RUU Cipta Kerja Momentum Kembangkan Industri Pertahanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta menilai, pemerintah mesti memanfaatkan momentum Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) untuk menjalin kerja sama produksi alat utama sistem senjata (alutsista) dengan swasta.
Dengan begitu kata Stanislaus, kualitas produk meningkat. (Baca juga: Fraksi Demokrat Kembali Masuk ke Panja RUU Cipta Kerja, Ini Dalihnya)
"Harusnya seperti itu. Selama ini, kan, industri strategis atau proyek besar milik pemerintah, yang saat ini banyak dikerjakan oleh BUMN, nantinya itu bisa dikerjakan juga oleh swasta," katanya saat dihubungi, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, industri pertahanan dalam negeri kian membaik. Namun, harus meningkat seiring berlakunya RUU Ciptaker kelak. (Baca juga: PKS Minta Serikat Pekerja Terus Pelototi Pembahasan RUU Cipta Kerja)
Dicontohkannya dengan PT Pindad (Persero), perusahaan "pelat merah" sektor industri pertahanan, yang telah menjalin kemitraan bersama swasta, seperti Astra, dalam mengembangkan alutsista. Yang telah terealisasi kendaraan taktis (rantis) Maung 4x4.
"Kalau produksinya ini signifikan, kan, kabarnya akan diproduksi massal untuk sipil juga. Jadi, tentu saja akan juga meningkatkan peluang kerja," ujarnya.
"Harapannya ketika sudah bisa berjalan dengan baik, adanya RUU Ciptaker ini bisa lebih cepat lagi, misalnya, tentang perizinan, tentang kemudahan investasi untuk pengadaan lahan, pasti harusnya lebih cepat, ya," sambungnya.
Menurut Stanis, pemerintah dapat meningkatkan kolaborasi dengan swasta dalam memproduksi alutsista. "Tentu dengan berbagai syarat dan aturan yang harus tepat, apalagi industri strategis itu, ya, harus dicek dulu, apalagi harus benar-benar riset."
Jika dikerjakan sendiri, Pindad bakal terkendala lantaran masa produksi diprediksi lebih lama. "Makanya, kolaborasi ini yang harus ditingkatkan, sehingga muncul kekuatan-kekuatan baru yang besar," tegasnya.
Selain produktivitas tinggi, kemitraan dengan swasta pun bakal menguntungkan secara kualitas, kelancaran distribusi, dan layanan purnajual.
"Promosi juga pasti lebih bagus, misalnya, kan, pasti akan terangkat. Misal, rampur Maung menggunakan merek ini, pasti sudah ada orang yang fanatik dengan merek itu," urainya.
Stanis mengakui, RUU Ciptaker juga bakal mendorong investor asing untuk menanamkan modal di industri pertahanan. Karenanya, pemerintah diharapkan memprioritaskan perusahaan dalam negeri.
"Kolaborasi (dengan industri dalam negeri) ini yang harus dijaga, misalnya, kerahasiaan negara. Itu dijaga. Jangan sampai ketahuan sama negara lain," ucapnya.
Di sisi lain, dia mendorong pemerintah melakukan riset dan pengembangan alutsista secara mendalam saat pandemi. Ketika pagebluk berakhir dan RUU Ciptaker disahkan, bisa langsung diproduksi.
Dengan begitu kata Stanislaus, kualitas produk meningkat. (Baca juga: Fraksi Demokrat Kembali Masuk ke Panja RUU Cipta Kerja, Ini Dalihnya)
"Harusnya seperti itu. Selama ini, kan, industri strategis atau proyek besar milik pemerintah, yang saat ini banyak dikerjakan oleh BUMN, nantinya itu bisa dikerjakan juga oleh swasta," katanya saat dihubungi, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, industri pertahanan dalam negeri kian membaik. Namun, harus meningkat seiring berlakunya RUU Ciptaker kelak. (Baca juga: PKS Minta Serikat Pekerja Terus Pelototi Pembahasan RUU Cipta Kerja)
Dicontohkannya dengan PT Pindad (Persero), perusahaan "pelat merah" sektor industri pertahanan, yang telah menjalin kemitraan bersama swasta, seperti Astra, dalam mengembangkan alutsista. Yang telah terealisasi kendaraan taktis (rantis) Maung 4x4.
"Kalau produksinya ini signifikan, kan, kabarnya akan diproduksi massal untuk sipil juga. Jadi, tentu saja akan juga meningkatkan peluang kerja," ujarnya.
"Harapannya ketika sudah bisa berjalan dengan baik, adanya RUU Ciptaker ini bisa lebih cepat lagi, misalnya, tentang perizinan, tentang kemudahan investasi untuk pengadaan lahan, pasti harusnya lebih cepat, ya," sambungnya.
Menurut Stanis, pemerintah dapat meningkatkan kolaborasi dengan swasta dalam memproduksi alutsista. "Tentu dengan berbagai syarat dan aturan yang harus tepat, apalagi industri strategis itu, ya, harus dicek dulu, apalagi harus benar-benar riset."
Jika dikerjakan sendiri, Pindad bakal terkendala lantaran masa produksi diprediksi lebih lama. "Makanya, kolaborasi ini yang harus ditingkatkan, sehingga muncul kekuatan-kekuatan baru yang besar," tegasnya.
Selain produktivitas tinggi, kemitraan dengan swasta pun bakal menguntungkan secara kualitas, kelancaran distribusi, dan layanan purnajual.
"Promosi juga pasti lebih bagus, misalnya, kan, pasti akan terangkat. Misal, rampur Maung menggunakan merek ini, pasti sudah ada orang yang fanatik dengan merek itu," urainya.
Stanis mengakui, RUU Ciptaker juga bakal mendorong investor asing untuk menanamkan modal di industri pertahanan. Karenanya, pemerintah diharapkan memprioritaskan perusahaan dalam negeri.
"Kolaborasi (dengan industri dalam negeri) ini yang harus dijaga, misalnya, kerahasiaan negara. Itu dijaga. Jangan sampai ketahuan sama negara lain," ucapnya.
Di sisi lain, dia mendorong pemerintah melakukan riset dan pengembangan alutsista secara mendalam saat pandemi. Ketika pagebluk berakhir dan RUU Ciptaker disahkan, bisa langsung diproduksi.
(maf)