Kominfo Catat Ada 103.000 Konten Hoaks Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat hingga Januari 2024 tercatat 103.000 konten hoaks tentang pemilu. Pemahaman mengenai literasi digital dinilai penting untuk meminimalisasi dampak hoaks.
Hal itu terungkap dalam acara Obral Obrol Literasi Digital dengan topik "Obrolan Netizen Tentang Pemilu di Media Sosial" yang diselenggarakan Kemenkominfo pada akhir pekan ini.
Maraknya berita hoaks saat ini karena Indonesia sedang berada di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi lima tahunan. Dengan demikian, isu pemilu sedang merajai topik pembicaraan di media sosial sebagai platform interaktif warganet baik untuk mendapatkan informasi maupun mendiskusikan topik pergulatan politik tahun ini.
Isu politik yang terus berkembang menjadi tantangan tersendiri. Media sosial (medsos) menjadi kanal utama dalam menyampaikan aspirasi. Sikap bijak masyarakat diharapkan dapat meminimalisasi polemik yang mungkin terjadi.
Kominfo mencatat terjadi peningkatan secara signifikan terkait isu hoaks menjelang pemilu hingga awal Januari 2024, yaitu sebanyak 103.000 konten hoaks, dengan mayoritas tersebar di platform milik Meta.
Fenomena percakapan terkait Pemilu 2024 dengan pemilu sebelumnya yaitu pada 2019. Pada 2024, merupakan tahun yang seru dan meriah, karena perhelatan demokrasi tidak hanya penting di Indonesia tapi di seluruh dunia, karena ada 50 negara yang akan menyelenggarakan pemilu. Artinya, 50% penduduk bumi sedang menikmati perhelatan demokrasi.
Penggiat Literasi Digital dan Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kakung mengungkapkan pesta demokrasi di Indonesia ini akan menjadi perhelatan terbesar di dunia.
Sebab dalam satu hari lebih dari 200 juta di Indonesia dan 1,75 juta pemilih di luar negeri akan menggunakan suaranya untuk memilih Presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
”Pada pemilu kali ini, juga akan didominasi dengan pemilih muda dengan rentang usia 22-32 tahun, atau sebesar 56%, dengan total 11 juta pemilih merupakan pemilih pemula. Demografi ini juga yang paling aktif menggunakan media sosial, sehingga dapat menjadi sasaran audiens para kandidat,” ujarnya dikutip, Minggu (11/2/2024).
Tahun ini penggunaan AI dalam konten pemilih untuk pertama kalinya sangat masif, sedangkan di pemilu sebelumnya bahkan AI belum digunakan sebagai alat peraga kampanye. Karena itu, atribut kampanye yang diwarnai konten AI menjadi sesuatu yang baru pada kampanye 2024.
"Meski TikTok, merupakan platform media sosial dengan fokus pada konten hiburan. Namun, pengguna TikTok memiliki antusiasme tinggi pada topik politik," jelasnya.
Public Policy and Government Relations, TikTok Indonesia Faris Mufid mengatakan TikTok telah membangun kerja sama dengan dua lembaga besar penyelenggara pemilu di Indonesia, yaitu Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan peluncuran Pusat Panduan Pemilu pada aplikasi agar pengguna terinfo dengan baik terkait pilihan pada pemilu nanti.
”Sebelum memilih kita tahu nih siapa yang harus dipilih. Kalau misalkan hak pilih kita harus dipastikan dulu nih, kita pilih di mana, kalau terdaftar apa yang harus dilakukan. Hal-hal seperti ini kami juga encourage pada pengguna kami,” papar Faris.
Sebagaimana pengalaman Komika, Dian Iyoy dalam menggunakan media sosial selama masa pemilu. Pada masa pemilu, apa pun konteks konten yang diunggah, hampir dipastikan akan ada unsur politik.
Sehingga, seringkali penempatan komentar tidak tepat dan menimbulkan konflik. Padahal perbedaan atau ketidaksepakatan pada sebuah pilihan adalah hal yang wajar sehingga pemilu dapat menjadi momen yang menyenangkan.
”Prinsip saling menghargai walau beda pilihan harus dijaga. Kalau kita menghargai perbedaan pilihan, pemilu akan berjalan damai. Kemudian, untuk menyikapi berita hoaks jangan telan mentah-mentah informasi atau berita yang kita dapat. Apalagi zaman sekarang kita sudah dipermudah dengan internet, jadi tidak ada alasan untuk tidak mencari kebenaran informasi,” ujar Dian.
Karena itu, dalam menanggapi suatu berita sebaiknya tidak mudah terpancing dan tetap menggunakan akal sehat.
Hal itu terungkap dalam acara Obral Obrol Literasi Digital dengan topik "Obrolan Netizen Tentang Pemilu di Media Sosial" yang diselenggarakan Kemenkominfo pada akhir pekan ini.
Maraknya berita hoaks saat ini karena Indonesia sedang berada di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi lima tahunan. Dengan demikian, isu pemilu sedang merajai topik pembicaraan di media sosial sebagai platform interaktif warganet baik untuk mendapatkan informasi maupun mendiskusikan topik pergulatan politik tahun ini.
Isu politik yang terus berkembang menjadi tantangan tersendiri. Media sosial (medsos) menjadi kanal utama dalam menyampaikan aspirasi. Sikap bijak masyarakat diharapkan dapat meminimalisasi polemik yang mungkin terjadi.
Kominfo mencatat terjadi peningkatan secara signifikan terkait isu hoaks menjelang pemilu hingga awal Januari 2024, yaitu sebanyak 103.000 konten hoaks, dengan mayoritas tersebar di platform milik Meta.
Fenomena percakapan terkait Pemilu 2024 dengan pemilu sebelumnya yaitu pada 2019. Pada 2024, merupakan tahun yang seru dan meriah, karena perhelatan demokrasi tidak hanya penting di Indonesia tapi di seluruh dunia, karena ada 50 negara yang akan menyelenggarakan pemilu. Artinya, 50% penduduk bumi sedang menikmati perhelatan demokrasi.
Penggiat Literasi Digital dan Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kakung mengungkapkan pesta demokrasi di Indonesia ini akan menjadi perhelatan terbesar di dunia.
Sebab dalam satu hari lebih dari 200 juta di Indonesia dan 1,75 juta pemilih di luar negeri akan menggunakan suaranya untuk memilih Presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
”Pada pemilu kali ini, juga akan didominasi dengan pemilih muda dengan rentang usia 22-32 tahun, atau sebesar 56%, dengan total 11 juta pemilih merupakan pemilih pemula. Demografi ini juga yang paling aktif menggunakan media sosial, sehingga dapat menjadi sasaran audiens para kandidat,” ujarnya dikutip, Minggu (11/2/2024).
Tahun ini penggunaan AI dalam konten pemilih untuk pertama kalinya sangat masif, sedangkan di pemilu sebelumnya bahkan AI belum digunakan sebagai alat peraga kampanye. Karena itu, atribut kampanye yang diwarnai konten AI menjadi sesuatu yang baru pada kampanye 2024.
"Meski TikTok, merupakan platform media sosial dengan fokus pada konten hiburan. Namun, pengguna TikTok memiliki antusiasme tinggi pada topik politik," jelasnya.
Public Policy and Government Relations, TikTok Indonesia Faris Mufid mengatakan TikTok telah membangun kerja sama dengan dua lembaga besar penyelenggara pemilu di Indonesia, yaitu Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan peluncuran Pusat Panduan Pemilu pada aplikasi agar pengguna terinfo dengan baik terkait pilihan pada pemilu nanti.
”Sebelum memilih kita tahu nih siapa yang harus dipilih. Kalau misalkan hak pilih kita harus dipastikan dulu nih, kita pilih di mana, kalau terdaftar apa yang harus dilakukan. Hal-hal seperti ini kami juga encourage pada pengguna kami,” papar Faris.
Sebagaimana pengalaman Komika, Dian Iyoy dalam menggunakan media sosial selama masa pemilu. Pada masa pemilu, apa pun konteks konten yang diunggah, hampir dipastikan akan ada unsur politik.
Sehingga, seringkali penempatan komentar tidak tepat dan menimbulkan konflik. Padahal perbedaan atau ketidaksepakatan pada sebuah pilihan adalah hal yang wajar sehingga pemilu dapat menjadi momen yang menyenangkan.
”Prinsip saling menghargai walau beda pilihan harus dijaga. Kalau kita menghargai perbedaan pilihan, pemilu akan berjalan damai. Kemudian, untuk menyikapi berita hoaks jangan telan mentah-mentah informasi atau berita yang kita dapat. Apalagi zaman sekarang kita sudah dipermudah dengan internet, jadi tidak ada alasan untuk tidak mencari kebenaran informasi,” ujar Dian.
Karena itu, dalam menanggapi suatu berita sebaiknya tidak mudah terpancing dan tetap menggunakan akal sehat.
(kri)