lagi tergantung dengan China. Semua negara telah belajar bahwa “meletakkan seluruh telur di keranjang yang sama” akan membahayakan seluruh investasi mereka.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1599 seconds (0.1#10.140)