Ngeceng Juga Ada Etikanya (Bagian 1)

Sabtu, 14 Desember 2024 - 06:25 WIB
loading...
Ngeceng Juga Ada Etikanya...
Ahmad Sihabudin. Foto/Istimewa
A A A
Ahmad Sihabudin

KEGIATAN komunikasi akan selalu mengundang implikasi etis. Bahkan, sejak awal proses komunikasi di mana pun, terikat oleh dan berstandar pada nilai-nilai etis terntentu. Dan nilai-nilai etis tersebut merupakan kristalisasi dari proses interaksi sosiologi sesama manusia dalam konteks dan setting sosio-kultural dan politik tertentu.

Publik sedunia sedang membicarakan "satu kalimat" milik seorang dai kondang Gus M, dan emang jadi terkenal bangeut sekarang. Mungkin maksudnya sang dai kalau istilah orang Betawi itu, adalah ngeceng (ngeledek) tukang jualan minuman atau es yang belum laku terjual. Cuma salah menempatkan dan konteksnya, dalam suatu acara ceramah yang banyak dihadiri jemaah dan para ulama setempat, yang duduk di panggung kehormatan.

Saya tidak akan membahas perihal kejadian tersebut, karena sudah banyak yang mengulasnya secara komprehensif, baik lewat tulisan, opini lisan, acara podcast, acara diskusi, lawakan, nyanyian jenaka di berbagai platform media, YouTube, dan lain-lain, oleh para ahlinya. Ini membuktikan bahwa komunikasi manusia bersifat irreversible, tidak dapat diulang seperti waktu, sedetik pun tidak bisa kembali.

Ketika pesan itu sudah keluar dari mulut kita, sudah bukan milik kita, tapi milik khalayak yang menerimanya, khalayak akan bebas menafsirkan, memaknai apa pun. Segala bentuk permohonan maaf, sudah dilakukan baik pada "korban" maupun khalayak luas. Sifat irreversible tidak dapat diulang, menjadikan permohonan maaf, seperti tidak berlaku dan berpengaruh buat publik netizen. Malah setelah minta maaf, dengan gaya dan karakter dai, malah jadi konten baru lagi untuk para netizen .

Atas kejadian tersebut jadi ingin menuliskan kembali intisari hasil penenelitian Darmani yang pernah saya baca, dan saya arsipkan perihal Ceng-cengan sebagai tradisi lisan di masyarakat Betawi tahun 1990 silam. Saya sangat menikmati hasil penelitiannya, yang berjudul) “Peranan Bahasa Dalam Budaya Komunikasi” studi mengenai ceng-cengan pada masyarakat Betawi di Kemayoran. Salah satu aspek kebudayaan khas yang dimiliki masyarakat Betawi ialah apa yang dikenal dengan ngeceng, dan ceng-cengan.



Semoga relevan dengan jagat publik yang sedang riuh rendah membicarakan pernyataan “Sang Da’i”, yang mungkin bisa jadi maksudnya Ngeceng. Tapi ternyata menurut Darmani (1990), Ngeceng juga ada etika, dan sopan-santunya, dan pertimbangan situasi waktu dan tempatnya. Berikut saya sampaikan intisari perihal ceng-cengan tradisi lisan yang ada pada masyarakat Betawi ini,

Ngeceng sebagai Aktivitas Komunikasi

Ngeceng, ledek-ledekan, berseloroh, guyon dan sebutan lainnya, sifat yang cukup menonjol bagi kebanyakan orang Betawi. Humor mempunyai hubungan erat dengan Ceng-cengan yang merupakan topik pembahasan tulisan ini. Ceng-cengan yang merupakan kegiatan komunikasi bernada senda gurau itu dalam dialog memang penuh dengan humor. Sehingga tidak mengherankan kalau kegiatan itu berlangsung banyak disertai dengan gelak tawa. Sebagai aktivitas komunikasi Ngeceng, tetap harus memeperhatikan etika.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0871 seconds (0.1#10.140)