Tantangan dan Peluang Media Komunitas dalam Digitalisasi Ruang Publik
loading...
A
A
A
Pergeseran budaya komunikasi di era digital menimbulkan fenomena kompetisi di antara media komunikasi. Tantangan media komunitas berada di kancah pergulatan media televisi digital, media radio digital, media sosial, dan media komunikasi berbasis internet lainnya. Beragam wacana media diproduksi dan menjadi daya tarik publik sesuai segmentasi media yang bersifat komersial. Kondisi tersebut berbeda dengan media komunitas yang tidak mengejar profit dan berfokus pada kebutuhan informasi masyarakat lokal. Eksistensi media komunitas benar-benar diuji dalam digitalisasi ruang publik terutama pada aspek manajemen media.
Realitas yang terjadi adalah media komunitas berkembang pada ruang lingkup lebih kecil dari media komunikasi komersial dan lembaga penyiaran publik namun tetap bertumbuh sesuai aspirasi masyarakat. Keterbatasan frekuensi, jangkauan geografis, dan pembiayaan terbatas merupakan kendala yang dihadapi pengelola media komunitas. Kondisi tersebut membutuhkan pemikiran ulang secara empiris untuk menjamin keberlangsungan media komunitas .
Fenomena realitas media komunitas seperti radio komunitas atau televisi komunitas yang dilematis tetap memiliki optimisme dan peluang untuk berkembang. Strategi untuk bertahan dalam gempuran arus media utama dapat diimplementasikan dengan integrasi beberapa peluang pengembangan media komunitas di Indonesia sebagai berikut:
Pertama, media komunitas memiliki dasar regulasi yang mengatur batas frekuensi, area geografis dan jangkauan distribusi informasi. Masyarakat yang tinggal di wilayah terisolir dan sulit mengakses internet dapat memanfaatkan media komunitas. Sebagai contoh, biaya pengadaan peralatan radio komunitas cukup terjangkau dan ruang siaran dapat diselenggarakan di kantor desa atau kediaman masyarakat. Meskipun jangkauan siaran tidak luas namun pegiat atau pengelola media komunitas dapat memanfaatkan teknologi informasi. Siaran media komunitas ditransformasikan secara konvergen dengan media baru seperti live streaming, YouTube, Instagram, Facebook, TikTok, dan sebagainya. Konsekuensi dari pemanfaatan konvergensi media adalah semakin luasnya jangkauan khalayak sehingga informasi dapat diakses oleh warganet global.
Kedua, media komunitas didirikan oleh kelompok masyarakat secara mandiri. Apabila sudah memiliki izin operasional, maka media komunitas membentuk ruang publik dengan segmen khusus dengan minat dan kebutuhan informasi sama. Keterkaitan tersebut menciptakan kesinambungan karena terbentuk ketergantungan media dan masyarakat. Pola dependensi media dan masyarakat menunjukkan bahwa khalayak memiliki ketergantungan terhadap informasi media komunitas. Kepuasan pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat merupakan indikator keberhasilan dalam operasionalisasi media komunitas.
Beberapa faktor yang menjadi pendukung kepuasan informasi masyarakat adalah kebaruan informasi, struktur informasi, teknik penyampaian informasi, atmosfer komunikasi, proses dialog interaktif dan ketepatan penentuan segmen khalayak. Sebagai contoh adalah radio komunitas di wilayah pertanian yang memiliki segmen pendengar kalangan petani milenial menerapkan teknik siaran kekinian agar petani milenial tertarik dan rutin mengakses informasi. Informasi yang menarik tentang produktivitas hasil bumi, pengolahan tanah, masa panen, pengemasan dan pemasaran produk tani dapat dikemas dengan konvergensi teknologi komunikasi. Keterlibatan tokoh publik, pakar, opinion leader, dan influencer mendukung teknik pengemasan informasi dan menjaring partisipasi khalayak dalam berinteraksi.
Ketiga, media komunitas dapat melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga swasta untuk mengatasi kendala manajemen media . Organisasi media komunitas di tingkat daerah dan nasional dapat menjadi jejaring yang mengoptimalkan kiprah media komunitas. Sebagai contoh , media komunitas yang bergerak di bidang kesehatan dapat menjalin kemitraan program dengan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan tingkat daerah, rumah sakit, puskesmas, dan lembaga terkait. Dukungan lembaga mitra dapat dimanifestasikan dalam bentuk kerja sama program media, hibah, sponsor iklan layanan masyarakat, dan pengembangan kapasitas pengelola media komunitas.
Pengelola media komunitas dapat membangun jejaring media komunitas dengan jaringan sosial di media internet. Kemudahan memperoleh mitra kerja dari media sosial selaras dengan strategi konvergensi media komunitas. Pada dasarnya jejaring sosial berbasis komunitas lebih mudah dibentuk karena komunitas tumbuh dengan partisipasi mandiri dan bersifat organik.
Dari uraian tersebut, media komunitas tetap memiliki kesempatan berkembang dan mempertahankan eksistensi di era digitalisasi ruang publik. Sesuai dengan realitas media komunitas di Indonesia, maka eksistensi media komunitas dapat diakomodasi di berbagai wilayah Indonesia yang memiliki ribuan pulau, daerah terpencil dan perbatasan negara tetangga. Penguatan peran media komunitas terletak pada regulasi dalam pengelolaan media komunitas, pemanfaatan konvergensi media komunikasi, ikatan sosial media dan khalayak, partisipasi masyarakat dan kapabilitas media komunitas sebagai mediator program pemerintah.
Realitas yang terjadi adalah media komunitas berkembang pada ruang lingkup lebih kecil dari media komunikasi komersial dan lembaga penyiaran publik namun tetap bertumbuh sesuai aspirasi masyarakat. Keterbatasan frekuensi, jangkauan geografis, dan pembiayaan terbatas merupakan kendala yang dihadapi pengelola media komunitas. Kondisi tersebut membutuhkan pemikiran ulang secara empiris untuk menjamin keberlangsungan media komunitas .
Fenomena realitas media komunitas seperti radio komunitas atau televisi komunitas yang dilematis tetap memiliki optimisme dan peluang untuk berkembang. Strategi untuk bertahan dalam gempuran arus media utama dapat diimplementasikan dengan integrasi beberapa peluang pengembangan media komunitas di Indonesia sebagai berikut:
Pertama, media komunitas memiliki dasar regulasi yang mengatur batas frekuensi, area geografis dan jangkauan distribusi informasi. Masyarakat yang tinggal di wilayah terisolir dan sulit mengakses internet dapat memanfaatkan media komunitas. Sebagai contoh, biaya pengadaan peralatan radio komunitas cukup terjangkau dan ruang siaran dapat diselenggarakan di kantor desa atau kediaman masyarakat. Meskipun jangkauan siaran tidak luas namun pegiat atau pengelola media komunitas dapat memanfaatkan teknologi informasi. Siaran media komunitas ditransformasikan secara konvergen dengan media baru seperti live streaming, YouTube, Instagram, Facebook, TikTok, dan sebagainya. Konsekuensi dari pemanfaatan konvergensi media adalah semakin luasnya jangkauan khalayak sehingga informasi dapat diakses oleh warganet global.
Kedua, media komunitas didirikan oleh kelompok masyarakat secara mandiri. Apabila sudah memiliki izin operasional, maka media komunitas membentuk ruang publik dengan segmen khusus dengan minat dan kebutuhan informasi sama. Keterkaitan tersebut menciptakan kesinambungan karena terbentuk ketergantungan media dan masyarakat. Pola dependensi media dan masyarakat menunjukkan bahwa khalayak memiliki ketergantungan terhadap informasi media komunitas. Kepuasan pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat merupakan indikator keberhasilan dalam operasionalisasi media komunitas.
Beberapa faktor yang menjadi pendukung kepuasan informasi masyarakat adalah kebaruan informasi, struktur informasi, teknik penyampaian informasi, atmosfer komunikasi, proses dialog interaktif dan ketepatan penentuan segmen khalayak. Sebagai contoh adalah radio komunitas di wilayah pertanian yang memiliki segmen pendengar kalangan petani milenial menerapkan teknik siaran kekinian agar petani milenial tertarik dan rutin mengakses informasi. Informasi yang menarik tentang produktivitas hasil bumi, pengolahan tanah, masa panen, pengemasan dan pemasaran produk tani dapat dikemas dengan konvergensi teknologi komunikasi. Keterlibatan tokoh publik, pakar, opinion leader, dan influencer mendukung teknik pengemasan informasi dan menjaring partisipasi khalayak dalam berinteraksi.
Ketiga, media komunitas dapat melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga swasta untuk mengatasi kendala manajemen media . Organisasi media komunitas di tingkat daerah dan nasional dapat menjadi jejaring yang mengoptimalkan kiprah media komunitas. Sebagai contoh , media komunitas yang bergerak di bidang kesehatan dapat menjalin kemitraan program dengan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan tingkat daerah, rumah sakit, puskesmas, dan lembaga terkait. Dukungan lembaga mitra dapat dimanifestasikan dalam bentuk kerja sama program media, hibah, sponsor iklan layanan masyarakat, dan pengembangan kapasitas pengelola media komunitas.
Pengelola media komunitas dapat membangun jejaring media komunitas dengan jaringan sosial di media internet. Kemudahan memperoleh mitra kerja dari media sosial selaras dengan strategi konvergensi media komunitas. Pada dasarnya jejaring sosial berbasis komunitas lebih mudah dibentuk karena komunitas tumbuh dengan partisipasi mandiri dan bersifat organik.
Dari uraian tersebut, media komunitas tetap memiliki kesempatan berkembang dan mempertahankan eksistensi di era digitalisasi ruang publik. Sesuai dengan realitas media komunitas di Indonesia, maka eksistensi media komunitas dapat diakomodasi di berbagai wilayah Indonesia yang memiliki ribuan pulau, daerah terpencil dan perbatasan negara tetangga. Penguatan peran media komunitas terletak pada regulasi dalam pengelolaan media komunitas, pemanfaatan konvergensi media komunikasi, ikatan sosial media dan khalayak, partisipasi masyarakat dan kapabilitas media komunitas sebagai mediator program pemerintah.