Komnas HAM Minta Pemerintah dan DPR Hentikan Pembahasan RUU Ciptaker

Kamis, 13 Agustus 2020 - 19:11 WIB
loading...
Komnas HAM Minta Pemerintah dan DPR Hentikan Pembahasan RUU Ciptaker
Komnas HAM minta pemerintah dan DPR tidak melanjutkan RUU Ciptaker. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak melanjutkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Pembuatan RUU ini dianggap tidak memberi ruang partisipasi yang cukup bagi masyarakat luas.

(Baca juga: RUU Cipta Kerja dan Tindakan Semena-Mena Terhadap Tiga Aktivis Kaltim)

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan beberapa persoalan dalam RUU Ciptaker. Pertama, perencanaan pembentukannya RUU ini tidak sejalan dengan mekanisme Perundang-undangan.

(Baca juga: RUU Cipta Kerja Dikebut, Demokrat Curiga Banyak Kepentingan Gelap)

"Ada ketentuan dalam RUU Ciptaker itu, peraturan pemerintah (PP) dapat mengubah setingkat undang-undang (UU) jika muatannya tidak selaras. Ada kesan dalam masa pandemi Covid-19, orang sedang fokus mengatasi krisis kesehatan, ini dikejar untuk segera selesai," kata Ahmad Taufan dalam konferensi pers daring, Kamis (13/8/2020).

RUU Ciptaker sejak awal drafnya muncul ke permukaan mengundang banyak protes. Organisasi buruh, penggiat hak asasi manusia (HAM), dan para tokoh lintas agama menyuarakan ketidaksetujuannya atas RUU Ciptaker.

Ahmad Taufan mengungkapkan RUU ini akan membutuhkan banyak peraturan pelaksana. Rinciannya, 493 PP, 19 perpres, dan 4 peraturan daerah. Hal ini menimbulkan penumpukan kekuasaan pada eksekutif. Eksekutif terkesan menjadi super power.

Dia menegaskan keberadaan RUU Cipatker merugikan buruh. "Seandainya tidak ada pandemi, banyak buruh yang berdemonstrasi. Mereka sudah menyampaikan protes-protes kepada pemerintah dan legislatif," tuturnya.

Berdasarkan kajian Komnas, RUU ini akan berdampak pada lingkungan hidup karena tidak perlunya analisis dampak lingkungan (amdal) dalam pembangunan. Kemudian, relaksasi tata ruang dan wilayah pun akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari.

"Sekarang saja, di berbagai daerah yang dikembangkan atau adanya investasi pertambangan muncul masalah tata ruang. Ini akan berdampak juga pada hak atas atas pangan, ketimpangan akses, dan kepemilikan lahan," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2324 seconds (0.1#10.140)