Uji Materi UU Penyiaran Diperlukan, Jangan Karena Alasan Kebebasan Menjadi Liar

Kamis, 27 Agustus 2020 - 15:08 WIB
loading...
Uji Materi UU Penyiaran...
Pakar Telematika Roy Suryo menilai gugatan RCTI terkait uji materi UU Penyiaran merupakan hak dari pihak pengugat. Jika UU Penyiaran dikabulkan MK, maka pemerintah wajib melaksanakan putusan tersebut. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Telematika Roy Suryo menilai gugatan RCTI terkait uji materi (judicial review) UU No 32/2002 tentang Penyiaran merupakan hak dari pihak pengugat. Jika UU Penyiaran dikabulkan Mahkamah Kontitusi (MK) , maka pemerintah wajib melaksanakan putusan tersebut.

"Saya sih melihatnya sah-saja saja RCTI dan iNews sebagai entitas bisnis penyiaran melakukan uji materi tersebut, perkara pemerintah punya "posisi" sendiri, itu memang sudah tupoksinya," kata Roy Suryo di Jakarta, Kamis (27/8/2020). (Baca juga: Revisi UU Penyiaran Tak Halangi Kebebasan Berekspresi)

Roy melanjutkan ketika gugatan uji materi UU Penyiaran itu berguna untuk masyarakat banyak dan melindungi hak rakyat maka tidak menjadi masalah. Terlebih, RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia tentu menginginkan keadilan dalam melakukan siaran di era milenial saat ini. (Baca juga: Siaran Berbasis Internet Mendesak Ditertibkan)

Roy menambahkan meski ada pengamat media sosial yang berpendapat lain, karena memang yang bersangkutan hanya menonjolkan kebebasan ekspresi. Namun intinya, semua yang berhubungan dengan akses yang bisa diterima publik memang tetap harus ada aturannya. “Tidak bisa dengan alasan-alasan kebebasan berekspresi begitu, terus liar tanpa aturan," tambahnya.

RCTI dan iNews mengajukan permohonan uji materi UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi ini untuk menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis Internet, tanpa terkecuali baik lokal maupun asing, adalah tujuan dari stasiun televisi. (Baca juga: Digitalisasi Penyiaran Harus Diikuti Pengawasan Konten Media Baru)

"Jika uji materi dikabulkan, diharapkan kualitas isi siaran video berbasis internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoaks) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI. Ini tanpa terkecuali, untuk penyiaran berbasis Internet lokal maupun asing," kata Corporate Legal Director MNC Group Christoporus Taufik.

Bila uji materi tersebut dikabulkan, Chris berharap isi tayangan video berbasis internet dapat lebih berkualitas, tersaring dari konten kekerasan, pornografi maupun SARA. Setiap konten yang disiarkan juga dapat dipertanggungjawabkan.

Putusan dari uji materi tersebut, lanjutnya, akan ikut ambil bagian menjadikan NKRI kembali kepada marwahnya sesuai dengan tujuan berbangsa dan bernegara. Yang tidak hanya merdeka, tetapi juga bersatu, adil, dan makmur sebagaimana jelas tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Dari sisi landasan hukum, Chris mengatakan, Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran menyebutkan, Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

"Dengan tegas disebutkan bahwa penyiaran adalah yang menggunakan spektrum frekuensi radio. Diketahui, tayangan video berbasis internet, seperti OTT, media sosial, dan lainnya juga menggunakan spektrum frekuensi radio," jelasnya.

Chris menjelaskan tayangan lewat mobile juga menggunakan spektrum frekuensi radio, di mana tayangan lewat wi-fi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz. "UU No 32/2002 dapat dipergunakan sebagai pijakan untuk mengatur tayangan video berbasis internet. Tanpa ada spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis internet tidak dapat ditransmisikan, sehingga tidak dapat ditonton," tegasnya.

Dalam penjelasan UU Penyiaran, maksud dan tujuannya mencakup pengaturan teknologi digital dan Internet sebagaimana dengan tegas ditulis di butir 4 yaitu: mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran.

Sebagai informasi, isi siaran yang dilarang adalah:
1. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
2. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
3. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
4. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1911 seconds (0.1#10.140)