Haruskah Ahok Dipecat?
loading...
A
A
A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada
Beberapa kalangan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memecat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai komisaris utama (Komut) Pertamina . Alasannya, Ahok menimbulkan kegaduhan dengan mengungkap aib Pertamina di depan publik. Tanpa dibuka oleh Ahok, publik sesungguhnya sudah mengetahui kebobrokan Pertamina , yang semester I/2020 menderita kerugian sebesar Rp11,13 triliun.
Ahok barangkali tidak bermaksud membeberkan aib, tetapi lebih untuk membuka tata kelola Pertamina agar lebih transparan. Ahok menyadari salah satu tugas sebagai komut adalah membasmi mafia migas di Pertamina. Dengan tata kelola yang lebih transparan diyakini dapat memagari mafia migas dalam berburu rente di Pertamina. (Baca juga: Pakai BBM Berkualitas Pertamina Mesin Kendaraan Awet Tenaga Jadi Galak)
Ahok juga mengusulkan agar Kementerian BUMN, yang mengangkatnya sebagai komut Pertamina, sebaiknya dibubarkan saja. Kementerian BUMN memang seharusnya dibubarkan. Alasannya, fungsi Kementerian BUMN hanya sebatas koordinasi terhadap seluruh BUMN, sedangkan fungsi supervisi dilakukan oleh kementerian teknis terkait. Adanya dua kementerian yang menaungi BUMN seringkali membingungkan bagi BUMN dalam pengambilan keputusan strategis. (Baca juga: Legislator PDIP Nilai Pernyataan Ahok Soal BUMN Kurang Bijak)
Selama ini peran Kementerian BUMN cenderung sebagai kepanjangan tangan kelompok kepentingan dan endorser dalam menempatkan komisaris dan direksi BUMN. Bahkan endorser itu lebih powerful ketimbang penilaian kinerja dalam pengangkatan komisaris dan direksi BUMN. Sebagai ganti Kementerian BUMN yang dibubarkan perlu dibentuk Super Holding, yang membawahi berbagai holding BUMN dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Kalau alasan pemecatan Ahok semata karena bikin gaduh dengan mengungkap aib Pertamina, alasan itu terlalu naif dan tidak mendasarkan pada kaidah manajemen professional. Pemecatan Ahok sebagai komut Pertamina seharusnya didasarkan atas pencapaian key performance indicator (KPI), bukan karena bikin gaduh.
KPI itu di antaranya pemberantasan mafia migas, pembangunan kilang, penurunan impor migas. Kalau KPI ditetapkan itu tidak dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, Ahok memang seharusnya dipecat sebagai komut Pertamina.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada
Beberapa kalangan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memecat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai komisaris utama (Komut) Pertamina . Alasannya, Ahok menimbulkan kegaduhan dengan mengungkap aib Pertamina di depan publik. Tanpa dibuka oleh Ahok, publik sesungguhnya sudah mengetahui kebobrokan Pertamina , yang semester I/2020 menderita kerugian sebesar Rp11,13 triliun.
Ahok barangkali tidak bermaksud membeberkan aib, tetapi lebih untuk membuka tata kelola Pertamina agar lebih transparan. Ahok menyadari salah satu tugas sebagai komut adalah membasmi mafia migas di Pertamina. Dengan tata kelola yang lebih transparan diyakini dapat memagari mafia migas dalam berburu rente di Pertamina. (Baca juga: Pakai BBM Berkualitas Pertamina Mesin Kendaraan Awet Tenaga Jadi Galak)
Ahok juga mengusulkan agar Kementerian BUMN, yang mengangkatnya sebagai komut Pertamina, sebaiknya dibubarkan saja. Kementerian BUMN memang seharusnya dibubarkan. Alasannya, fungsi Kementerian BUMN hanya sebatas koordinasi terhadap seluruh BUMN, sedangkan fungsi supervisi dilakukan oleh kementerian teknis terkait. Adanya dua kementerian yang menaungi BUMN seringkali membingungkan bagi BUMN dalam pengambilan keputusan strategis. (Baca juga: Legislator PDIP Nilai Pernyataan Ahok Soal BUMN Kurang Bijak)
Selama ini peran Kementerian BUMN cenderung sebagai kepanjangan tangan kelompok kepentingan dan endorser dalam menempatkan komisaris dan direksi BUMN. Bahkan endorser itu lebih powerful ketimbang penilaian kinerja dalam pengangkatan komisaris dan direksi BUMN. Sebagai ganti Kementerian BUMN yang dibubarkan perlu dibentuk Super Holding, yang membawahi berbagai holding BUMN dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Kalau alasan pemecatan Ahok semata karena bikin gaduh dengan mengungkap aib Pertamina, alasan itu terlalu naif dan tidak mendasarkan pada kaidah manajemen professional. Pemecatan Ahok sebagai komut Pertamina seharusnya didasarkan atas pencapaian key performance indicator (KPI), bukan karena bikin gaduh.
KPI itu di antaranya pemberantasan mafia migas, pembangunan kilang, penurunan impor migas. Kalau KPI ditetapkan itu tidak dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, Ahok memang seharusnya dipecat sebagai komut Pertamina.
(poe)