Debitur Bisa Tunda Angsuran Kredit
loading...
A
A
A
BERBAGAI stimulus ekonomi dihadirkan pemerintah dalam mengadang dampak dari pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Stimulus teranyar adalah penundaan pokok angsuran kredit yang mencapai sebesar Rp271 triliun. Pemerintah merinci penundaan pokok angsuran kredit tersebut meliputi kredit untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), Ultra Mikro (Umi), hingga Kredit Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) sebesar Rp105,7 triliun. Selanjutnya kredit untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), perbankan, hingga perusahaan pembiayaan sebesar Rp165,48 triliun.
Selain itu, untuk menjaga kesehatan perbankan dan lembaga pembiayaan yang mengalami masalah likuiditas akibat penundaan angsuran kredit tersebut, pemerintah sedang merancang jalan penyehatan dengan mekanisme interbank di Bank Indonesia (BI). Tidak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan cadangan bantuan dukungan likuiditas bagi perbankan yang melakukan restrukturisasi dengan penempatan dana pemerintah di bank tersebut. Aturan hukum yang akan memayungi kebijakan itu sedang disiapkan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta sudah selesai dalam pekan ini.
Sebelum kebijakan penundaan pokok angsuran kredit diterbitkan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan atas keringanan pembayaran bunga untuk debitur kategori mikro dan kecil. Untuk nilai pinjaman di bawah Rp500 juta atau setara dengan KUR, pemerintah menanggung bunga pinjaman sebesar 6% untuk tiga bulan awal, lalu menjadi 3% untuk tiga bulan berikutnya.
Selanjutnya debitur dengan pinjaman senilai Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar mendapat subsidi bunga sebesar 3% selama tiga bulan pertama dan sebesar 2% untuk tiga bulan berikutnya. Kemudian peta kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tersebar di perbankan sebanyak 20,02 juta debitur, lalu di perusahaan pembiayaan mencapai 6,76 juta debitur, dan di BPR terdapat 1,62 juta debitur.
Sementara itu, usaha kecil yang nilai pinjamannya di bawah KUR, usaha mikro (UMi), Mekaar, hingga pengusaha kecil yang memperoleh pinjaman lewat pegadaian, juga tak luput dari perhatian pemerintah. Stimulasi untuk kelompok itu dalam bentuk subsidi bunga sebesar 6% selama enam bulan. Tercatat debitur usaha kecil dengan nilai pinjaman di bawah Rp500 juta sebanyak 8,33 juta orang. Debitur Mekaar dengan nilai pinjaman berkisar dari Rp5 juta sampai dengan Rp10 juta sebanyak 6,08 juta orang. Debitur Umi sebanyak 1 juta orang dan debitur Pegadaian terdaftar 10,6 juta orang.
Debitur yang akan menikmati stimulus penundaan pokok angsuran kredit selama enam bulan itu harus memenuhi sejumlah syarat yang telah ditetapkan. Tentu persyaratan utama adalah para debitur yang terdampak langsung wabah Covid-19 dengan rekam jejak baik sepanjang pembayaran cicilan pinjaman dengan kategori lancar kolektibilitas 1-2, bayar pajak lancar dan sudah pasti tidak masuk daftar hitam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terlepas dari kepastian jaminan pemerintah terhadap perbankan yang kesulitan likuiditas akibat penundaan pokok angsuran kredit, ada baiknya melihat sejenak bagaimana performa perbankan nasional khususnya bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam masa pandemi Covid-19. Berdasarkan data publikasi terbaru dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terungkap bahwa likuiditas bank-bank pelat merah masih aman. Hanya saja, data likuiditas perbankan yang aman itu untuk kuartal pertama 2020.
Data Himbara menunjukkan masih terjadi pertumbuhan positif hingga Maret 2020, dengan aset total Himbara tumbuh 7,09% menjadi sebesar Rp3.530 triliun. Adapun penyaluran kredit masih tumbuh 11% menjadi sebesar Rp2.469,32 triliun, sedangkan dana pihak ketiga naik 10,23% mencapai sebesar Rp2.611,45 triliun. Begitu pula rasio likuiditas rata-rata bank pemerintah masih baik, dengan Bank Mandiri sebesar 94,91%, BNI sekitar 92,3%, BRI sebesar 90,39%, dan BTN di atas 100%.
Bagaimana dengan kondisi bulan-bulan selanjutnya? Nah , pertanyaan ini sulit mencari jawabnya apalagi pemerintah memprediksi puncak pandemi Covid-19 terjadi pada pertengahan Mei 2020. Karena itu, pihak Himbara sedang menyiapkan uji ketahanan (stress test) mengingat kondisi ke depan sangat mengkhawatirkan karena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai berembus kencang. Harapannya, stimulus ini bisa melindungi debitur dan pihak kreditur juga selamat.
Selain itu, untuk menjaga kesehatan perbankan dan lembaga pembiayaan yang mengalami masalah likuiditas akibat penundaan angsuran kredit tersebut, pemerintah sedang merancang jalan penyehatan dengan mekanisme interbank di Bank Indonesia (BI). Tidak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan cadangan bantuan dukungan likuiditas bagi perbankan yang melakukan restrukturisasi dengan penempatan dana pemerintah di bank tersebut. Aturan hukum yang akan memayungi kebijakan itu sedang disiapkan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta sudah selesai dalam pekan ini.
Sebelum kebijakan penundaan pokok angsuran kredit diterbitkan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan atas keringanan pembayaran bunga untuk debitur kategori mikro dan kecil. Untuk nilai pinjaman di bawah Rp500 juta atau setara dengan KUR, pemerintah menanggung bunga pinjaman sebesar 6% untuk tiga bulan awal, lalu menjadi 3% untuk tiga bulan berikutnya.
Selanjutnya debitur dengan pinjaman senilai Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar mendapat subsidi bunga sebesar 3% selama tiga bulan pertama dan sebesar 2% untuk tiga bulan berikutnya. Kemudian peta kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tersebar di perbankan sebanyak 20,02 juta debitur, lalu di perusahaan pembiayaan mencapai 6,76 juta debitur, dan di BPR terdapat 1,62 juta debitur.
Sementara itu, usaha kecil yang nilai pinjamannya di bawah KUR, usaha mikro (UMi), Mekaar, hingga pengusaha kecil yang memperoleh pinjaman lewat pegadaian, juga tak luput dari perhatian pemerintah. Stimulasi untuk kelompok itu dalam bentuk subsidi bunga sebesar 6% selama enam bulan. Tercatat debitur usaha kecil dengan nilai pinjaman di bawah Rp500 juta sebanyak 8,33 juta orang. Debitur Mekaar dengan nilai pinjaman berkisar dari Rp5 juta sampai dengan Rp10 juta sebanyak 6,08 juta orang. Debitur Umi sebanyak 1 juta orang dan debitur Pegadaian terdaftar 10,6 juta orang.
Debitur yang akan menikmati stimulus penundaan pokok angsuran kredit selama enam bulan itu harus memenuhi sejumlah syarat yang telah ditetapkan. Tentu persyaratan utama adalah para debitur yang terdampak langsung wabah Covid-19 dengan rekam jejak baik sepanjang pembayaran cicilan pinjaman dengan kategori lancar kolektibilitas 1-2, bayar pajak lancar dan sudah pasti tidak masuk daftar hitam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terlepas dari kepastian jaminan pemerintah terhadap perbankan yang kesulitan likuiditas akibat penundaan pokok angsuran kredit, ada baiknya melihat sejenak bagaimana performa perbankan nasional khususnya bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam masa pandemi Covid-19. Berdasarkan data publikasi terbaru dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terungkap bahwa likuiditas bank-bank pelat merah masih aman. Hanya saja, data likuiditas perbankan yang aman itu untuk kuartal pertama 2020.
Data Himbara menunjukkan masih terjadi pertumbuhan positif hingga Maret 2020, dengan aset total Himbara tumbuh 7,09% menjadi sebesar Rp3.530 triliun. Adapun penyaluran kredit masih tumbuh 11% menjadi sebesar Rp2.469,32 triliun, sedangkan dana pihak ketiga naik 10,23% mencapai sebesar Rp2.611,45 triliun. Begitu pula rasio likuiditas rata-rata bank pemerintah masih baik, dengan Bank Mandiri sebesar 94,91%, BNI sekitar 92,3%, BRI sebesar 90,39%, dan BTN di atas 100%.
Bagaimana dengan kondisi bulan-bulan selanjutnya? Nah , pertanyaan ini sulit mencari jawabnya apalagi pemerintah memprediksi puncak pandemi Covid-19 terjadi pada pertengahan Mei 2020. Karena itu, pihak Himbara sedang menyiapkan uji ketahanan (stress test) mengingat kondisi ke depan sangat mengkhawatirkan karena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai berembus kencang. Harapannya, stimulus ini bisa melindungi debitur dan pihak kreditur juga selamat.
(mpw)