Serangan Nine Eleven yang Menggoncang Dunia (Bagian 5)
loading...
A
A
A
Dia jawab jujur: “I am from Pakistan” (saya dari Pakistan).
Saya kemudian tersenyum padanya dan berkata: “Brother, I lived in Pakistan almost 7 years. But I never encountered any Pakistani with Chinese name”. (Saya pernah tinggal di Pakistan hampir 7 tahun dan belum pernah saya temukan orang Pakistan yang memiliki nama orang China).
Dia melihat saya serius, lalu berkata: “Brother, you know I am working in a public place. So I am worried people will identify me as a Muslim”. (Saudaraku, saya kan kerja di tempat umum. Saya khawatir orang-orang akan tahu kalau saya Muslim).
“So what?” (Lalu kenapa?), tanyaku.
“They will not come or will do something wrong or harm to me” (mereka tidak akan datang ke restoran, atau akan melakukan hal-hal yang membahayakan saya), jawabnya.
Saya kemudian menyampaikan kepadanya bahwa apa yang dia rasakan itu seperti ketakutan, perasan terancam, dan lain-lain adalah sesuatu yang tidak perlu. Dia takut sebelum ada yang menakutinya. Dia merasa terancam tanpa ada yang mengancamnya.
Itu hanya sekelumit keadaan Umat ketika itu. Di satu sisi ada yang semakin sadar agama dan menjadi solid dalam beragama. Tapi di sisi lain ada juga yang Imannya anjlok dan kehilangan “self confidence” (percaya diri) dalam berislam.
Di tengah-tengah meningginya kekerasan-kekerasan yang kita hadapi saat itulah yang mendorong Komunitas Muslim di Amerika, dan saya pribadi salah satunya, untuk melakukan segala hal yang memungkinkan untuk mengurangi dampak negatif peristiwa 9/11 itu. Saat itu di benak kami adalah meminimalisir kesalah pahaman dan kemarahan publik Amerika akibat serangan ini.
Maka pada pertemuan dengan Presiden Bush itulah, seperti yang disebutkan sebelumnya, saya menyampaikan permintaan khusus kepadanya agar jika memungkinkan Presiden Amerika mengeluarkan statemen publik yang menegaskan bahwa serangan 9/11 itu tidak ada hubungannya dengan Islam dan Komunitas Islam.
Bush berkunjung ke Islamic Center DC
Saya kemudian tersenyum padanya dan berkata: “Brother, I lived in Pakistan almost 7 years. But I never encountered any Pakistani with Chinese name”. (Saya pernah tinggal di Pakistan hampir 7 tahun dan belum pernah saya temukan orang Pakistan yang memiliki nama orang China).
Dia melihat saya serius, lalu berkata: “Brother, you know I am working in a public place. So I am worried people will identify me as a Muslim”. (Saudaraku, saya kan kerja di tempat umum. Saya khawatir orang-orang akan tahu kalau saya Muslim).
“So what?” (Lalu kenapa?), tanyaku.
“They will not come or will do something wrong or harm to me” (mereka tidak akan datang ke restoran, atau akan melakukan hal-hal yang membahayakan saya), jawabnya.
Saya kemudian menyampaikan kepadanya bahwa apa yang dia rasakan itu seperti ketakutan, perasan terancam, dan lain-lain adalah sesuatu yang tidak perlu. Dia takut sebelum ada yang menakutinya. Dia merasa terancam tanpa ada yang mengancamnya.
Itu hanya sekelumit keadaan Umat ketika itu. Di satu sisi ada yang semakin sadar agama dan menjadi solid dalam beragama. Tapi di sisi lain ada juga yang Imannya anjlok dan kehilangan “self confidence” (percaya diri) dalam berislam.
Di tengah-tengah meningginya kekerasan-kekerasan yang kita hadapi saat itulah yang mendorong Komunitas Muslim di Amerika, dan saya pribadi salah satunya, untuk melakukan segala hal yang memungkinkan untuk mengurangi dampak negatif peristiwa 9/11 itu. Saat itu di benak kami adalah meminimalisir kesalah pahaman dan kemarahan publik Amerika akibat serangan ini.
Maka pada pertemuan dengan Presiden Bush itulah, seperti yang disebutkan sebelumnya, saya menyampaikan permintaan khusus kepadanya agar jika memungkinkan Presiden Amerika mengeluarkan statemen publik yang menegaskan bahwa serangan 9/11 itu tidak ada hubungannya dengan Islam dan Komunitas Islam.
Bush berkunjung ke Islamic Center DC