Mahasiswa UB Gugat Pasal Kebebasan Mimbar Akademik UU Pendidikan Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang Muhammad Anis Zhafran Al Anwary menggugat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi yang diajukan Anis adalah Pasal 9 ayat (2) mengenai kebebasan mimbar akademik.
Pasal ayat tersebut berbunyi, "Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya".
Dalam permohonan yang dibacakan di hadapan ketua panel hakim Manahan MP Sitompul dengan anggota Saldi Isra dan Arief Hidayat, Anis menyatakan pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum UB Malang.
(Baca: Dua Warga Sultra Uji UU Ketenagakerjaan tentang Tenaga Kerja Asing)
Bagi Anis, pemberlakuan Pasal 9 ayat 2 tersebut mengakibatkan dirinya tidak memperoleh kepastian hukum. Sebab pasal ini menghilangkan hak mahasiswa untuk menyampaikan pikiran, pendapat, dan informasi yang didasarkan kepada rumpun dan cabang ilmu yang dikuasai secara leluasa.
Anis mengungkapkan pasal tersebut mengandung perlakuan diskriminasi dalam kebebasan mimbar akademik mahasiswa. Dia pun telah merasakan munculnya keresahan di kalangan mahasiswa dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik, dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.
Bentuk pembatasan tersebut di antaranya dengan intimidasi, teror, hingga ancaman, baik verbal maupun non-verbal. Hal ini kata dia, atas dasar kualifikasi akademik mahasiswa yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyampaikan pikiran, pendapat, dan informasi sesuai dengan rumpun dan cabang ilmunya.
(Baca: Eks Karyawan Uji UU BPJS Gara-gara Sulit Bayar Iuran Setelah Tak Bekerja)
Berlakunya Pasal 9 ayat (2) UU Pendidikan Tinggi telah mendiskreditkan kemampuan sivitas akademika khususnya mahasiswa untuk mempertanggungjawabkan pikiran, pendapat, dan informasi akademik yang disampaikan secara terbuka karena frasa dalam pasal a quo adalah "menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab". Sedangkan kemampuan bertanggung jawab tidak dapat dinilai berdasarkan tingkatan akademik formal, melainkan berdasarkan kebiasaan yang ajeg dilakukan oleh setiap individu untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang dikatakan dan diperbuat.
”Berlakunya Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 telah menciptakan perlakuan diskriminatif yang menurut Pemohon merupakan bentuk diskriminasi akademik yang sistematis karena tertuang di dalam sebuah pasal dalam undang-undang yang berkekuatan hukum mengikat dan dapat secara pasti memunculkan akibat hukum, baik akibat hukum yang bersifat positif maupun akibat hukum yang bersifat negatif," ungkap Anis.
Anis meminta MK menyatakan Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi konstitusional bersyarat "sepanjang dimaknai mahasiswa menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya dengan tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah".
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
Pasal ayat tersebut berbunyi, "Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya".
Dalam permohonan yang dibacakan di hadapan ketua panel hakim Manahan MP Sitompul dengan anggota Saldi Isra dan Arief Hidayat, Anis menyatakan pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum UB Malang.
(Baca: Dua Warga Sultra Uji UU Ketenagakerjaan tentang Tenaga Kerja Asing)
Bagi Anis, pemberlakuan Pasal 9 ayat 2 tersebut mengakibatkan dirinya tidak memperoleh kepastian hukum. Sebab pasal ini menghilangkan hak mahasiswa untuk menyampaikan pikiran, pendapat, dan informasi yang didasarkan kepada rumpun dan cabang ilmu yang dikuasai secara leluasa.
Anis mengungkapkan pasal tersebut mengandung perlakuan diskriminasi dalam kebebasan mimbar akademik mahasiswa. Dia pun telah merasakan munculnya keresahan di kalangan mahasiswa dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik, dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.
Bentuk pembatasan tersebut di antaranya dengan intimidasi, teror, hingga ancaman, baik verbal maupun non-verbal. Hal ini kata dia, atas dasar kualifikasi akademik mahasiswa yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyampaikan pikiran, pendapat, dan informasi sesuai dengan rumpun dan cabang ilmunya.
(Baca: Eks Karyawan Uji UU BPJS Gara-gara Sulit Bayar Iuran Setelah Tak Bekerja)
Berlakunya Pasal 9 ayat (2) UU Pendidikan Tinggi telah mendiskreditkan kemampuan sivitas akademika khususnya mahasiswa untuk mempertanggungjawabkan pikiran, pendapat, dan informasi akademik yang disampaikan secara terbuka karena frasa dalam pasal a quo adalah "menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab". Sedangkan kemampuan bertanggung jawab tidak dapat dinilai berdasarkan tingkatan akademik formal, melainkan berdasarkan kebiasaan yang ajeg dilakukan oleh setiap individu untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang dikatakan dan diperbuat.
”Berlakunya Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 telah menciptakan perlakuan diskriminatif yang menurut Pemohon merupakan bentuk diskriminasi akademik yang sistematis karena tertuang di dalam sebuah pasal dalam undang-undang yang berkekuatan hukum mengikat dan dapat secara pasti memunculkan akibat hukum, baik akibat hukum yang bersifat positif maupun akibat hukum yang bersifat negatif," ungkap Anis.
Anis meminta MK menyatakan Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi konstitusional bersyarat "sepanjang dimaknai mahasiswa menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya dengan tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah".
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
(muh)