Kesejahteraan Hakim, Agenda Tak Kunjung Usai
loading...
A
A
A
Dia memaparkan, para hakim juga tidak pernah ada uang lembur. Dia mencontohkan, di PN Jakarta Pusat acap persidangan berlangsung hingga malam hari bahkan sampai tengah malam atau hingga hari berganti. Di PN Jakarta Pusat pun, hakim paling cepat pulang pukul 21.00 WIB. Untuk itu, Yanto meminta sesekali unsur pemerintah dan masyarakat umum bisa hadir dan melihat bagaimana jalannya persidangan dan para hakim bekerja untuk para pencari keadilan hingga tengah malam. (Baca juga: Amien Rais Kritik Nadiem: Dunia Pendidikan Beda dengan Pergojekan)
"Kalau sidang sampai tengah malam, kita nggak pernah ada uang lembur di Jakarta Pusat. Beda dengan anggota dewan ada uang sidang, ada uang lembur. Kita kan tidak pernah ada uang lembur," ujarnya.
Mantan ketua PN Sleman ini mengatakan, untuk peningkatan kesejahteraan bagi para hakim maka Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) harus saling berkomunikasi secara efektif dan intensif guna menjalankan kerja sama yang baik. Kedua lembaga itu juga harus bersinergi secara utuh guna memperjuangkan serta duduk bersama dengan pemerintah untuk membahas pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan bagi para hakim.
"Kalau (MA dan KY) ribut terus, mana ada kerja sama yang baik. Harus sinergi dong. Ya, harus bahu-membahu untuk meningkatkan kesejahteraan kita. Sangat perlu banget MA dan KY duduk dengan pemerintah untuk membahas ini," bebernya.
Hakim agung sekaligus Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan bahwa pemenuhan jaminan kesejahteraan bagi para hakim hingga ketersediaan anggaran merupakan tugas dan tanggung jawab negara. Apalagi berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, jelas sekali disebutkan bahwa hakim pada MA dan badan peradilan di bawahnya merupakan pejabat negara. (Baca juga: Santri Ditangkap, Polisi Dikepung Warga di Pondok Pesantren)
Andi mengatakan apa yang diceritakan oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Yanto merupakan fakta dan keadaan yang sebenarnya terjadi. "Di atas kertas hakim memang pejabat negara, tapi harus terus diperjuangkan. Mudah-mudahan terealisasikan lah. Pemerintah juga tanggap kan. Mudah-mudahan suara kita didengar, suara hakim-hakim kita di daerah didengar," kata Andi kepada KORAN SINDO.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Sarifuddin Sudding mengatakan selama ini politik anggaran Indonesia memang tidak berpihak pada pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan para hakim. Dia menuturkan, dari berbagai kunjungan kerja Komisi III DPR ditemukan fakta bahwa keadaan para hakim di daerah-daerah sungguh memprihatinkan. Sudding mengaku sering kali dia menyuarakan pemenuhan dan peningkatan tersebut didorong oleh Komisi III ke pemerintah untuk dilaksanakan.
"Saya kira menjadi suatu keniscayaan kalau kesejahteraan mereka itu menjadi perhatian. Peningkatan kesejahteraan para hakim harus jadi perhatian serius negara, dalam hal ini pemerintah. Harus. Menurut saya, itu harus dilakukan jika kita ingin menjaga keluhuran, harkat, dan martabat seorang hakim," ujar Sudding saat berbincang dengan KORAN SINDO.
Dia menceritakan, para hakim di daerah-daerah acap mengontrak atau menyewa rumah karena tidak ada dan tidak tersedia rumah dinas. Selain itu, ada banyak hakim juga tidak memiliki kendaraan dinas. Akibatnya ketika hendak ke kantor, para hakim harus naik mobil tumpangan atau angkot atau ojek. Berikutnya, tutur Sudding, pemenuhan layanan kesehatan bagi para hakim dan keluarganya pun masih belum terpenuhi dengan baik dan layak.
"Ketika tingkat kesejahteraan mereka tidak mencukupi dan itu bisa menjadi bahan pikiran bagi para hakim, layanan kesejahteraan terhadap para hakim sebagai benteng terakhir para pencari keadilan ini benar-benar harus jadi perhatian khusus. Politik anggaran harus memihak kepada mereka," paparnya. (Lihat videonya: Antrean Mengular, Pengadilan Agama Soreang Dibanjiri Pasutri Sidang Cerai)
"Kalau sidang sampai tengah malam, kita nggak pernah ada uang lembur di Jakarta Pusat. Beda dengan anggota dewan ada uang sidang, ada uang lembur. Kita kan tidak pernah ada uang lembur," ujarnya.
Mantan ketua PN Sleman ini mengatakan, untuk peningkatan kesejahteraan bagi para hakim maka Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) harus saling berkomunikasi secara efektif dan intensif guna menjalankan kerja sama yang baik. Kedua lembaga itu juga harus bersinergi secara utuh guna memperjuangkan serta duduk bersama dengan pemerintah untuk membahas pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan bagi para hakim.
"Kalau (MA dan KY) ribut terus, mana ada kerja sama yang baik. Harus sinergi dong. Ya, harus bahu-membahu untuk meningkatkan kesejahteraan kita. Sangat perlu banget MA dan KY duduk dengan pemerintah untuk membahas ini," bebernya.
Hakim agung sekaligus Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan bahwa pemenuhan jaminan kesejahteraan bagi para hakim hingga ketersediaan anggaran merupakan tugas dan tanggung jawab negara. Apalagi berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, jelas sekali disebutkan bahwa hakim pada MA dan badan peradilan di bawahnya merupakan pejabat negara. (Baca juga: Santri Ditangkap, Polisi Dikepung Warga di Pondok Pesantren)
Andi mengatakan apa yang diceritakan oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Yanto merupakan fakta dan keadaan yang sebenarnya terjadi. "Di atas kertas hakim memang pejabat negara, tapi harus terus diperjuangkan. Mudah-mudahan terealisasikan lah. Pemerintah juga tanggap kan. Mudah-mudahan suara kita didengar, suara hakim-hakim kita di daerah didengar," kata Andi kepada KORAN SINDO.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Sarifuddin Sudding mengatakan selama ini politik anggaran Indonesia memang tidak berpihak pada pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan para hakim. Dia menuturkan, dari berbagai kunjungan kerja Komisi III DPR ditemukan fakta bahwa keadaan para hakim di daerah-daerah sungguh memprihatinkan. Sudding mengaku sering kali dia menyuarakan pemenuhan dan peningkatan tersebut didorong oleh Komisi III ke pemerintah untuk dilaksanakan.
"Saya kira menjadi suatu keniscayaan kalau kesejahteraan mereka itu menjadi perhatian. Peningkatan kesejahteraan para hakim harus jadi perhatian serius negara, dalam hal ini pemerintah. Harus. Menurut saya, itu harus dilakukan jika kita ingin menjaga keluhuran, harkat, dan martabat seorang hakim," ujar Sudding saat berbincang dengan KORAN SINDO.
Dia menceritakan, para hakim di daerah-daerah acap mengontrak atau menyewa rumah karena tidak ada dan tidak tersedia rumah dinas. Selain itu, ada banyak hakim juga tidak memiliki kendaraan dinas. Akibatnya ketika hendak ke kantor, para hakim harus naik mobil tumpangan atau angkot atau ojek. Berikutnya, tutur Sudding, pemenuhan layanan kesehatan bagi para hakim dan keluarganya pun masih belum terpenuhi dengan baik dan layak.
"Ketika tingkat kesejahteraan mereka tidak mencukupi dan itu bisa menjadi bahan pikiran bagi para hakim, layanan kesejahteraan terhadap para hakim sebagai benteng terakhir para pencari keadilan ini benar-benar harus jadi perhatian khusus. Politik anggaran harus memihak kepada mereka," paparnya. (Lihat videonya: Antrean Mengular, Pengadilan Agama Soreang Dibanjiri Pasutri Sidang Cerai)