Antisipasi Corona, Sekolah di Zona Hijau Tak Bisa Langsung Dibuka
loading...
A
A
A
"Pengelolaan sekolah ini berarti gurunya, fasilitasnya semua siap. Dari orang tua murid juga harus ada persetujuan dari orang tua murid. Kemudian juga pastikan bahwa transportasi menuju sekolah itu juga dipastikan tidak terjadi kerumunan atau berdekatan sehingga tidak terjaga jaga jarak itu. Dan juga persiapan dari siswa itu sejak di rumah," ungkapnya.
Wiku mengatakan, semua komponen itu harus disiapkan dan dilakukan simulasi. "Kalau semuanya sudah siap semuanya, baru dilakukan sekolah itu dibuka. Dan bertahap, mungkin mulai dari 30% dulu jadi bertahap mungkin kelasnya dulu juga dibagi-bagi," ujarnya.
"Jadi tidak serta merta zona hijau dan kuning boleh tatap muka langsung dibuka, nggak bisa seperti itu. Harus dilakukan simulasi, harus dicek dulu para orang tua dan seterusnya setuju atau tidak," tegasnya.
Jika tidak disiapkan terlebih dahulu maka akan berpotensi muncul klaster baru. "Kalau enggak, ini adalah salah satu contoh karena kalau tidak disiplin pasti timbul klaster. Dan jangan terus diberikan timbul klaster justru kita harus mengingatkan kembali," kata Wiku.
Wiku pun meminta pemerintah daerah untuk mengkondisikan dalam pembukaan sekolah di wilayahnya. "Semua pihak yang ingin membuka putusannya ada di mana? Keputusan pengambilan keputusan paling kecil ada di kabupaten kota. Dia yang harus mengambil keputusan, dari mana? Dari melakukan simulasi itu tadi mengkondisikan masyarakatnya, enggak bisa serta-merta satu arah," jelasnya.
"Kita ini lagi belajar moga-moga klaster yang ada ini bagian dari pembelajaran kita semuanya di Indonesia. Jangan setiap daerah mau belajar sendiri-sendiri, berbahaya sekali. Anak-anaknya adalah aset bangsa dan kita harus melakukan adjustment untuk kualitas pendidikan yang tetap baik. Tapi jangan beri risiko mereka dengan sesuatu yang berbahaya untuk keselamatan mereka," tegas Wiku.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Wiku mengatakan, semua komponen itu harus disiapkan dan dilakukan simulasi. "Kalau semuanya sudah siap semuanya, baru dilakukan sekolah itu dibuka. Dan bertahap, mungkin mulai dari 30% dulu jadi bertahap mungkin kelasnya dulu juga dibagi-bagi," ujarnya.
"Jadi tidak serta merta zona hijau dan kuning boleh tatap muka langsung dibuka, nggak bisa seperti itu. Harus dilakukan simulasi, harus dicek dulu para orang tua dan seterusnya setuju atau tidak," tegasnya.
Jika tidak disiapkan terlebih dahulu maka akan berpotensi muncul klaster baru. "Kalau enggak, ini adalah salah satu contoh karena kalau tidak disiplin pasti timbul klaster. Dan jangan terus diberikan timbul klaster justru kita harus mengingatkan kembali," kata Wiku.
Wiku pun meminta pemerintah daerah untuk mengkondisikan dalam pembukaan sekolah di wilayahnya. "Semua pihak yang ingin membuka putusannya ada di mana? Keputusan pengambilan keputusan paling kecil ada di kabupaten kota. Dia yang harus mengambil keputusan, dari mana? Dari melakukan simulasi itu tadi mengkondisikan masyarakatnya, enggak bisa serta-merta satu arah," jelasnya.
"Kita ini lagi belajar moga-moga klaster yang ada ini bagian dari pembelajaran kita semuanya di Indonesia. Jangan setiap daerah mau belajar sendiri-sendiri, berbahaya sekali. Anak-anaknya adalah aset bangsa dan kita harus melakukan adjustment untuk kualitas pendidikan yang tetap baik. Tapi jangan beri risiko mereka dengan sesuatu yang berbahaya untuk keselamatan mereka," tegas Wiku.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(maf)