Prolog Pilkada Penuh Drama

Minggu, 01 September 2024 - 07:03 WIB
loading...
A A A
Tak ubahnya Pemilu Presiden dan Legislatif, kontestasi para calon pemimpin daerah di tingkat provinsi, kota dan kabupaten juga dengan sangat disadari tak pernah luput dari praktik oligarki . Oligarki yang berkuasa tetap menjadikan demokrasi elektoral terus berada di bawah kepentingannya, dengan menyediakan uang bagi pasangan calon yang dijagokannya sebagai imbalan atas peneguhan kekuasaan ekonominya di tingkat lokal.

Karlmarx menjelaskan oligarki menunjukkan bahwa hubungan kekuasaan politik sebagian yang tak terpisahkan dari mekanisme bekerjanya kapitalisme. Dalam bahasa Yunani, oligarki (oligarkhía) yang berarti "aturan oleh sedikit"; olígos = sedikit, dan arkho = mengatur atau memerintah adalah bentuk struktur kekuasaan di mana kekuasaan berada di tangan segelintir orang.

Orang-orang ini mungkin atau mungkin tidak, dibedakan oleh satu atau beberapa karakteristik, seperti bangsawan, ketenaran, kekayaan, pendidikan, atau kontrol perusahaan, agama, politik, atau militer. Sepanjang sejarah, oligarki sering bersifat tirani, mengandalkan kepatuhan atau penindasan publik untuk eksis. Aristoteles mempelopori penggunaan istilah sebagai aturan yang berarti oleh orang kaya, yang istilah lain yang umum digunakan saat ini adalah plutokrasi.

Pada awal abad ke-20 Robert Michels mengembangkan teori bahwa demokrasi, seperti semua organisasi besar, cenderung berubah menjadi oligarki. Dalam "hukum besi oligarki" dia menyarankan bahwa pembagian kerja yang diperlukan dalam organisasi besar mengarah pada pembentukan kelas penguasa yang sebagian besar peduli dengan melindungi kekuasaan mereka sendiri.

baca juga: Sumbangan Dana Kampanye Pilkada 2024 Dibagi 4 Kategori

Kelompok oligarki menemukan jalannya sendiri, dengan membangun sistem politik uang. Demokrasi elektoral dikontrol dengan menempatkan kekuatan uang dalam memenangi pemilihan, sehingga elite politik yang berlaga dalam kontestasi politik semakin bergantung pada kekuatan uang. Dengan negara seperti ini, oligarki dapat merebut dan menguasai sumber daya ekonomi demi pemupukan dan akumulasi kekayaan. Oligarki mencetak politikus, pejabat politik, birokrat, dan jaringan patronasenya dalam sistem yang dikendalikan oleh mereka.

Memang, dengan diterapkannya PKPU Nomor 10/2024 tentang perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8/2024 tentang pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, jalannya Pilkada 2024 terasa lebih kompetitif dan bergairah. Syarat pencalonan yang diatur dalam PKPU ini membuat pilkada lebih inklusif dan memberikan peluang yang lebih besar bagi calon alternatif yang potensial untuk berkompetisi.

Di sisi lain, terbukti peraturan ini juga mampu mencegah upaya parpol dalam mempersempit ruang kontestasi, termasuk praktik calon tunggal atau calon boneka di sejumlah daerah. Hal ini juga mengurangi kemungkinan kecurangan, karena semakin banyak pihak yang akan mengawasi proses pemilihan. Dengan demikian, Pilkada 2024 diharapkan dapat memunculkan kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas, juga menciptakan proses pemilihan yang lebih transparan dan adil.

Namun begitu, di ajang Pilkada serentak 2024 yang notabene banyak menguras energi dan biaya, tetap memberi ruang oligarki untuk bekerja. Oligarki menyebabkan elite politik yang menjadi calon kepala daerah tak bisa berpaling dari ketergantungannya pada kekuatan uang. Sebaliknya, pengusaha butuh kontrol terhadap alokasi sumber daya pemerintah di tingkat lokal seperti alokasi proyek APBD dan perizinan usaha atau alih fungsi lahan.

baca juga: Catatan Perindo untuk KPU terkait Logistik Pilkada 2024
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1091 seconds (0.1#10.140)