Pengamat Heran Kasus Harun Masiku Kembali Mencuat setelah Presiden Jokowi Bukan Bagian PDIP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti mengaku heran dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kembali memunculkan kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024 dengan tersangka mantan calon legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku . Sebab, kasus ini mencuat lagi ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi menjadi bagian dari PDIP .
"Kalau Anda perhatikan ketika Jokowi itu masih menjadi bagian dari PDIP, itu kasus Harun Masiku kenapa kemudian tidak dikupas tuntas oleh KPK, itu yang kemudian menjadi pertanyaan saya juga secara pribadi," kata Ikrar dalam diskusi publik di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2024).
Ikrar bertanya-tanya mengenai sikap KPK belakangan ini. Apakah mungkin ada invisible hand yang mendorong lembaga antirasuah kembali mengusut kasus Harun Masiku.
"Apakah KPK tidak melakukan penyelesaian kasus Harun Masiku sejak 2020 sampai 2024 itu sebagai akibat dari adanya tangan-tangan kekuasaan yang kemudian menghalangi KPK melakukan hal itu?" ujarnya.
Ikrar juga mempertanyakan subjek hukum dalam kasus tersebut, sebetulnya pelanggaran dilakukan oleh Harun Masiku atau Sekjen PDIP yang tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut. Apalagi, KPK mengklaim telah mendeteksi keberadaan Harun Masiku.
"Kalau memang ada bukti baru tentang keberadaan HM, kenapa itu yang nggak dijadikan subjek KPK? Kan ada laporan yang sebut bahwa kok kayaknya ada orang mirip dia di ini, kenapa gak ditindaklanjuti oleh KPK?" katanya.
"Kenapa saya tanya gini? Apakah KPK yang kita harapkan menjadi institusi antirasuah yang benar-benar diharapkan bisa menghabisi praktik-praktik korupsi baik di pemerintahan maupun parlemen, ataupun suap-menyuap yang boleh dikatakan terjadi pada proses perhitungan suara pemilu," kata Ikrar.
"Itu yang kemudian kita harapkan benar-benar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Apakah kemudian KPK dalam menjalankan tugasnya boleh melakukan apa yang disebut dengan tujuan menghalalkan segala cara?" katanya.
"Kalau Anda perhatikan ketika Jokowi itu masih menjadi bagian dari PDIP, itu kasus Harun Masiku kenapa kemudian tidak dikupas tuntas oleh KPK, itu yang kemudian menjadi pertanyaan saya juga secara pribadi," kata Ikrar dalam diskusi publik di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2024).
Ikrar bertanya-tanya mengenai sikap KPK belakangan ini. Apakah mungkin ada invisible hand yang mendorong lembaga antirasuah kembali mengusut kasus Harun Masiku.
"Apakah KPK tidak melakukan penyelesaian kasus Harun Masiku sejak 2020 sampai 2024 itu sebagai akibat dari adanya tangan-tangan kekuasaan yang kemudian menghalangi KPK melakukan hal itu?" ujarnya.
Ikrar juga mempertanyakan subjek hukum dalam kasus tersebut, sebetulnya pelanggaran dilakukan oleh Harun Masiku atau Sekjen PDIP yang tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut. Apalagi, KPK mengklaim telah mendeteksi keberadaan Harun Masiku.
"Kalau memang ada bukti baru tentang keberadaan HM, kenapa itu yang nggak dijadikan subjek KPK? Kan ada laporan yang sebut bahwa kok kayaknya ada orang mirip dia di ini, kenapa gak ditindaklanjuti oleh KPK?" katanya.
"Kenapa saya tanya gini? Apakah KPK yang kita harapkan menjadi institusi antirasuah yang benar-benar diharapkan bisa menghabisi praktik-praktik korupsi baik di pemerintahan maupun parlemen, ataupun suap-menyuap yang boleh dikatakan terjadi pada proses perhitungan suara pemilu," kata Ikrar.
"Itu yang kemudian kita harapkan benar-benar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Apakah kemudian KPK dalam menjalankan tugasnya boleh melakukan apa yang disebut dengan tujuan menghalalkan segala cara?" katanya.
(abd)