Asian Games dan Pariwisata Olahraga Kita

Jum'at, 20 Juli 2018 - 09:01 WIB
Asian Games dan Pariwisata Olahraga Kita
Asian Games dan Pariwisata Olahraga Kita
A A A
Hasanuddin Ali
Founder and CEO Alvara Research Center

ASIAN Games 2018, ajang olahraga ter­be­­sar bangsa-bang­­sa Asia, da­lam wak­tu de­kat akan segera ber­lang­sung. In­donesia, da­lam hal ini Jakarta dan Pa­lembang, akan menjadi pusat pertandingan berbagai ca­bang olahraga. Bagi Indonesia, Asian Games mem­pu­nyai po­sisi yang sangat pen­ting ka­rena dam­paknya bukan hanya soal olahraga, mul­tipier-effect-nya juga di­ha­rap­kan bisa ber­dampak bagi sektor-sektor strategis lain di Indonesia.

Salah satu sektor penting yang bisa mendapatkan man­faat dari penyelenggaraan Asian Games adalah sektor par­i­wi­sata. Sport tou­rism atau pa­ri­wisata olahraga be­berapa tahun belakangan memang se­makin marak. Di banyak ne­gara, sport tourism merupakan salah satu diversifikasi produk pari­wi­sata unggulan.

Menurut Gammon and Ro­binson (2003), sport tourism ter­bagi menjadi dua, yaitu hard sports tourism dan soft sports tou­rism. Hard sport tourism ada­lah pari­wisata olahraga yang terkait de­ngan event-event be­sar re­guler seperti Olim­piade, Asian Ga­mes, SEA Games, World Cup. Se­mentara soft sport tourism adalah pariwisata olahraga yang unsur gaya hi­dupnya besar se­perti lari, hiking, golf, biking.

Banyak kajian yang mem­bahas adanya korelasi jangka pendek an­tara penye­leng­ga­ra­an event olah­raga negara, ter­utama kait­annya dengan pem­bangunan in­fra­struk­tur dan pe­nyerapan tenaga ker­ja di suatu negara.

Bohlman and van Heerden (2005) dari University of Pre­toria Afrika Selatan dalam sa­lah satu kajian simulasinya me­nyatakan ada pengaruh po­sitif antara kegiatan pre-event piala dunia sepak bola 2010 di Afrika Selatan terhadap per­tum­buh­an ekonomi Afrika Se­latan. Ka­jian yang hasilnya ku­rang lebih sama dilakukan oleh Centre for Regional Economic Analysis (1999) terhadap pe­nyeleng­ga­raan Olimpiade 2000 di Sydney.

Potensi soft sport tourism juga tidak kalah menariknya bagi In­donesia, terutama bagi kegiatan pariwisata di daerah-daerah. Tour de Singkarak ada­lah salah satu contoh sukses ke­giatan olahraga dan pa­ri­wisata se­cara bersamaan, di Ba­nyu­wangi ada Tour de Ijen. Kegiatan olahraga lari jarak jauh yang lagi ngetren saat ini juga mulai ba­nyak dilakukan di daerah-dae­rah, ada Jakarta Ma­rathon, Bali Ma­rathon, Bo­robudur Ma­ra­thon, dll.

Dalam kaitannya de­ngan soft sport tourism, yang perlu di­per­hatikan adalah kebe­r­adaan museum-museum olah­raga dan hall of fame tokoh-tokoh olah raga dan atlet-atlet ter­baik yang telah meng­ha­rum­kan nama In­donesia di pen­­tas olah­raga du­nia.

In­do­nesia se­b­enarnya me­miliki mu­seum ola­hraga nasional, tapi kondisinya ku­rang bagus dan letaknya di TMII. Museum olahraga se­baiknya berada di kompleks Ge­lora Bung Karno, Senayan yang me­ru­pakan epi­sentrum olah­raga na­sional. Apa­lagi, Gelora Bung Kar­no juga memiliki nilai se­ja­rah ting­gi yang bisa menjadi objek wi­sata di­tawarkan ke wi­satawan.

Selain itu, salah satu cabang olahraga yang sudah sangat layak dibuatkan museum ada­lah bulutangkis. Dari sekian olahraga, bulutangkislah yang paling sering membawa ha­rum nama Indonesia di puncak du­nia, tengok saja be­rapa me­dali emas yang di­sum­bangkan atlet-atlet bulu­tang­kis kita. Legenda-legenda bulutangkis kita Rudy Har­tono, Cristhian Ha­di­nata, Liem Swie King, Icuk Su­giarto, Alan Budi­ku­su­ma, dan Susi Susanti la­yak ma­suk hall of fame olahragawan Indonesia.

Keberhasilan industri pa­ri­wisata olahraga bergantung pada sinergi seluruh sta­ke­hol­der, bukan hanya Ke­men­te­rian Pariwisata atau Ke­men­terian Pemuda dan Olahraga, me­lain­kan juga kementerian-ke­men­te­rian lain, aso­siasi-asosiasi olah­raga, serta t­idak lupa ini­siatif dan dukungan dari kepala daerah juga sangat menen­tu­kan ke­berhasilan pa­ri­wisata olahraga di Indonesia.

Lalu, apa yang harus di­la­kukan agar dampak Asian Ga­mes 2018 bisa berpengaruh sig­ni­fikan bagi In­do­nesia? Se­ti­daknya ada tiga hal yang harus di­lakukan. Pertama, meng­ge­rak­kan generasi mile­nial. Sur­vei yang dilaku­kan Alvara Re­search Cen­ter me­nunjukkan ha­nya tiga topik yang diper­bin­cangkan ge­ne­rasi milenial, yaitu olahraga, musik/film, dan IT.

Selain itu, penggerak utama in­dustri p­a­ri­wisata Indonesia dalam lima tahun terakhir ini juga adalah ge­nerasi milenial. Karena itu, keterlibatan ge­ne­rasi milenial dalam berbagai pro­ses Asian Ga­mes adalah se­buah keha­rusan.

Kedua, pembenahan in­fra­struktur. Infrastruktur yang di­mak­sud tidak hanya terkait in­frastruktur dalam skala besar se­perti transportasi atau ge­dung, tapi juga in­fra­struk­tur-in­fra­struk­tur penunjang se­per­ti toilet dan petunjuk jalan. Fa­silitas-fa­si­litas kecil sering kita abaikan dan luput dari per­ha­tian, padahal ke­ber­ada­an fa­si­litas-fasilitas ini me­miliki dam­pak yang signifikan terhadap wisatawan.

Ketiga, peran aktif ma­sya­rakat. Yang punya gawe Asian Games bukanlah semata pe­me­rintah saja, ini pun adalah ajang olahraga se­luruh rakyat In­do­nesia. Ma­sya­ra­kat harus di­do­rong aktif me­nun­jukkan ke­unggulan budaya In­do­nesia di depan ribuan tamu-tamu man­ca­­negara, baik olahra­ga­wan mau­­­pun para pen­du­kung­nya.

Akhirnya keberhasilan pe­nyelenggaraan Asian Games 2018 di Indonesia tidak hanya diukur dari dua indikator, yak­ni prestasi dan sukses pe­nye­leng­garaannya saja, tapi juga harus ada indikator ketiga yaitu ke­berhasilan industri pariwisata olahraga kita. Ke­ber­hasilan in­dus­tri pariwisata olah­raga ­ini­lah yang secara jangka pan­jang akan berdampak baik bagi perkembangan in­dustri pari­wi­sata pada umum­nya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7248 seconds (0.1#10.140)