Uji Materi UU Perasuransian, Ahli: Pengaturan Lewat PP Cara Kapitalis

Kamis, 24 September 2020 - 22:34 WIB
loading...
A A A
Margarito mengungkapkan, putusan MK tidak bisa ditafsir lain apa pun itu selain yang telah dinyatakan secara expressis verbis oleh MK dalam putusan itu.

"Itulah unintended consequences tentu tersembunyi dari Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Ini pasal corporatism khas kapitalis. Pasal 6 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, saya tandai selain sebagai pasal bercorak khas kapitalis, ini merendahkan kehendak ideologi MK yang dinyatakan dalam putusan yang telah saya kutip di awal tadi, juga mengacaukan sistem hukum," kata Margarito.( )

Dia membeberkan, UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian lebih khusus pada Pasal 6 Ayat 2 dan Ayat 3 merupakan pembangkangan pembuat UU, yakni DPR bersama pemerintah.

Margarito menilai, pengingkaran pembentuk UU dan pemerintah atas putusan MK melalui Pasal 6 Ayat 2 dan Ayat 3 UU Perasuransian sama dengan menghantam secara langsung nilai kebangsaan serta nilai gotong-royong khas tradisi bangsa ini selama berabad-abad lamanya.

"Saya tidak dapat membayangkan MK dapat memiliki keberanian untuk memberi nuansa baru terhadap gotong-royong yang ada pada pertimbangan putusan Mahkamah terdahulu, dengan gotong-royong khas kapitalis. Saya berpendapat mengenal gotong-royong dalam bentuknya yang sangat khas, bentuknya
adalah capital share dan joint stock, tidak ada musyawarah. Yang ada adalah yang banyak sahamnya, dia yang memutuskan," paparnya.

Dia menjelaskan, kapitalis-kapitallis umumnya lebih licin dan bekerja dengan cara beriringan atau gotong-royong khas mereka. Bermodalkan sumber tak terbatas, mereka memainkan kekuatan persuasinya yang acap didemonstrasikan secara telanjang menggolkan kepentingan mereka.

Kelompok ini, sambung dia, tidak membiarkan pemerintah berpihak pada rakyat kebanyakan. Dalam tradisinya, kapitalis-kapitalis ini mengandalkan dan menggunakan hukum dalam makna mengeksploitasi doktrin rule of law.

"Kapitalis menggunakan hukum untuk melapangkan jalan mereka memperoleh hak, melipatgandakan, mengakumulasi, dan mengonsentrasikan sumber daya ekonomi dalam penguasaan mereka. Ini adil menurut mereka. Dalam padangan mereka, adil adalah apa yang dinyatakan dalam teks undang-undang. Kuasai undang-undang, atur perumusan teks, segera itu bertindak menurut teks. Kalau sudah diatur dalam hukum atau telah memiliki dasar hukum, rakyat mau apa?" ucapnya.
(dam)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1071 seconds (0.1#10.140)