Idul Fitri dan Lebaran

Jum'at, 22 Juni 2018 - 16:56 WIB
Idul Fitri dan Lebaran
Idul Fitri dan Lebaran
A A A
DUA konsep agaknya perlu dibedakan antara Idul Fitri dan Lebaran. Puncak Idul Fitri adalah salat id setelah selesai melaksanakan ibadah puasa serta mengeluarkan zakat fitrah.

Sementara Lebaran lebih berkonotasi budaya yang bernuansa keagamaan, yaitu silaturahmi pada keluarga yang masih tinggal di kampung, dengan mengambil momentum pasca-Ramadan. Mereka yang berasal dari desa lalu bekerja di kota dan jarang pulang mudik, maka liburan Idul Fitri menjadi kesempatan yang ditunggu-tunggu.

Bisa juga Lebaran merupakan ekstensi atau perpanjangan dari Idul Fitri, dari ibadah ritual keibadah sosial. Bersilaturahmi ketemu keluarga, terlebih orang tua, sungguh suatu tindakan yang terpuji menurut agama. Hanya saja, di Indonesia peristiwa berlebaran tampaknya jauh lebih heboh ketimbang Idul Fitri.

Bagi pemerintah, mesti menyiapkan infrastruktur yang bagus agar nyaman dan mengurangi kemacetan. Selain itu, satuan kepolisian juga harus disiapkan untuk menjaga keamanan dan membantu kelancaran lalu lintas. Fenomena Lebaran dan pulang mudik memiliki banyak dimensi, baik dari sisi pemerataan ekonomi maupun penguatan kohesi sosial, dan telah memperkaya khazanah budaya Indonesia.

Di sana terjadi kerjasama yang solid antara masyarakat dan negara dalam penyelenggaraan Lebaran. Sering muncul sindiran dan candaan, ketika memasuki hari kedua bulan Ramadan yang mestinya umat Islam meningkatkan ibadah salatnya dengan mengunjungi masjid, yang lebih menonjol justru sibuk mempersiapkan pulang mudik.

Banyak yang mudik sebelum hari Lebaran sehingga jamaah masjid semakin berkurang. Konon katanya, tradisi mudik yang kental itu adalah masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah. Makanya, jalanan yang paling macet adalah yang menuju Jawa Tengah. Sekarang ini agenda mu dik juga menjalar pada para perantau dari luar Jawa sehingga mudik Lebaran merupakan budaya nasional.

Bahkan juga tidak sebatas umat Islam yang meramaikan pesta dan libur Lebaran. Tempat wisata seperti Bali penuh dengan turis lokal. Masyarakat sekarang ini menempatkan acara rekreasi di atas kebutuhan terhadap pakaian. Keluarga menabung untuk biaya rekreasi di dalam ataupun luar negeri pada kesempatan libur Lebaran.

Munculnya urban family yang datang dari kampung telah melahirkan generasi baru yang tidak memiliki ikatan emosional dengan kampung halaman orang tua mereka. Generasi baru ini bisa juga disebut sebagai generasi hibrida (hybrid generation), hasil perkawinan silang lintas etnis, yang populasinya semakin banyak.

Dunia kampus dan tempat kerja telah memfasilitasi berkembangnya generasi hibrida karena komunitasnya terdiri atas berbagai macam etnis yang kemudian terjalin ikatan perkawinan. Jadi, keturunan mereka tidak memiliki ikatan kuat pada etnis sehingga idealnya mereka itu semakin mengindonesia.

Namun, secara budaya mereka juga tumbuh dalam budaya hibrida, campur baur antara budaya lokal, nasional, dan global. Mereka tidak lagi sensitif dan fanatik dengan isu primordial kesukuan. Bahkan di antara mereka lebih akrab dengan bahasa Indonesia dan Inggris ketimbang bahasa daerah. Hal ini tentu berbeda dari generasi orang tua mereka.

Budaya Lebaran yang awalnya merupakan ekstensi dari Idul Fitri, sangat bisa jadi suatu saat akan menyerupai pesta tahun baru Masehi yang awalnya merupakan hari keagamaan Kristiani, lalu tersekulerkan menjadi pesta budaya yang profan, lepas dari semangat keagamaan.

Yang pasti, pesta Lebaran dengan berbagai ragamnya telah memberikan pengayaan budaya religi bagi masyarakat Nusantara. Tak ada yang bisa membuat Kota Jakarta lengang, sepi, kecuali datangnya Idul Fitri karena penghuninya pulang mudik dan rekreasi meninggalkan Ibu Kota.

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6068 seconds (0.1#10.140)