Bangun Konten Medsos Berkualitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingginya pengguna media sosial (medsos) di Indonesia terbukti menjadi sarana penambang uang bagi mereka yang aktif membuat konten-konten kreatif. Namun sayang tak sedikit konten-konten itu masih sebatas mengejar popularitas dan mengesampingkan kualitas.
Dampaknya sebagian kreator konten bahkan harus berurusan dengan hukum. Ini seperti yang dialami Ferdian Paleka dengan Youtube berisi aksi bagi-bagi sembako “sampah”. Di Medan, dua Youtuber belum lama ini juga dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lantaran mengunggah video pelanggar pajak kendaraan tanpa ada proses konfirmasi. Musisi yang juga Youtuber Ardian Aji Prihartanto atau Anji saat ini juga berurusan dengan hukum karena dinilai menyebarkan konten tentang obat Covid-19 yang tak benar. (Baca: Jakarta PSBB Lagi, Kegiatan Ekonomi Jabodetabek Bakal Ambles?)
Maraknya khalayak membuat konten karena medsos bukan hanya wahana untuk komunikasi biasa, tetapi juga bisa menjadi ladang untuk mendapatkan uang. Masalahnya banyak konten yang kurang mendidik dan negatif yang diunggah. Celakanya konten-konten semacam itu lebih disukai.
Pengamat medsos Enda Nasution menilai masyarakat saat ini kerap disuguhi konten-konten yang tidak berkualitas, khususnya di platform Youtube. Bahkan ada video orang diam selama berjam-jam, tapi uniknya banyak yang melihatnya. Hadirnya konten yang tidak berkualitas, menurutnya, karena memang tidak ada keharusan untuk membuat yang berkualitas. Karakter medsos yang membolehkan posting dan sharing apa saja sesuai dengan kreativitasnya adalah sebuah kelebihan. “Namun dengan konten yang berkualitas akan jauh berpotensi digemari lebih banyak oleh audiens,” ujarnya kemarin.
Menurut dia, konten yang berkualitas itu akan bermanfaat dan berdampak bagi masyarakat luas. Konten yang informatif akan memberikan sesuatu yang bisa dipelajari dan pengetahuan baru. Konten itu, misalnya, mengenai tempat-tempat wisata, produk, dan layanan baru. Ada juga yang memberikan beragam tips, misalnya desain grafis dan cara memasak.
Konten-konten yang bagus di medsos akan membuat masyarakat terhibur, tertawa, dan perasaannya senang. Namun tidak bisa dibantah saat ini banyak konten yang tidak berkualitas, tetapi viral dan banyak yang melihatnya. Enda menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan itu, misalnya penyebaran dilakukan untuk mengejek orang lain. “Salah satunya posting yang kontroversial, sensasional, dan ribut dengan orang lain. Itu bisa berkontribusi terhadap kepopuleran seseorang,” tuturnya. (Baca juga: Negara-negara Arab Kecam Turki dan Iran karena Terlalu Ikut Campur)
YouTuber, kreator konten, dan influencer saat ini menjadi pekerjaan baru. Masyarakat atau pengguna medsos yang ingin menjadi kreator konten pun bisa mempelajarinya dari informasi di internet. “Jadi tidak perlu lembaga khusus. Yang diperlukan rasa ingin tahu dan terus belajar serta mengasah kemampuan ide dan kemampuan dalam pembuatan konten,” papar Enda.
Pengamat komunikasi Rulli Nasrullah mengungkapkan masyarakat Indonesia yang menggunakan medsos aktif mencapai 170 juta orang. Bahkan di semua platform medsos seperti Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram, Indonesia selalu masuk lima besar di dunia. Menurut dia, medsos memberikan ruang kreasi yang luar biasa kepada netizen untuk memproduksi apa saja. Bahkan setelah itu medsos bisa menghasilkan uang.
“Kedua, secara psikologis agak berbeda dengan dunia nyata. Di medsos apa pun yang diproduksi, (misal) sesakit apa pun jatuh seandainya lantai licin atau jatuh ke got, akan mendapatkan apresiasi (menarik perhatian) yang luar biasa,” terangnya.
Rulli menyebut ada akun medsos yang setiap tayangan lebih banyak dislike-nya. Tapi pengguna medsos tetap melihat apa pun yang diunggah oleh si pemilik akun. Ada yang datang hanya untuk berkomentar biasa saja, tetapi ada yang memaki-maki. “Dia tetap dapat duit. Artinya mau positif maupun negatif di medsos, kreator konten dapat uang dari situ,” tegasnya.
Dampaknya sebagian kreator konten bahkan harus berurusan dengan hukum. Ini seperti yang dialami Ferdian Paleka dengan Youtube berisi aksi bagi-bagi sembako “sampah”. Di Medan, dua Youtuber belum lama ini juga dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lantaran mengunggah video pelanggar pajak kendaraan tanpa ada proses konfirmasi. Musisi yang juga Youtuber Ardian Aji Prihartanto atau Anji saat ini juga berurusan dengan hukum karena dinilai menyebarkan konten tentang obat Covid-19 yang tak benar. (Baca: Jakarta PSBB Lagi, Kegiatan Ekonomi Jabodetabek Bakal Ambles?)
Maraknya khalayak membuat konten karena medsos bukan hanya wahana untuk komunikasi biasa, tetapi juga bisa menjadi ladang untuk mendapatkan uang. Masalahnya banyak konten yang kurang mendidik dan negatif yang diunggah. Celakanya konten-konten semacam itu lebih disukai.
Pengamat medsos Enda Nasution menilai masyarakat saat ini kerap disuguhi konten-konten yang tidak berkualitas, khususnya di platform Youtube. Bahkan ada video orang diam selama berjam-jam, tapi uniknya banyak yang melihatnya. Hadirnya konten yang tidak berkualitas, menurutnya, karena memang tidak ada keharusan untuk membuat yang berkualitas. Karakter medsos yang membolehkan posting dan sharing apa saja sesuai dengan kreativitasnya adalah sebuah kelebihan. “Namun dengan konten yang berkualitas akan jauh berpotensi digemari lebih banyak oleh audiens,” ujarnya kemarin.
Menurut dia, konten yang berkualitas itu akan bermanfaat dan berdampak bagi masyarakat luas. Konten yang informatif akan memberikan sesuatu yang bisa dipelajari dan pengetahuan baru. Konten itu, misalnya, mengenai tempat-tempat wisata, produk, dan layanan baru. Ada juga yang memberikan beragam tips, misalnya desain grafis dan cara memasak.
Konten-konten yang bagus di medsos akan membuat masyarakat terhibur, tertawa, dan perasaannya senang. Namun tidak bisa dibantah saat ini banyak konten yang tidak berkualitas, tetapi viral dan banyak yang melihatnya. Enda menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan itu, misalnya penyebaran dilakukan untuk mengejek orang lain. “Salah satunya posting yang kontroversial, sensasional, dan ribut dengan orang lain. Itu bisa berkontribusi terhadap kepopuleran seseorang,” tuturnya. (Baca juga: Negara-negara Arab Kecam Turki dan Iran karena Terlalu Ikut Campur)
YouTuber, kreator konten, dan influencer saat ini menjadi pekerjaan baru. Masyarakat atau pengguna medsos yang ingin menjadi kreator konten pun bisa mempelajarinya dari informasi di internet. “Jadi tidak perlu lembaga khusus. Yang diperlukan rasa ingin tahu dan terus belajar serta mengasah kemampuan ide dan kemampuan dalam pembuatan konten,” papar Enda.
Pengamat komunikasi Rulli Nasrullah mengungkapkan masyarakat Indonesia yang menggunakan medsos aktif mencapai 170 juta orang. Bahkan di semua platform medsos seperti Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram, Indonesia selalu masuk lima besar di dunia. Menurut dia, medsos memberikan ruang kreasi yang luar biasa kepada netizen untuk memproduksi apa saja. Bahkan setelah itu medsos bisa menghasilkan uang.
“Kedua, secara psikologis agak berbeda dengan dunia nyata. Di medsos apa pun yang diproduksi, (misal) sesakit apa pun jatuh seandainya lantai licin atau jatuh ke got, akan mendapatkan apresiasi (menarik perhatian) yang luar biasa,” terangnya.
Rulli menyebut ada akun medsos yang setiap tayangan lebih banyak dislike-nya. Tapi pengguna medsos tetap melihat apa pun yang diunggah oleh si pemilik akun. Ada yang datang hanya untuk berkomentar biasa saja, tetapi ada yang memaki-maki. “Dia tetap dapat duit. Artinya mau positif maupun negatif di medsos, kreator konten dapat uang dari situ,” tegasnya.