Bangun Konten Medsos Berkualitas

Jum'at, 11 September 2020 - 06:23 WIB
loading...
Bangun Konten Medsos...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Tingginya pengguna media sosial (medsos) di Indonesia terbukti menjadi sarana penambang uang bagi mereka yang aktif membuat konten-konten kreatif. Namun sayang tak sedikit konten-konten itu masih sebatas mengejar popularitas dan mengesampingkan kualitas.

Dampaknya sebagian kreator konten bahkan harus berurusan dengan hukum. Ini seperti yang dialami Ferdian Paleka dengan Youtube berisi aksi bagi-bagi sembako “sampah”. Di Medan, dua Youtuber belum lama ini juga dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lantaran mengunggah video pelanggar pajak kendaraan tanpa ada proses konfirmasi. Musisi yang juga Youtuber Ardian Aji Prihartanto atau Anji saat ini juga berurusan dengan hukum karena dinilai menyebarkan konten tentang obat Covid-19 yang tak benar. (Baca: Jakarta PSBB Lagi, Kegiatan Ekonomi Jabodetabek Bakal Ambles?)

Maraknya khalayak membuat konten karena medsos bukan hanya wahana untuk komunikasi biasa, tetapi juga bisa menjadi ladang untuk mendapatkan uang. Masalahnya banyak konten yang kurang mendidik dan negatif yang diunggah. Celakanya konten-konten semacam itu lebih disukai.

Pengamat medsos Enda Nasution menilai masyarakat saat ini kerap disuguhi konten-konten yang tidak berkualitas, khususnya di platform Youtube. Bahkan ada video orang diam selama berjam-jam, tapi uniknya banyak yang melihatnya. Hadirnya konten yang tidak berkualitas, menurutnya, karena memang tidak ada keharusan untuk membuat yang berkualitas. Karakter medsos yang membolehkan posting dan sharing apa saja sesuai dengan kreativitasnya adalah sebuah kelebihan. “Namun dengan konten yang berkualitas akan jauh berpotensi digemari lebih banyak oleh audiens,” ujarnya kemarin.

Menurut dia, konten yang berkualitas itu akan bermanfaat dan berdampak bagi masyarakat luas. Konten yang informatif akan memberikan sesuatu yang bisa dipelajari dan pengetahuan baru. Konten itu, misalnya, mengenai tempat-tempat wisata, produk, dan layanan baru. Ada juga yang memberikan beragam tips, misalnya desain grafis dan cara memasak.

Konten-konten yang bagus di medsos akan membuat masyarakat terhibur, tertawa, dan perasaannya senang. Namun tidak bisa dibantah saat ini banyak konten yang tidak berkualitas, tetapi viral dan banyak yang melihatnya. Enda menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan itu, misalnya penyebaran dilakukan untuk mengejek orang lain. “Salah satunya posting yang kontroversial, sensasional, dan ribut dengan orang lain. Itu bisa berkontribusi terhadap kepopuleran seseorang,” tuturnya. (Baca juga: Negara-negara Arab Kecam Turki dan Iran karena Terlalu Ikut Campur)

YouTuber, kreator konten, dan influencer saat ini menjadi pekerjaan baru. Masyarakat atau pengguna medsos yang ingin menjadi kreator konten pun bisa mempelajarinya dari informasi di internet. “Jadi tidak perlu lembaga khusus. Yang diperlukan rasa ingin tahu dan terus belajar serta mengasah kemampuan ide dan kemampuan dalam pembuatan konten,” papar Enda.

Pengamat komunikasi Rulli Nasrullah mengungkapkan masyarakat Indonesia yang menggunakan medsos aktif mencapai 170 juta orang. Bahkan di semua platform medsos seperti Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram, Indonesia selalu masuk lima besar di dunia. Menurut dia, medsos memberikan ruang kreasi yang luar biasa kepada netizen untuk memproduksi apa saja. Bahkan setelah itu medsos bisa menghasilkan uang.

“Kedua, secara psikologis agak berbeda dengan dunia nyata. Di medsos apa pun yang diproduksi, (misal) sesakit apa pun jatuh seandainya lantai licin atau jatuh ke got, akan mendapatkan apresiasi (menarik perhatian) yang luar biasa,” terangnya.

Rulli menyebut ada akun medsos yang setiap tayangan lebih banyak dislike-nya. Tapi pengguna medsos tetap melihat apa pun yang diunggah oleh si pemilik akun. Ada yang datang hanya untuk berkomentar biasa saja, tetapi ada yang memaki-maki. “Dia tetap dapat duit. Artinya mau positif maupun negatif di medsos, kreator konten dapat uang dari situ,” tegasnya.

Dalam pandangannya, agak sulit mengarahkan pengguna medsos dan kreator konten agar selalu menciptakan konten yang berkualitas dan positif. Rulli menyatakan medsos ini menjadi pasar ide yang bebas bagi masyarakat. “Ketika literasi digital masyarakat semakin bagus, konten-konten sampah akan hilang,” tuturnya.

Masalah literasi digital yang buruk ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Rulli menjelaskan situasi serupa juga terjadi di berbagai negara seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Saat ini Indonesia sedang memasuki tahap belajar bermedia sosial yang baik dan benar. Dia memprediksi 5–10 tahun ke depan masyarakat sudah matang dalam berselancar dan mengisi konten di medsos.

Pemerintah sebenarnya sudah menjalankan beberapa program agar konten di medsos berkualitas seperti dengan program siber kreasi dan gen posting. Masalahnya, yang harus dijangkau dan diedukasi itu sangat banyak. Rulli pun mengusulkan adanya undang-undang (UU) khusus tentang medsos. “Sekarang tinggal kerja sama lintas departemen, misalnya Kemenkumham (pengaturan) tentang hak cipta dan penggunaan lagu. Ada sanksi bagi kreator konten, jadi tidak hanya sosial. Perusahaan medsos harus bertanggung jawab terhadap prank-prank yang tidak bagus. Saya pikir semua harus bergerak,” tuturnya.

Perlu Kesadaran Diri

Pegiat medsos Adjie Santosoputro mengatakan konten tak berkualitas cenderung mengarah pada yang instan dan ingin cepat viral. Padahal keinginan instan tersebut biasanya menghalalkan segala cara. “Intinya tidak adanya kesadaran diri menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan berbagai cara untuk membuat konten demi mendapatkan banyak views, perhatian penonton, atensi orang,” kata Youtuber yang memiliki lebih dari 14.000 subscribers di kanal Adjie SantosoputroTV itu. (Baca juga: Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri China Ternyata Bukan Hadis Shahih)

Tidak dapat dimungkiri jumlah subscriber atau views juga ikut berpotensi terhadap peluang mendapatkan rezeki. Namun, menurut dia, setiap orang punya motivasi masing-masing, apakah hanya ingin berburu uang, jumlah views, dan sebagainya. “Tapi kalau memahami hidup hanya seperti itu, akibatnya akan bermain dengan cara meningkatkan views saja. Yang penting attention banyak. Enggak peduli kontennya kualitasnya seperti apa,” ujar lulusan Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Youtuber Akhmad Ridha Ardhillah alias Rio Ardhillah mengatakan, menjadi kreator konten yang cerdas harus dimulai dari mindset. Termasuk jika ingin mencerdaskan bangsa dan memberikan nilai yang bagus untuk masyarakat, pasti konten yang dibuat akan diarahkan ke sana. “Harus dimulai dulu dari mindset-nya. Kalau semata-mata hanya mencari views, bukan values, itu pasti akan menghalalkan segala cara,” kata Rio.

Hanya saja semua itu kembali lagi pada pasar Indonesia. Konten edukatif, inspiratif memang sangat kurang. Di sisi lain kreator konten juga harus bisa bertahan di situasi pandemi yang terjadi saat ini. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu Ledak Nuklir)

Untuk membuat konten menjadi viral, lanjut Rio, rumusnya ada dua, yaitu based on trend dan relateable dengan apa yang terjadi di sekitar masyarakat. Menurut dia, based on trend justru terkadang disalahartikan banyak orang. Padahal anak muda harus bisa menyaring mana tren yang baik dan buruk. Sementara itu konten relateable umumnya bisa dikaitkan dengan karakter penonton Indonesia yang tidak ingin berpikir terlalu berat. Bisa menyajikan konten yang “receh”, tetapi tetap ada nilai edukasi.

Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas mengatakan, bagi sebagian orang, masih ada yang beranggapan bahwa medsos tidak menarik jika tidak diisi berita yang sifatnya hoaks. Fakta ini harus diubah dengan konten-konten yang sifatnya membangun pemikiran positif karena konten negatif, apalagi yang berbau provokatif, bisa sangat berbahaya.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, saat ini Komisi I DPR masih melakukan pembahasan dengan beberapa mitra baik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) maupun Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menangani konten-konten berbau hoaks.

Saat ini konten medsos bernada negatif cenderung dominan dan kerap mencuri perhatian publik. Karena itu Komisi I DPR mendorong Kementerian Kominfo untuk membentuk data center yang dikoneksikan dengan beberapa lembaga atau kementerian sehingga semua konten yang beredar di medsos bisa dipantau dan diverifikasi. "Jika ada konten-konten negatif bisa dikendalikan pemerintah. Jangan sampai konten-konten negatif seperti hoaks ini terus dimainkan," tutur politikus asal Papua itu.

Komisi I juga mendorong untuk segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan adanya UU tersebut, ke depan akan ada kepastian dan jaminan hukum kepada setiap warga negara untuk menggunakan medsos secara patut. (Lihat videonya: Mengenang Perjuangan Tentara Pelajar di Monumen Rejodani)

Senada dengan Yan Mandenas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding meminta negara membuat regulasi yang mengatur dan membatasi semua konten yang bisa berakibat pada misalnya pornografi, memicu kekerasan terutama hoaks, atau yang memiliki dampak pada keutuhan bangsa. (Faorick Pakpahan/F.W. Bahtiar/Abdul Rochim)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1037 seconds (0.1#10.140)