Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana Mesti Diperkuat

Kamis, 20 Juni 2019 - 13:34 WIB
Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana Mesti Diperkuat
Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana Mesti Diperkuat
A A A
Letjen TNI Doni Monardo
Ketua BNPB

BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan Lembaga yang dibentuk dan bekerja sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk tugas mulia tersebut, BNPB tentunya tidak dapat bekerja sendiri.

Memang kita dihadapkan pada faktor keterbatasan. Tapi itu bukan alasan untuk menyerah. Sebab, pelayanan publik terbaik dan tertinggi adalah saat negara dan aparatnya mampu menyelamatkan nyawa manusia.

Untuk itu dibutuhkan totalitas semua pihak dalam upaya penanggulangan bencana. Kolaborasi dengan sebutan "Pentahelix" yang terdiri atas Pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, komunitas masyarakat, serta para pakar berbagai disiplin ilmu adalah kunci mewujudkan ketangguhan bangsa menghadapi bencana. Pentahelix adalah juga perwujudan dari sila-sila di dalam Pancasila.

Indonesia sebagai negara kepulauan beberapa tahun terakhir ini dihadapkan pada anomali perubahan iklim yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Letak geografi pada pertemuan lempeng bumi dan rangkaian gunungapi aktif menyebabkan terjadinya fenomena alam dan itu adalah takdir.

Anomali perubahan iklim di Indonesia saat ini semakin terasa dan jelas di depan mata. Wilayah kawasan timur Indonesia mengalami curah hujan tinggi menyebabkan banjir seperti di kawasan Maluku, Sulawesi, Kabupaten Konawe Utara sampai dengan Kota Samarinda di Kalimantan Timur.

Prakiraan cuaca BMKG, kawasan barat Indonesia telah memasuki musim kemarau yang baru akan berakhir pada bulan Oktober 2019. Kondisi ini bisa memicu kebakaran hutan dan lahan. Potensi malapetaka asap terutama di tujuh provinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan mutlak kita antisipasi. Saat ini sudah 3 provinsi yang sudah dinyatakan dalam keadaan darurat asap yaitu Kalbar, Riau dan Sumatera Selatan.

Wajib kita pahami kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan bencana asap, bersumber dari dua faktor, yaitu tidak disengaja dan sengaja. Faktor ketidaksengajaan dalam kebakaran hutan hanya 1%, dan sisanya sebanyak 99% adalah karena kesengajaan yang berhubungan erat dengan aktivitas/ulah manusia.

Berdasarkan data dan fakta penelitian, kebakaran hutan dan lahan yang disengaja terjadi akibat sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, namun jumlah ini sangat kecil. Termasuk di dalamnya, misalnya membakar sampah atau akibat membuang puntung rokok.

Yang jumlahnya mencengangkan dan sudah bukan rahasia dikarenakan pembukaan hutan dan lahan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit. Sebagai cacatan penting, sepanjang Januari hingga hari ini Juni 2019 kebakaran hutan dan lahan di Riau sudah mencapai 3.100 Ha.

Kita semua tahu, kebakaran liar yang terjadi akibat kegiatan perladangan kerap hanya kamuflase dari penebang yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH. Metode pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan modus yang murah, mudah dan cepat namun berakibat fatal.

Penyebab lainnya, umumnya berawal dari suatu konflik, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang mendapat pengesahan melalui celah hukum positif negara.

Apa akibat yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan?

Sungguh miris dan menyedihkan, apalagi bagi saudara-saudara kita yang merasakan langsung malapetaka asap ini. Kualitas udara pastilah tercemar yang berdampak pada kesehatan masyarakat. Tahun 2014 dan tahun 2015, di Riau, tercatat 53.553 kasus penyakit seperti ISPA, asma, paru-paru dan jantung.
Tidak kurang dari 4.000 diantaranya mengalami komplikasi penyakit mata dan kulit. Selain itu tercatat adanya korban jiwa yang disebabkan tingginya kandungan asap yang terhirup pernapasan masyarakat di Riau.

Bayi-bayi yang merupakan generasi penerus bangsa juga terpapar penyakit sejak dini. Inilah satu penyebab stunting. Anak anak tak mampu melangkah menuju ruang ruang kelas di sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Satu hal yang perlu dicacat dengan garis tebal, bahwa dampak di sektor kesehatan ini tak bisa diukur dengan kerugian uang, sebab ini sudah menyangkut keselamatan nyawa manusia.

Pemerintah Provinsi Riau juga telah merilis data pada bulan Februari 2019 tercatat 1.753 jiwa yang mengalami ISPA, dan yang terparah terjadi di Kota Dumai.

Kebakaran hutan dan lahan juga menggerus aktifitas per ekonomian. Asap tebal mengganggu transportasi udara. Banyak penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda. Hal ini dipastikan membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Burung burung menangis, margasatwa merana. Ekosistem berduka

Malapetaka asap juga menerobos batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand. Sebagai bangsa tentu kita malu jika hal ini terjadi terus menerus dan tak bisa kita stop.

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan sebelum tahun 2015 mencapai USD2,84 miliar hinggai USD4,86 miliar yang meliputi kerugian materi dan non materi. Periode bulan Juli-Oktober 2015 mencapai Rp221 triliun. Total lahan terdampak seluas 2,6 juta Ha atau setara dengan 4,5 kali luas Pulau Bali. Kerugian lainnya yang disumbangkan adalah melorotnya citra pariwisata kita.

Kita dikarunia karakeristik lahan gambut yang unik, kedalamannya mencapai hingga 36 meter. Penyiraman melalui helikopter, rekayasa teknologi cuaca dan hujan buatan hanya bersifat sementara dan menguras keuangan Negara. Yang konkret memadamkan hanya satu cara, yakni curah hujan alami yang lebat. Oleh karenanya tugas kita semua menjaga agar jangan sampai ada kebakaran, jangan sampai ada yang terbakar, jangan sampai ada yang membakar.

Inilah pentingnya membumikan konsep "kenali ancamannya, siapkan strateginya." Antisipasi tersebut dapat dilakukan melalui pencegahan dengan tiga pendekatan, yang pertama pendekatan kesejahteraan, yang kedua pendekatan lingkungan hidup, dan yang ketiga pendekatan hukum.

Pendekatan kesejahteraan, erat kaitannya dengan bagaimana mengelola kondisi sosial ekonomi masyarakat. Juga mendorong para investor yang memiliki hak pengelolaan hutan dan lahan untuk membina dan membantu masyarakat sekitar, dengan tunduk pada peraturan perundangan terkait tanggung jawab sosial perusahaan.

Pendekatan lingkungan hidup, adalah upaya untuk memastikan bahwa pemanfaatan ruang dalam hal ini hutan dan lahan dikelola secara lestari serta menjaga ekosistem secara alami. Kita menjaga alam sekaligus membela alam.

Adapun pendekatan hukum, pemerintah dalam hal ini selaku regulator memiliki lebih dari 20 peraturan yang mengatur tentang pemanfaatan hutan dan lahan. Regulasi yang ada harus dipatuhi dan ditegakkan.

Ketiga pendekatan tersebut, menjadi upaya saling terkait yang harus dilakukan secara simultan.

BNPB sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanggulangan bencana, memiliki senjata pamungkas untuk melawan siapa saja, atau pihak mana saja yang dengan sengaja menghambat upaya-upaya terkait penanggulangan bencana. Kita punya Pasal 77 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. Namun pasal itu sepatutnya tidak akan kami gunakan. Kami percaya dengan pendekatan persuasif, kesadaran semua pihak, pembakaran hutan lahan dapat kita hentikan sejak hari ini.

Sebagai langkah awal, BNPB telah melakukan koordinasi diantaranya dengan KLHK, BMKG, Lapan, dan BRG, untuk optimalisasi pemantauan hotspot harian, kemudian dengan TNI/Polri untuk kesiapan personil serta bersama-sama PPNS kementerian/lembaga terkait untuk sosialisasi dan penegakan hukum.

BNPB didukung oleh Panglima TNI dan Kapolri menyiapkan pasukan TNI/Polri tidak kurang dari 3.000 personel, baik untuk pencegahan maupun untuk operasi pemadaman serta penindakan hukum.

Pelibatan pasukan ini juga berfungsi memberikan pendampingan kepada masyarakat tentang bagaimana mengelola hutan dan lahan pada saat musim kemarau untuk pencegahan, serta memberikan pemahaman kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran hutan dan lahan
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0550 seconds (0.1#10.140)